UNGARAN, KOMPAS.com - Alkisah pada zaman dahulu, ada anak penuh luka berpakaian compang-camping yang berada di sebuah desa. Dengan kondisinya tersebut, dia sering dihina dan diusir karena warga desa merasa jijik.
Saat ada pesta, dia diusir oleh warga. Menghadapi orang-orang sombong teraebut, dia menancapkan lidi ke tanah dan membuat sayembara, bahwa tidak ada seorang pun yang bisa mencabutnya.
Benar saja, hampir seluruh penduduk desa tidak ada yang berhasil menarik lidi tersebut. Anak itu kemudian mencabutnya dan dari bekas lidi keluar air sangat banyak, hingga menenggelamkan desa.
Baca juga: Pintu Air Tuntang Dibuka, Petani Rawa Pening Kembali Tanam Padi Setelah 3 Tahun Lahan Terendam
Hanya ada seorang janda tua yang selamat karena merawat sang anak berbadan penuh luka tersebut. Lakon dalam kisah ini dikenal dengan nama Baru Klinthing.
Saat ini, lokasi dalam cerita rakyat tersebut dikenal dengan nama Rawa Pening yang terletak di empat kecamatan, Bawen, Tuntang, Ambarawa, dan Banyubiru di wilayah Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Dalam perkembangannya saat ini, Rawa Pening masuk dalam Danau Prioritas Nasional (DPN) karena kondisinya dianggap kritis. Sehingga dilakukan program revitalisasi untuk mengembalikan fungsi danau tersebut.
Kepala BBWS Pemali Juana Muhammad Adek Rizaldi mengatakan, Rawa Pening memiliki empat fungsi utama.
Yakni, irigasi wilayah Demak dan Grobogan seluas 20,76 ribu hektar, air baku untuk minum 750 liter per detik, pengairan PLTA Jelok dan Timo yang menghasilkan 25,5 megawatt, dan pengendalian banjir.
Namun, upaya revitalisasi tersebut bukannya tanpa masalah. Berdasarkan Kemen PUPR No 365 Tahun 2020 yang mengacu Peraturan Menteri PUPR No 28 Tahun 2015, penetapan garis sempadan 50 meter dari elevasi banjir tertinggi yang pernah terjadi ke arah daratan.
Baca juga: Legenda Asal-usul Rawa Pening dan Pesan Moral
"Namun sebelum tahun tersebut, sudah banyak masyarakat yang memanfaatkan lahan di seputar Rawa Pening, sehingga saat direvitalisasi menjadi terdampak. Padahal tujuan utamanya adalah mengembalikan fungsi danau ini, termasuk mengamankan masyarakat dari banjir," kata Adek, Selasa (10/5/2022) di Rumah Makan Kampung Rawa Ambarawa Kabupaten Semarang Jawa Tengah.
Saat ini, elevasi air di Rawa Pening mencapai 462,7 meter di atas permukaan laut (mdpl). Idealnya untuk bisa melakukan tanam, elevasinya 461,3 mdpl.
Akibatnya, sejak program revitalisasi dimulai petani di sekitar Rawa Pening tak bisa menanam padi karena lahannya terendam.
Suwestiyono, Koordinator Forum Petani Rawa Pening Bersatu (FPRPB) mengatakan akibat revitalisasi sekira 2.000 petani dengan luas lahan 500 hektare di 14 desa tak lagi bisa menanam padi.
"Penutupan pintu air Tuntang menjadikan lahan tergenang, otomatis lahan terendam dan tak bisa menanam. Kami kehilangan pekerjaan selama lebih dari dua tahun, untuk hidup ya harus berhutang," tegasnya.
FPRPB, lanjutnya, terus berjuang agar pintu air Tuntang dibuka. "Kami taat hukum dan mendukung pembangunan. Tapi seharusnya ada solusi terhadap masalah ini, apalagi saat pandemi Covid-19 ekonomi sangat berat dan kami tidak punya pemasukan," kata Suwestiyono.
Baca juga: Perahu Terbalik di Rawa Pening Semarang, Seorang Tewas