Ahli Sejarah Universitas Andalas, Gusti Asnan menyebutkan, keberagaman etnis di Padang terjadi sejak abad ke-17 ketika Padang menjadi jalur perdagangan internasional.
Saat itu Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) masuk ke Padang dan kemudian mengundang orang-orang China datang.
Mereka kemudian berbaur dengan warga Minangkabau dan juga etnis Nias yang datang ke Padang.
"Itu terjadi sekitar tahun 1660 saat Padang jadi jalur perdagangan internasional," kata Gusti.
Karena menjadi jalur perdagangan, menyebabkan banyak orang-orang asing juga datang seperti Inggris, Jerman, Prancis, Arab, dan India.
Pada abad ke-19, ketika Belanda menguasai Indonesia, mereka semakin banyak mendatangkan orang-orang Tionghoa dan etnis lainnya seperti Jawa, Bugis, dan Madura.
Etnis Jawa dan Bugis didatangkan lebih banyak sebagai tentara Belanda.
Pada tahun 1850, Belanda menata Padang dengan memberikan permukiman bagi etnis-etnis yang ada.
"Maka muncul nama-nama seperti Kampung Cina, Kampung Nias, Kampung Jawa, Kampung Keling dan ada juga Kampung Bugis," jelas guru besar Ilmu Sejarah Universitas Andalas itu.
Pada tahun 1870, Padang menjadi kota sejahtera. Kehidupan masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis itu hidup secara berdampingan dan saling membutuhkan.
"Mereka hidup rukun dan saling membutuhkan. Hampir tidak ada gesekan," kata pria berumur 60 tahun itu.
Hingga sekarang, kata Gusti, kampung-kampung itu masih ada kecuali Kampung Bugis di belakang Tangsi yang sudah hilang.
"Kampung Bugis sudah hilang karena etnisnya sudah banyak yang pergi dari Padang," ujar Gusti.
Keberagaman semakin bertambah, dengan masuknya etnis Batak dan Mentawai pada abad ke-20.
"Jadi banyak etnis yang hidup di Padang saat ini. Mereka hidup berdampingan," kata Gusti.
Wali Kota Padang, Hendri Septa menyebut, masyarakat Padang yang majemuk sudah lama hidup berdampingan.
Hal itu dikarenakan tingginya tingkat toleransi antar etnis sehingga jarang terjadi gesekan.
"Mereka sudah lama hidup berdampingan dengan tingkat toleransi yang tinggi. Sejak Orde Baru berakhir, hampir tidak ada gesekan yang muncul," kata Hendri.
Semua itu, kata Hendri, dibuktikan dengan adanya permukiman antar etnis yang hidup rukun.
"Ada namanya kampung Cina, Kampung Jawa, Kampung Nias, Kampung Keling. Semuanya hidup rukun. Hari ini dibuktikan mereka bisa berbaur dalam acara Cap Go Meh ini," jelas Hendri.
Gong Xi Fa Cai. Selamat Tahun Baru Imlek 2574 Kongzili.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.