NUNUKAN, KOMPAS.com – Banyaknya buaya bermunculan di Kampung Mamolok, Desa Tanjung Harapan, Nunukan, Kalimantan Utara, mengakibatkan masyarakat selalu waswas saat turun ke air.
Kampung Mamolok merupakan salah satu wilayah penghasil rumput laut terbesar di Kabupaten Nunukan.
Aktivitas para pembudi daya rumput laut tidak bisa lepas dari sungai.
"Belakangan buaya sering kali muncul, itu membuat kami resah. Paling kami hanya bisa menajamkan mata, begitu melihat ada buaya mendekat cepat-cepat keluar dari air, segera lari," ujar Ketua RT 011 Kampung Mamolok, Habir, pada Selasa (31/5/2022).
Banyaknya buaya yang muncul memang bukan hal baru bagi masyarakat setempat.
Bahkan, mereka sering kali melihat sejumlah telur buaya menetas. Saat ini, buaya yang sering muncul dan mendekat di permukiman warga pesisir Mamolok biasanya berukuran mulai 2 meter, dan 2,5 meter, dengan lebar 20–40 sentimeter.
"Biasanya, kalau air besar atau pasang, buaya itu mengejar ayam di bawah kolong rumah warga. Makan ayam mereka," tambah dia.
Kekhawatiran masyarakat sekitar cukup beralasan. Sebab, sekitar 2021, salah satu buaya yang sering muncul di perairan tersebut menarik seorang bocah hingga tewas.
Peristiwa ini pun mengakibatkan kemarahan warga yang akhirnya membunuhnya beramai-ramai.
Padahal, buaya yang dijuluki Cumping tersebut, selama ini akrab dengan warga sekitar. Masyarakat sering memberinya makan ikan saat pulang melaut.
"Ada seekor buaya yang sangat besar sering kami lihat di muara sekitar satu kilometer dari pantai. Ukurannya sepanjang perahu nelayan, itu antara delapan sampai sembilan meter. Tapi, sejauh ini, yang besar tidak pernah mengganggu warga. Yang nakal itu justru yang ukuran dua meteran itu," kata dia.
Para pencuci tali rumput laut biasanya menjadi target buaya. Karena saat mencuci tali di sungai, warga biasanya kurang waspada dan tidak menyadari ada buaya yang datang.
"Kalau korban buaya yang digigit sekitar tiga kasus. Bersyukur mereka bisa melawan dan segera lari ke darat meski beberapa luka akibat gigitan buaya," kata dia.
Banyaknya predator air ganas di Mamolok juga bukan hal aneh, hampir semua orang yang tinggal di Kabupaten Nunukan sudah tahu.
Hanya saja, tidak adanya instansi yang mampu mencarikan solusi banyaknya buaya, menambah kekhawatiran masyarakat.
"Kami mau bagaimana? Melapor ke mana pun di Nunukan ini, paling jawabannya adalah mereka tidak ada kewenangan menangani buaya, hanya bisa mengusir saat buaya naik ke pemukiman, atau menangani korban saat terjadi serangan buaya," keluh Habir.
Warga Mamolok, Kamaruddin, juga mengaku khawatir dengan banyaknya buaya yang bermunculan.
Kamaruddin menuturkan, pada sekitar Oktober 2021, masyarakat sempat heboh karena banyaknya telur buaya yang menetas.
"Kalau ada anaknya, tentu ada induknya, itu yang membuat kami takut-takut juga karena sungai di sini adalah tempat mencuci tali dan anak-anak juga sering mandi-mandi di situ," tutur dia.
Kama mengatakan, jumlah buaya di Mamolok terus bertambah dan semakin besar, yang tentunya membuat rasa trauma masyarakat atas peristiwa buaya Cumping kembali muncul.
"Yang namanya binatang buas tetaplah menyimpan potensi berbahaya bagi warga sekitar. Mudah-mudahan ada solusi," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.