LOMBOK TENGAH, KOMPAS.com - Kematian FS (19) yang diduga akibat pembunuhan berencana oleh suaminya MR (20), iparnya SA (28) dan ibu mertua S (47), masih menjadi buah bibir di Dusun Pondok Komak, Desa Lantan, Kecamatan Batu Keliang Utara, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Pasalnya, semula kematian FS yang baru genap setahun menikah dengan MR dilaporkan karena bunuh diri. Namun, karena dinilai janggal, keluarga FS melaporkan peristiwa itu ke Polres Lombok Tengah, hingga terungkaplah dugaan pembunuhan berencana atas FS.
Menelusuri apa yang sebenarnya terjadi sebelum peristiwa itu, Kompas.com menuju tempat kejadian perkara, rumah orang tua MR di Dusun Pondok Komak, Kamis (5/1/2023).
Baca juga: Membongkar Kasus Pembunuhan Berencana, Polisi di Lombok Tengah Tangkap Satu Keluarga
Tempat tinggal keluarga MR tidak begitu jauh dari jalan desa, hanya berjarak 300 meter.
Nampak rumah tembok dengan jendela kayu yang dicat kuning nangka di pinggirnya, kaca jendela berwarna gelap, menunjukkan rumah itu nampak sunyi, karena 4 orang penghuninya tidak ada lagi di sana.
Baca juga: Kasus IRT di Lombok Dibunuh Suami dan Mertua, Keluarga Korban: Kami Awasi Proses Hukumnya
Ariah (50), orang tua MR yang juga bapak mertua korban FS nampak murung. Dia sesekali merasakan kedinginan, dan meminta dikenakan jaket oleh RN (14), anaknya yang sempat menemukan kondisi FS saat pulang sekolah telah tergantung di pintu kamar korban.
"Tidak menyangka saya kalau kejadiannya seperti ini, karena saya tengah berada di hutan, begitu pulang kok orang sudah ramai di rumah ini," katanya.
Pascakejadian, Ariah memilih berada di rumah lamanya yang hanya berdinding bedek, persis di samping lokasi kejadian. Sesekali dia mengungkapkan rasa tak percaya akan peristiwa yang menyebabkan menantunya meninggal dunia, dua anak dan istrinya harus ditahan karena diduga melakukan pembunuhan berencana.
Ariah mengatakan, menantunya orang yang baik dan rajin. Kalau anak dan istrinya ikut ke hutan untuk mencari pakis untuk dijual, maka FS yang akan menyiapkan makanan dan kopi untuknya.
Di hari kejadian, dia diantar MR menuju hutan, tapi diantar sampai jurang kembar, karena MR akan memetik durian.
"Saya hanya berpesan pada anak saya itu, suami korban, apik-apik entan Taek anake laun gero taokm betegel (hati-hati naik anakku, jangan memegang ranting atau batang pohon yang kering), dia mengiakan dan meninggalkan saya," katanya.
Tidak ada sama sekali gelagat akan terjadi pembunuhan di rumahnya. Sekitar pukul 13.00 Wita, Ariah dipanggil anaknya agar segera pulang dan sesampai di rumah dia telah melihat orang ramai berkerumun, bahkan mulai dari jalan kampung orang sudah ramai.
"Saya heran kenapa kok cepat sekali orang ramai bedatangan, saya mengira menantu saya FS meninggal seperti kebanyakan orang, terbaring dalam keadaan tidur, begitu saya sampai rumah, saya makin terkejut karena dilarang menyentuhnya karena sudah dalam keadaan tergantung," kata Ariah.