KUPANG, KOMPAS.com - Inspektur Polisi Dua (Ipda) Albertus Fridus Bere (40) masih mengingat jelas kejadian yang tak akan pernah dilupakannya.
Awal Januari 2018 lalu, saat itu seperti biasa, Fridus sapaan akrabnya sedang bertugas sebagai Kepala Pos Polisi (Kapospol) Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motamasin di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sebagai petugas di pintu perbatasan dengan Distrik Covalima, Timor Leste yang masih berpangkat Brigadir Kepala (Bripka), Fridus selalu siaga bersama anggotanya. Apalagi, nuansa tahun baru masih melekat erat.
Ketika itu, mentari sedang merangkak menuju peraduannya. Tiba-tiba muncul seorang pria berperawakan sedang, kulit gelap dan berambut ikal menghampirinya.
Dengan napas masih belum teratur rapi, laki-laki yang diketahui bernama Primus Manek asal Desa Rainawe, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka, NTT, meminta bantuan kepada Fridus.
Permintaan Primus, rupanya tidak langsung disetujui Fridus, lantaran terbilang sulit karena harus berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait.
Primus meminta agar saudarinya asal Distrik Covalima, Timor Leste diizinkan untuk berobat ke Rumah Sakit Penyanggah Perbatasan (RSPP) Betun, Malaka.
"Kondisi perempuan asal Timor Leste itu kritis dan semua badannya kuning, serta kurus kering. Kalau tidak segera ditolong bisa meninggal," ungkap Fridus, kepada Kompas.com di Betun, Jumat (7/10/2022).
Perempuan berusia 49 yang belakangan diketahui bernama Carolina Cardoso, asal Kampung Taliion, Distrik Covalima, Timor Leste, sedang berboncengan tiga orang menggunakan sepeda motor matic dan berada persis di pintu perbatasan antara kedua negara.
Dia sedang diapit oleh sang suami dan adiknya sembari mengendarai sepeda motor.
Posisi duduknya di tengah, dengan wajah tertunduk lesu dan kondisi tubuh yang kurus hanya berbalut tulang. Wanita tersebut nyaris ambruk dari motor, saat berpapasan dengan Fridus dan anggotanya.
Beruntung, suami dan adiknya sigap menahan badan Carolina.
Berada pada situasi dilematis, membuat Fridus harus segera mengambil keputusan, meski bertentangan dengan aturan, sebab warga Timor Leste tersebut tidak memiliki dokumen resmi untuk masuk ke Indonesia.
Berbekal pengalaman memimpin pos perbatasan selama tujuh tahun, Fridus sudah terlatih menghadapi situasi sulit, sehingga tanpa berpikir panjang, dia langsung membolehkan mereka masuk ke Indonesia.
"Mereka ingin berobat, tapi tidak diizinkan. Namun, setelah kita lihat kondisinya kritis dan demi kemanusiaan, kita akhirnya izinkan masuk ke Betun untuk berobat," ungkap Fridus.
Fridus pun memberi izin tanpa syarat dan tanpa batasan waktu, asalkan Carolina bisa sembuh dari penyakitnya.
Setelah mendapat izin dari Fridus, Primus lalu bergerak cepat mencari mobil untuk mengangkut saudarinya menuju rumah sakit, karena khawatir kondisi kesehatan Carolina yang terus memburuk.
Satu mobil bak terbuka berwarna putih jenis Suzuki datang dan mengangkut Carolina menuju RSPP Betun.
Tiba di rumah sakit sekitar 20 menit kemudian, Carolina ditangani oleh petugas medis rumah sakit perbatasan itu.
"Saudari kami ini didiagnosa sakit hepatitis. Tapi setelah dirawat selama dua minggu, akhirnya berangsur pulih," kata Primus, kepada Kompas.com di kediamannya.
Keluar dari rumah sakit, Carolina tidak langsung pulang, tetapi masih kontrol penyakitnya selama sepekan di dokter yang mengobatinya.