Setiap hari anggota kelompoknya melepaskan daun kelor dari tangkai kemudian ditimbang.
Pekerjaan tersebut hanya memerlukan waktu 4 hingga 5 jam dan menghasilkan 50 sampai 60 kilogram daun kelor basah setiap hari.
"Untuk harga kelor mentah, kalau dari pimpinan itu berkisar Rp 5.000 per kilogram, tetapi saya juga membutuhkan biaya operasional untuk mengambil dan mengantar kelor ke sentra produksi yang berada di Koramil 02 Camplong," katanya.
"Sehingga setelah dijual, Rp 3.000 setiap kilogram dibagi ke para ibu dan anak-anak yang bekerja, sedangkan Rp 2.000 untuk biaya operasional atau mobilitas," lanjut Anton.
Baca juga: Setiap Bulan, Pengolahan Kelor di NTT Menghasilkan Rp 540 Juta
Ia menjelaskan Koramil Camplong yang berjarak sekitar 40 kilometer dari rumahnya, menerima satu kilogram kelor basah dengan harga Rp 5.000.
Menurutnya, harga itu diketahui oleh semua anggota kelompok. Namun, karena lokasi kelompok dan Koramil Camplong yang jauh, Antonius menyiasati dalam menentukan harga beli untuk anggota kelompok untuk menutupi biaya operasional.
Jika Antonius sendiri turun langsung mencari kelor di sejumlah kebun warga, maka setiap anggota kelompok akan mendapat Rp 2.000 setiap kilogram, sebagai upah koru.
Sedangkan, daun kelor yang sudah bersih dari tangkainya dan dijual oleh anggota kelompok kepadanya dihargai dengan harga Rp 3.000 per kilogram.
Selisih pembayaran dari Rp 3.000 maupun Rp 2.000 digunakan untuk biaya operasional dalam mencari kelor, maupun mengangkut kelor ke Camplong.
Baca juga: Produk Daun Kelor dan Minyak Atsiri Jadi Merchandise G20
Setiap hari, Antonius menyewa tiga unit sepeda motor untuk mencari kelor di kebun-kebun milik warga.
Setelah melalui proses perontokan daun, kelor basah itu di antar ke cabang Bimoku, Kota Kupang dan dititipkan di bus untuk diantar ke Koramil Camplong, Kabupaten Kupang.
Antonius mengaku, dia bersama istri tidak mengambil keuntungan dari anggota kelompoknya.
Ia mengaku mendapat tunjangan operasional dari kantor sebesar Rp 1 juta.
"Saya dan istri sistemnya sangat terbuka dengan mama-mama atau anak-anak. Kalau misalkan uang di tangan habis, mereka akan mengerti. Juga misalnya ada yang butuh uang tapi belum ada kelornya yang mau ditimbang, nanti saya dan istri akan kasih kasbon. Bila sudah ada kelor yang siap ditimbang maka akan cicil sampai lunas. Tidak langsung potong satu kali memang," jelasnya.
Baca juga: Nasi Kelor Jadi Makanan Khas Lumajang, Wabup Dorong Semua Warung Menyediakannya