Tertarik dengan kinerjanya yang bagus, Bung Karno menaikan pangkat Mutahar menjadi Mayor dan ia pun ditarik menjadi ajudan Presiden Soekarno atas sepersetujuan Mohammad Nazir.
Mutahar kembali melanjutkan kuliah di Jurusan Hukum Universitas Gadjah Mada. Ia kuliah rangkap di Jurusan Sastra Timur, khusus Jawa Kuno di kampus yang sama.
Karena kondisi perang, tahun 1948 ia meninggalkan bangku kuliah dan ikut bergabung dalam Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Husein Mutahar memiliki kecakapan berbahasa dan mampu menguasai 8 bahasa selain Bahasa Indonesia, di antaranya Bahasa Jawa, Melayu, Arab, Inggris, Belanda, Jerman, Perancis dan Spanyol.
Baca juga: Kisah Soekarno dan Petani Marhaen di Bandung
Kemampuan berbahasa itu membuat ia menjadi pegawai di Kementerian Luar Negeri. Bahkan ia ditunjuk oleh Presiden Seoeharto menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan di Roma (1969-1973).
Tugas tersebut dilaksanakan selama empat tahun dan pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia.
Setelah meninggalnya Sang Maestro, anaknyanya Mutahar yakni Sanyoto menyerahkan arsip pribadi lagu-lagu milik Husein Mutahat.
Total ada 16 lagu yang diciptkan oleh Husein Mutahat termasuk lagu asing yang syairnya di Indonesiakan oleh Husein Mutahar.
Tidak diketahui pasti kapan lagu-lagu asing tersebut di Indonesiakan. Namun dari judulnya, diduga lagu-lagu berbahasa Belanda dan Inggris diartikan ke Bahasa Indonesia di masa Hindia Belanda atau sebelum kemerdekaan.
Baca juga: Peci Hitam Soekarno
Lagu asing yang di Indonesiakan antara lain berjudul Bertemu Lagi, Indah Api Merah, Salam, Yo Hayo, Pulang ke Lumbung, Balik Gilwell, Ban Sepeda, Sangat Jauh dan Di Tenda Makan.
Termasuk juga lagu berjudul Tetapi Saya lupa, Minta Duitnya, Bisul Besar, Bertemu Lagi, Keabakaran, Dayung Mendayung, Lonceng, Bapak Ja'kub, Selamat Tinggal dan Perpisahan.
Dari 116 lagu, dibagi empat tema yakni tema nasional, tema alam, tema kepanduan, dan tema kepramukaan. Di luar empat teman itu ada 30 lagu di antaranya Mars Koperasi, Himne Universitas Indonesia, Buku Alam, Uang, Drama Enam Orang Penjelajag, Jantung Sehat, hingga Kereta Api Kita
Selain lagu Hari Merdeka, Husein Mutahar juga menciptakan lagu Syukur.
Lagu ini diciptakan di masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda tepatnya pada 7 September 1944 di Semarang.
Baca juga: Kisah Asmara Orangtua Sukarno, Guru Soekemi yang Jatuh Cinta Pada Gadis Bali
Lagu yang harus dinyanyikan secara pelan dan khudmat ini adalah cerminana dan keprihatinan akan nasib rakyat yang terjajah.
Dari dokumenn pribadinya, Husein Mutahar mencatat lagu Syukur dibuat serba tujuh. Terlihat dari lirik dan birama, merujuk pada tanggal saat ia membuat lagu tersebut.
Yang menarik, dari arsip pribadi tertanggal 10 April 2001, Husein Mutahar mengubah kata terakhid (lirik) pada stanza kedua yang keiga yang semula kata "Tuan" menjadi "Johan".
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "Johan" diartikan sebagai pahlawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.