NUNUKAN, KOMPAS.com – Rancangan Undang Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang dirilis Agustus 2022 lalu, menimbulkan banyak keresahan dan kontroversi.
Selain hilangnya pasal Tunjangan Profesi Guru (TPG), RUU ini seakan menjadi terabaikan akibat pemberitaan viral, baik terkait kasus polisi tembak polisi, ataupun isu kenaikan BBM yang dirilis pada siang bolong, Sabtu (3/9/2022).
Andi Jumiati, seorang guru Bahasa Inggris di SMAN 1 Nunukan, Kalimantan Utara, menyuarakan keprihatinannya sekaligus mempertanyakan dihilangkannya pelajaran Bahasa Inggris sebagai muatan wajib pada RUU dimaksud.
Baca juga: Mengusulkan Pendidikan Kepercayaan pada RUU Sisdiknas
Pada pasal 81 yang mengatur kerangka dasar kurikulum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 pada Jenjang Pendidikan dasar dan Pendidikan Menengah, mencakup muatan wajib, a. Pendidikan Agama, b. Pendidikan Pancasila, c. Bahasa Indonesia, d. Matematika, e. Ilmu Pengetahuan Alam, f. Ilmu Pengetahuan Sosial, g. Seni dan Budaya, h. Pendidikan Jasmani dan Olahraga, i. Keterampilan/Kecakapan Hidup, dan j. Muatan Lokal.
"Mata pelajaran Bahasa Inggris hilang ke mana ya? Mengapa tidak tercantum sebagai mata pelajaran wajib? apakah nantinya peserta didik hanya dapat mengakses mata pelajaran Bahasa Inggris lewat kursus dan tidak lagi didapatkan di bangku sekolah? Semua pertanyaan tersebut memenuhi kepala, namun saya tidak menemukan jawaban hingga saat ini. Yah, itu hanya RUU dan belum sah jadi UU. Dan saya yakin hampir semua guru Bahasa Inggris memiliki kegelisahan yang sama," ujarnya, Rabu (7/9/2022).
Tidak sekadar menyuarakan kegelisahan, ia juga menuntaskan rasa penasarannya dengan melakukan riset.
Ada tiga peserta didik yang merupakan pelajar pelajar menonjol dan berprestasi di sekolahnya yang ditanyai pendapatnya mengenai mata pelajaran Bahasa Inggris yang tidak lagi dimuat dalam mata pelajaran wajib di semua jenjang.
Yang pertama, adalah Muhammad Nazmy Anshori, salah satu siswa prestasi peraih medali Perunggu di bidang Ekonomi Olimpiade Sains Nasional yang juga merupakan Ketua OSIS SMA Negeri 1 Nunukan.
Nazmy juga baru-baru ini meraih juara 1 Lomba Debat Demokrasi Tingkat Provinsi yang diselenggarakan oleh Bawaslu Provinsi Kalimantan Utara.
Baca juga: Menanti 17 Tahun, Akhirnya Guru PAUD Diakui Negara Lewat RUU Sisdiknas
Nazmy mengatakan, hal tersebut tidak relevan pada saat ini karena diketahui bahwa persaingan bukan lagi antar daerah saja, tapi secara global.
Pada saat perhelatan Pelatnas pun, ia menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi sehari-hari dengan peserta Pelatnas dari negara lain.
Selanjutnya, responden kedua dan ketiga, adalah peraih medali emas pada perhelatan KOPSI (Kompetisi Penelitian Siswa Indonesia) yang bernama Nadia Aulia dan Putri Adinda.
Keduanya mewakili Indonesia pada tingkat Internasional di perhelatan The Regeneron International Science and Engineering Fair (ISEF), yang merupakan festival sains tahunan yang diselenggarakan oleh Society for Science and The Public (SSP) di Amerika Serikat.
Keduanya mengutarakan hal yang sama dengan responden pertama. Yaitu mempertanyakan dan menyatakan tidak setuju dengan mata pelajaran Bahasa Inggris yang tidak lagi masuk dalam mata pelajaran wajib pada naskah RUU Sisdiknas yang baru saja dirilis itu.
Keduanya mengatakan bahwa Bahasa Inggris, harus menjadi kebiasaan agar pada saat kegiatan yang berhubungan dengan dunia luar atau internasional, maka dapat diterapkan secara tidak langsung, sehingga tidak harus belajar dari awal lagi.
Baca juga: RUU Sisdiknas Bawa Perubahan untuk Perguruan Tinggi, Apa Saja?