TANJUNGPINANG, KOMPAS.com - Perkara dugaan korupsi pengaturan peredaran barang kena cukai berupa rokok dan minuman alkohol dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan tahun 2016-2018 dinyatakan inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Kedua terdakwa, yaitu Bupati nonaktif Bintan Apri Sujadi dan Plt Kepala Badan Pengawasan Bintan Muhammad Saleh Umar dinyatakan menerima putusan yang diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungpinang.
Keputusan majelis hakim juga dinyatakan telah diterima oleh Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Tanjungpinang telah memberikan waktu selama tujuh hari kepada kedua terdakwa dan jaksa penuntut umum untuk pikir-pikir.
Baca juga: Soal Kasus Korupsi Bupati Bintan Nonaktif, KPK Periksa Pengusaha hingga ASN
Kedua pihak dapat menerima ataupun mengajukan banding terhadap vonis yang dijatuhkan.
Humas Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Isdaryanto mengatakan, tidak ada pihak yang mengajukan upaya hukum hingga batas waktu yang diberikan, tepatnya hingga Kamis (28/4/2022).
"Inkrah atau berkekuatan hukum tetap putusan PN, karena kedua belah pihak menerima. Sampai hari terakhir Kamis lalu, sesuai konfirmasi kepaniteraan Tipikor, enggak ada upaya hukum," kata Isdaryanto, saat dihubungi, pada Selasa (3/5/2022).
Tim Majelis Hakim sebelumnya telah menjatuhkan vonis 5 tahun kurungan penjara terhadap Apri Sujadi dan Muhammad Saleh Umar, dalam sidang beragenda pembacaan putusan, Kamis (21/4/2022) sore.
Ketua Majelis Hakim, Riska Widyana menyampaikan Apri terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP, terkait menyalahgunakan atau menyelewengkan kedudukannya.
"Mengadili terdakwa Apri Sujadi terbukti secara sah bersalah. Memutuskan menjatuhkan 5 tahun pidana penjara. Masa penahanan dikurangkan dari pidana yang sudah dijalani," kata Riska.
Vonis hakim satu tahun lebih tinggi dibandingkan dengan tuntutan Jaksa, yakni 4 tahun penjara.
Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa denda sebesar Rp 200 juta dengan subsider 4 bulan.
Kemudian, Apri juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp 265 juta.
Namun, uang tersebut telah dibayarkan ke kas negara oleh Apri saat masih menjalani pemeriksaan di KPK.
Dalam putusannya, majelis hakim juga menolak tuntutannya jaksa yang meminta agar hak politik Apri dipilih oleh publik dicabut.
Sebelumnya, jaksa penuntut KPK menuntut mencabut hak politik Apri selama 3 tahun, setelah menjalani pidana pokok.