NUNUKAN, KOMPAS.com – Bertugas sebagai bidan di wilayah pelosok dan pedalaman RI, menjadi ujian mental bagi para tenaga kesehatan. Pola pikir warga di daerah terisolasi selalu menjadi tantangan tersendiri.
Beragam kisah dan cerita menarik selalu mengiringi tugas pengabdian mereka. Salah satunya dialami oleh bidan di Puskesmas Binter, Kecamatan Lumbis Ogong, Nunukan, Kalimantan Utara.
Nirwana mengatakan, pengabdian di tapal batas memberi kesan mendalam yang tidak akan diperoleh jika bertugas di perkotaan.
"Pelayanan kita lebih terasa, dan perlakuan warga di pedesaan terpencil selalu menggugah nurani kita," ujarnya, Kamis (6/10/2022).
Baca juga: Kendala Jaringan Internet, 1027 Tenaga Honorer di Perbatasan RI–Malaysia Belum Terinput
Puskesmas Binter berjarak 3 jam dari daerah ibu kota Kecamatan di Mansalong. Di daerah ini, warga dari sejumlah kecamatan Lumbis, antara lain, Lumbis Ogong, Lumbis Hulu, Lumbis Pansiangan, membeli segala macam kebutuhan rumah tangga.
Bidan yang bertugas sejak 2015 mengungkapkan untuk pergi ke Binter dan Mansalong memerlukan biaya carter perahu Rp 3 jutaan saat itu.
"Saya tinggal di perumahan tenaga kesehatan di depan Puskesmas. Biasanya kalau ada perlu, kami baru ke Mansalong. Entah untuk belanja bahan pangan seminggu, atau untuk keperluan mencari sinyal internet. Kami menumpang Long Boat masyarakat, dan membayar Rp 700.000,’’ tuturnya.
Nirwana yang saat itu berusia 25 tahun, cukup bersemangat. Apalagi, ia merupakan anak daerah, dan sangat suka traveling. Sebagai warga asli Nunukan, ia tidak kaget dengan kondisi Lumbis, dengan segala keterbatasannya.
Hanya saja, sebagai tenaga kesehatan banyak sekali dinamika dan tantangan yang ternyata membutuhkan pemikiran yang bijak dan kelapangan hati.
"Meski saya asli Nunukan, banyak pengalaman baru yang diperoleh. Mungkin untuk teman teman yang dari luar Nunukan yang bertugas di Binter, ujiannya berat karena geografis Nunukan yang cukup terpencil. Tapi itu semua kita tepiskan dengan persaudaraan dan kekeluargaan yang tercipta di lingkungan kerja," kata Nirwana.
Pola pikir warga pedalaman, dikatakan Nirwana, masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang. Sehingga, warga lebih percaya dukun, ketimbang pengobatan medis modern.
Selain itu, warga juga menilai praktisi kesehatan seharusnya berusia tua dan beruban.
"Usia seperti kami yang muda-muda ini, tentu sulit mendapat kepercayaan mereka,’’katanya lagi.
Untuk meraih kepercayaan, para tenaga kesehatan di Puskesmas Binter, perlahan mengakrabkan diri dengan para dukun yang selama ini mengobati penyakit masyarakat. Pendekatan emosional yang memakan waktu tidak sebentar ini pun akhirnya mendapat respons positif.
Mereka kemudian diangkat sebagai anak dan keakrabanpun tercipta. Para bidan dan dukun, bersama-sama mengatasi warga yang sakit dan bersalin.