Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menguak Sejarah Pacuan Kuda dan Eksistensi Joki Cilik di Tanah Bima

Kompas.com - 27/09/2022, 07:56 WIB
Junaidin,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

BIMA, KOMPAS.com - Masyarakat Suku Mbojo di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), secara historis gemar berkuda.

Pada massa kesultanan, kuda dimanfaatkan sebagai alat transportasi untuk mengangkut hasil bumi, bahkan menjadi kendaraan perang pasukan berkuda di Istana Bima.

Dalam literatur Bima, naskah kuno, catatan Belanda, hingga dokumen Sultan Muhammad Salahuddin, tidak dijumpai perihal pacuan kuda.

Pada massa itu, hanya ada satu surat dari masyarakat Bima yang meminta Sultan Muhammad Salahuddin menegur panitia lomba agar tidak melaksanakan pacuan kuda yang digelar pada Jumat.

"Saat itu panitianya adalah orang Belanda. Bima termasuk wilayah Hindia Belanda, dan banyak budaya asing yang masuk akibat penaklukan wilayah dan penjajahan, salah satunya adalah pacuan kuda tentunya joki dewasa," ungkap Kepala Museum Kebudayaan Samparaja Bima Dewi Ratna Muchlisa Mandyara di Bima, Senin (26/9/2022).

Menurut dia, orang Eropa, terutama bangsawan, sangat gemar berkuda dan menguji ketangkasan di arena pacuan. Konon, putra bangsawan yang mahir berkuda akan populer dan menjadi incaran putri bangsawan Eropa.

Budaya ini masuk ke Nusantara, termasuk Bima, karena dibawa Belanda. Budaya ini diterima baik oleh masyarakat, bahkan hari ulang tahun Ratu Belanda Wilhelmina pada 1925, dirayakan dengan pacuan kuda di Mangge Maci Bima.

Mulai saat itu, kata Dewi Ratna Muchlisa, pacuan kuda dengan joki dewasa menjadi tradisi baru di Bima.

Baca juga: Ironi Joki Cilik Pacuan Kuda, Tradisi yang Rentan Eksploitasi

 

"Fotonya ada di Museum Asi Mbojo dan Museum Samparaja sebagai bukti," ujarnya.

Pacuan kuda dengan joki dewasa ini terus berkembang, tetapi sempat terhenti saat masuknya kekuasaan Jepang. Budaya ini kemudian berlanjut setelah Kemerdekaan RI dan wafatnya Sultan Muhammad Salahuddin.

Joki remaja di NTB masa dahulu. Sumber: Museum Samapraja Bima. Joki remaja di NTB masa dahulu. Sumber: Museum Samapraja Bima.
Pada massa itu, lanjut Dewi, joki kuda berusia remaja setinggi telinga orang dewasa. Namun, lambat laun mulai pada 1970, joki di pacuan kuda menjadi lebih kecil, dengan tinggi di bawah bahu orang dewasa.

Seiring bertambah waktu, joki cilik pun muncul dan menjadi lebih lumrah di pacuan kuda.

Terobosan baru penggunaan joki kecil dan mungil ini agar kuda lebih lincah, sehingga bisa melaju dengan kencang dan menjadi pemenang dalam pacuan.

Dewi menegaskan, apapun alasannya, pacuan kuda menggunakan joki cilik bukan tradisi leluhur masyarakat Suku Mbojo.

Dewi berharap, para pihak berupaya mengembalikan keaslian budaya ini, yakni melaksanakan pacuan kuda dengan joki remaja atau dewasa.

"Joki dewasa dan remaja itulah yang terjadi zaman dulu. Joki cilik itu justru tradisi baru yang dibuat para penggemar pacuan," jelasnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mayat yang Ditemukan di Trotoar Simpang Sentul Bogor Diduga Korban Tawuran, Ditemukan Luka Sobek di Punggung

Mayat yang Ditemukan di Trotoar Simpang Sentul Bogor Diduga Korban Tawuran, Ditemukan Luka Sobek di Punggung

Regional
Pergerakan Tanah di Cianjur Meluas, 2 Kampung Diungsikan

Pergerakan Tanah di Cianjur Meluas, 2 Kampung Diungsikan

Regional
Cerita Rukijan, Tujuh Tahun Menanti Kabar Anaknya di Depan Pintu Pagar Rumah Mertua...

Cerita Rukijan, Tujuh Tahun Menanti Kabar Anaknya di Depan Pintu Pagar Rumah Mertua...

Regional
Ada Belatung di Nasi Kotak Pesanan, Rumah Makan Padang di Ambon Dipasangi Garis Polisi

Ada Belatung di Nasi Kotak Pesanan, Rumah Makan Padang di Ambon Dipasangi Garis Polisi

Regional
Mengenal Festival Rimpu Mantika, Upaya Pelestarian Kekayaan Budaya Bima

Mengenal Festival Rimpu Mantika, Upaya Pelestarian Kekayaan Budaya Bima

Regional
Terekam CCTV, Begini Detik-detik Penembakan Juru Parkir Hotel Braga Purwokerto

Terekam CCTV, Begini Detik-detik Penembakan Juru Parkir Hotel Braga Purwokerto

Regional
Longsor Terjang Lebong Bengkulu, Jalur Lintas Putus, Satu Mobil Masuk Jurang

Longsor Terjang Lebong Bengkulu, Jalur Lintas Putus, Satu Mobil Masuk Jurang

Regional
Dikira Ikan, Pemancing di Kalsel Malah Temukan Mayat yang Tersangkut Mata Kail

Dikira Ikan, Pemancing di Kalsel Malah Temukan Mayat yang Tersangkut Mata Kail

Regional
Geger Penemuan Mayat Pria di Bogor, Tergeletak di Trotoar Dekat Simpang Sentul

Geger Penemuan Mayat Pria di Bogor, Tergeletak di Trotoar Dekat Simpang Sentul

Regional
Kronologi Penembakan di Hotel Braga Purwokerto, Pelaku Diduga Tolak Bayar Parkir

Kronologi Penembakan di Hotel Braga Purwokerto, Pelaku Diduga Tolak Bayar Parkir

Regional
Perkosa Siswi SMP, Pria 19 Tahun di Buru Selatan Ditangkap

Perkosa Siswi SMP, Pria 19 Tahun di Buru Selatan Ditangkap

Regional
Kepala Bayi Terpisah Saat Persalinan, Polresta Banjarmasin Bentuk Tim Penyelidikan

Kepala Bayi Terpisah Saat Persalinan, Polresta Banjarmasin Bentuk Tim Penyelidikan

Regional
Tim SAR Gabungan Cari 1 Korban Tertimbun Longsor di Buntao Toraja Utara

Tim SAR Gabungan Cari 1 Korban Tertimbun Longsor di Buntao Toraja Utara

Regional
Pj Gubernur Sumsel: Perempuan Pilar Utama dalam Membangun Keluarga dan Negara

Pj Gubernur Sumsel: Perempuan Pilar Utama dalam Membangun Keluarga dan Negara

Regional
Bangun Sarang Burung Walet di Belakang Gedung, Kantor Desa di Pulau Sebatik Ini Dapat Kas Rp 2 juta Sekali Panen

Bangun Sarang Burung Walet di Belakang Gedung, Kantor Desa di Pulau Sebatik Ini Dapat Kas Rp 2 juta Sekali Panen

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com