Walapun sebagai mandatoris, harus dipahami bahwa hal ini tidak serta merta terjadi pemindahan kekuasaan rakyat (people power) sehingga menegasikan bentuk-bentuk aspirasi baik berupa kritik maupun masukan. Di sinilah peran penting penyelenggaran pemerintahan yang demokratis.
Pemerintah daerah Lampung seharusnya merasa bersyukur karena masih ada masyarakat yang menunjukkan kepedulian terhadap penyelenggaraan pemerintahan secara kritis melalui saluran media sosial, hal ini sebagaimana dikatakan oleh JJ Rousseau (1762) sebagai penanda eksistensi negara masih ada.
Jabatan kepala daerah baik di tingkat kabupaten maupun provinsi adalah amanah rakyat, sehingga pejabat tersebut adalah “pemangku kekuasaan”, bukan “pemilik kekuasaan” yang menganggap bahwa rakyat tidak memiliki kuasa saat menjabat.
Lord Acton (1833-1902) sudah mengingatkan bahwa memandang kekuasaan terlalu berlebihan cenderung pada penyalahgunaan (korup).
Menyikapi kritik-kritik seperti ini, apalagi di era media sosial, maka Gubernur Lampung sudah seharusnya melakukan pendekatan yang elegan dengan cara mengakomodasi kritik-kritik sebagai sarana introspeksi sekaligus dukungan terhadap pemerintahannya.
Bukan malah “alergi”, bahkan sampai melakukan hal-hal yang tidak elegan dengan semangat demokratis.
Melakukan pembelaan terhadap kritik memang sah-sah saja. Namun menerima kritik dengan baik justru akan mendapatkan dukungan dari masyarakat dan menunjukkan bahwa kepemimpinannya berjalan secara demokratis.
Lampung memiliki potensi yang luar biasa, bukan hanya alamnya (landscape) melainkan manusianya (lifescape).
Beragam potensi ini merupakan kapasitas dari Provinsi Lampung yang menunggu tangan-tangan dingin untuk mengelola dan memanfaatkannya menjadi “modal” dalam membangun Lampung lebih maju lagi.
Oleh karenanya, pembangunan di Lampung jangan juga berfokus pada membangun fisiknya, melainkan juga membangun manusianya.
Guna mewujudkan Lampung maju, menurut hemat penulis ada tiga prasyarat yang harus dilakukan, yakni:
Pertama, membangun pemerintahan yang terbuka dan demokratis. Pemerintah bukan hanya “terbuka”, namun juga “membuka” diri terhadap masyarakat untuk menerima berbagai macam saran dan masukan.
Pemerintahan yang tertutup dan tidak demokratis, apalagi membungkam kritik adalah ciri-ciri awal potensi korup. Pemerintahan yang demokratis adalah salah satu pencirian good and clean governance.
Kedua, meningkatkan layanan publik (public service) menggunakan perspektif Citizen Charter (berorientasi pada penilaian masyarakat).
Pelayanan publik yang buruk adalah tanda pemerintahan tidak berjalan efektif sehingga tidak mungkin efisien. Efektifitas harus didahulukan daripada efisiensi.