Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uang Rp 2,2 M Titipan Calon Mahasiswa Unila Dibelikan Emas 1,4 Kg untuk Tutupi Suap

Kompas.com - 14/02/2023, 17:01 WIB
Tri Purna Jaya,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

LAMPUNG, KOMPAS.com - Uang titipan calon mahasiswa Universitas Lampung (Unila) sebesar Rp 2,2 miliar dibelanjakan emas untuk menutupi jejak suap.

Uang tersebut juga dibelanjakan emas agar mudah dicairkan.

Baca juga: Infak Jadi Kode Suap Penerimaan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unila

Diketahui bahwa para terdakwa menggunakan sebutan "Infak" sebagai kode suap untuk penerimaan mahasiswa Fakultas Kedokteran Unila, dengan salah satu terdakwa adalah mantan Rektor Unila Karomani.

Baca juga: Dokter Senior di Lampung Tetap Bayar Infak ke Karomani meski Cucunya Lulus Passing Grade FK Unila

Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila Budi Sutomo saat menjadi saksi kasus suap mantan Rektor Unila Karomani di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Lampung, Selasa (14/2/2023).

Baca juga: 4 Fakta Baru Terungkap Saat Sidang Suap Unila, Ada Polisi Berpangkat Kombes Titip Mahasiswa

"'Ini brankas penuh, Pak'," kata Budi menirukan perkataannya kepada terdakwa Karomani.

Budi mengatakan, terdakwa Karomani ketika itu langsung menyuruhnya membelanjakan uang tersebut menjadi logam mulia.

"Itu beli emas batangan biar mudah mencairkan dan tidak berkurang," kata Budi.

Di hadapan majelis hakim, Budi mengakui uang di dalam brankas itu adalah uang yang diambilnya dari sejumlah orangtua calon mahasiswa yang menitip agar anaknya diluluskan di Fakultas Kedokteran (FK) Unila.

Di antaranya, Asep Sukohar (Rp 250 juta dan Rp 400 juta), Evi Daryanti (Rp 150 juta), Evi Kurniawati (Rp 100), Ema (Rp 200 juta), dan Mardiana (Rp 100 juta).

Kemudian Tugiyono (Rp 250 juta), Herman HN (Rp 250 juta), dr Ruskandi (Rp 250 juta), dan Nyoman (Rp 250 juta).

Budi menceritakan bahwa Karomani meminta agar uang infak itu diminta secara paksa kepada para penitip.

"'Orang-orang kaya itu kalau nggak dipaksa enggak bakal infak. Budi, kalau ada yang menyumbang ambil aja'," tutur Budi menirukan ucapan Karomani.

Budi lalu memerintahkan bendahara biro untuk melakukan survei. Setelah disurvei, ternyata jika membeli emas di atas Rp 500 juta akan dikenakan pajak.

Untuk mengakali pengenaan pajak itu, Budi lalu meminta pembelian emas dilakukan tiga kali dengan KTP yang berbeda, salah satunya bendahara biro.

"Pakai tiga KTP, dibagi tiga supaya enggak kena pajak," kata Budi.

Total pembelian emas logam mulia itu mencapai 1,4 kilogram.

Sedangkan untuk menyimpan emas-emas tersebut, Karomani memerintahkan Budi membuka deposit box di bank.

"Pakai nama saya, Yang Mulia, Pak Karomani enggak mau teken," kata Budi.

Budi mengatakan penggunaan namanya dilakukan untuk menghilangkan jejak Karomani atas emas tersebut.

"Tapi kuncinya dipegang oleh Pak Karomani," kata Budi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Wacana DPA Dihidupkan Kembali, Mahfud MD Sebut Berlebihan

Soal Wacana DPA Dihidupkan Kembali, Mahfud MD Sebut Berlebihan

Regional
Baliho Bakal Cawalkot Solo Mulai Bermunculan, Bawaslu: Belum Melanggar

Baliho Bakal Cawalkot Solo Mulai Bermunculan, Bawaslu: Belum Melanggar

Regional
Ayah di Mataram Lecehkan Anak Kandung 12 Tahun, Berdalih Mabuk sehingga Tak Sadar

Ayah di Mataram Lecehkan Anak Kandung 12 Tahun, Berdalih Mabuk sehingga Tak Sadar

Regional
Jembatan Penghubung Desa di Kepulauan Meranti Ambruk

Jembatan Penghubung Desa di Kepulauan Meranti Ambruk

Regional
Universitas Andalas Buka Seleksi Mandiri, Bisa lewat Jalur Tahfiz atau Difabel

Universitas Andalas Buka Seleksi Mandiri, Bisa lewat Jalur Tahfiz atau Difabel

Regional
Pemkab Bandung Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut dari BPK RI

Pemkab Bandung Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut dari BPK RI

Regional
Berikan Pelayanan Publik Prima, Pemkab HST Terima Apresiasi dari Gubernur Kalsel

Berikan Pelayanan Publik Prima, Pemkab HST Terima Apresiasi dari Gubernur Kalsel

Regional
Penculik Balita di Bima Ditangkap di Dompu, Korban dalam Kondisi Selamat

Penculik Balita di Bima Ditangkap di Dompu, Korban dalam Kondisi Selamat

Regional
Candi Ngawen di Magelang: Arsitektur, Relief, dan Wisata

Candi Ngawen di Magelang: Arsitektur, Relief, dan Wisata

Regional
Pria di Magelang Perkosa Adik Ipar, Korban Diancam jika Lapor

Pria di Magelang Perkosa Adik Ipar, Korban Diancam jika Lapor

Regional
Rambutan Parakan Terima Sertifikat Indikasi Geografis Pertama

Rambutan Parakan Terima Sertifikat Indikasi Geografis Pertama

Regional
Air Minum Dalam Kemasan Menjamur di Sumbar, Warga Wajib Waspada

Air Minum Dalam Kemasan Menjamur di Sumbar, Warga Wajib Waspada

Regional
Bersama Mendagri dan Menteri ATR/BPN, Walkot Makassar Diskusikan Kebijakan Pemda soal Isu Air di WWF 2024

Bersama Mendagri dan Menteri ATR/BPN, Walkot Makassar Diskusikan Kebijakan Pemda soal Isu Air di WWF 2024

Regional
Ditahan 3 Hari, Dokter yang Cabuli Istri Pasien di Palembang Kena DBD

Ditahan 3 Hari, Dokter yang Cabuli Istri Pasien di Palembang Kena DBD

Regional
Pegi Disebut Otak Pembunuhan Vina Cirebon, Polisi: Ini Masih Pendalaman

Pegi Disebut Otak Pembunuhan Vina Cirebon, Polisi: Ini Masih Pendalaman

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com