Salin Artikel

Sosok Husein Mutahar, Ajudan Soekarno yang Juga Pencipta Lagu Hari Merdeka

Lirik lagu Hari Merdeka menjadi lagu wajib saat momentum HUT RI setiap tahunnya. Lagu tersebut tak bisa dilepaskan dari sosok penciptanya yakni Husein Mutahar.

Lagu yang berjudul Hari Merdeka diciptakan Husein Mutahar di Yogyakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.

Makna dari lagu ini adalah ungkapan rasa syukur terhadap kemerdekaan yang diraih Bangsa Indonesia di tahun 1945.

Dalam buku Husein Mutahar, Pengabdian dan Karyanya dijelaskan Husein Mutahar bukan saja seorang pencipta lagu.

Lebih dari itu, Husein Mutahar adalah pejuang kemerdekaan, penyelamat bendera pusaka, pendiri Paskibraka, tokoh pandu dan juga Pramua, birokrat, serta seorang diplomat.

Lahir di Semarang

Husein Mutahar lahir di Semarang, 5 Agustus 1916. Semasa kecil, ia menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS).

Kala itu, sang ayah, Salim Mutahar mewajibkan sang anak untuk belajar mengaji pada Encik Nur. Ia melanjutkan sekilah ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dan berguru pada Kiai Saleh.

Saat lulus MULO tahun 1934, ia meninggalkan Semarng dan melanjutkan pendidikan di Algemeene Middelbare School (AMS) di Kota Yogyakarta mengambil jurusan Satra Timur khusus Bahasa Melayu.

Di tahun yang sama, Husein Mutahar yang berusia 18 tahun mendirikan pandu sendiri yang diberi nama Pandu Arjuno.

Bahkan sejak tahun 1938, ia sudah mengikuti serangkaian kursus kepanduan hingga ke luar negeri.

Setelah lulus dari AMS, tahun 1943, Husein Mutahar menjadi pegawai Rikuyu Sokyoku (Dinas Kereta Api) Jawa Tengah Utara di Semarang. Ia juga mendirikan Korps Musik Kereta Api.

Sejak saat itulah kecintaan Mutahar kepada musik dan lagu mulai berkembang.

Tahun 1945, ia diangkat menjadi ajudan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal), Laksamana III Mohammad Nazir di Semarang.

Tahun 1947, saat Presiden Soekarno datang ke Semarang, Husein Mutahat mendampingi Bung Karno yang melakukan kunjungan kerja.

Tertarik dengan kinerjanya yang bagus, Bung Karno menaikan pangkat Mutahar menjadi Mayor dan ia pun ditarik menjadi ajudan Presiden Soekarno atas sepersetujuan Mohammad Nazir.

Mutahar kembali melanjutkan kuliah di Jurusan Hukum Universitas Gadjah Mada. Ia kuliah rangkap di Jurusan Sastra Timur, khusus Jawa Kuno di kampus yang sama.

Karena kondisi perang, tahun 1948 ia meninggalkan bangku kuliah dan ikut bergabung dalam Pertempuran Lima Hari di Semarang.

Husein Mutahar memiliki kecakapan berbahasa dan mampu menguasai 8 bahasa selain Bahasa Indonesia, di antaranya Bahasa Jawa, Melayu, Arab, Inggris, Belanda, Jerman, Perancis dan Spanyol.

Kemampuan berbahasa itu membuat ia menjadi pegawai di Kementerian Luar Negeri. Bahkan ia ditunjuk oleh Presiden Seoeharto menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan di Roma (1969-1973).

Tugas tersebut dilaksanakan selama empat tahun dan pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia.

Setelah meninggalnya Sang Maestro, anaknyanya Mutahar yakni Sanyoto menyerahkan arsip pribadi lagu-lagu milik Husein Mutahat.

Total ada 16 lagu yang diciptkan oleh Husein Mutahat termasuk lagu asing yang syairnya di Indonesiakan oleh Husein Mutahar.

Tidak diketahui pasti kapan lagu-lagu asing tersebut di Indonesiakan. Namun dari judulnya, diduga lagu-lagu berbahasa Belanda dan Inggris diartikan ke Bahasa Indonesia di masa Hindia Belanda atau sebelum kemerdekaan.

Lagu asing yang di Indonesiakan antara lain berjudul Bertemu Lagi, Indah Api Merah, Salam, Yo Hayo, Pulang ke Lumbung, Balik Gilwell, Ban Sepeda, Sangat Jauh dan Di Tenda Makan.

Termasuk juga lagu berjudul Tetapi Saya lupa, Minta Duitnya, Bisul Besar, Bertemu Lagi, Keabakaran, Dayung Mendayung, Lonceng, Bapak Ja'kub, Selamat Tinggal dan Perpisahan.

Dari 116 lagu, dibagi empat tema yakni tema nasional, tema alam, tema kepanduan, dan tema kepramukaan. Di luar empat teman itu ada 30 lagu di antaranya  Mars Koperasi, Himne Universitas Indonesia, Buku Alam, Uang, Drama Enam Orang Penjelajag, Jantung Sehat, hingga Kereta Api Kita

Selain lagu Hari Merdeka, Husein Mutahar juga menciptakan lagu Syukur.

Lagu ini diciptakan di masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda tepatnya pada 7 September 1944 di Semarang.

Lagu yang harus dinyanyikan secara pelan dan khudmat ini adalah cerminana dan keprihatinan akan nasib rakyat yang terjajah.

Dari dokumenn pribadinya, Husein Mutahar mencatat lagu Syukur dibuat serba tujuh. Terlihat dari lirik dan birama, merujuk pada tanggal saat ia membuat lagu tersebut.

Yang menarik, dari arsip pribadi tertanggal 10 April 2001, Husein Mutahar mengubah kata terakhid (lirik) pada stanza kedua yang keiga yang semula kata "Tuan" menjadi "Johan".

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "Johan" diartikan sebagai pahlawan.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/20/080800278/sosok-husein-mutahar-ajudan-soekarno-yang-juga-pencipta-lagu-hari-merdeka

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke