Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berawal Iseng, Warga Kampung Wonosari Lampung Tengah Jadi Eksportir Cabai Jawa

Kompas.com - 15/03/2022, 16:08 WIB
Tri Purna Jaya,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

LAMPUNG, KOMPAS.com - Mayoritas penduduk di Kampung Wonosari, Kecamatan Gunung Sugih, Lampung Tengah kini menjadi petani sekaligus eksportir cabai jawa alias cabe jamu.

Komoditas cabai jawa kering dikirim ke ke Asia Timur dan Timur Tengah, dengan peminat paling banyak dari China.

Membaca tulisan cabai jawa, ini tidak seperti cabai rawit atau cabai keriting yang biasa kita tambahkan ke tanaman.

Dikutip dari Kompas.com edisi 12 Juni 2019, Sejarawan kuliner Fadly Rahman mengatakan bahwa cabe jamu atau cabai jawa memiliki nama latin Piper retrofractum vahl. Ini merupakan tanaman dari genus lada dan sirih-sirihan yang punya sifat sebagai rempah pemedas untuk mengolah makanan.

Baca juga: Tak Penuhi Syarat, Sejumlah Komoditas Ekspor dari Lampung Dikembalikan

Bentuknya sedikit mirip cabai, memiliki warna hijau ketika muda, dan berwarna kemerahan ketika matang. Namun berbeda dengan cabai pada umumnya yang memiliki permukaan yang licin, cabe jamu memiliki tekstur berbintik.

“Mengingat pada masa kuno tanaman ini banyak tumbuh di wilayah Jawa, pada masa lalu orang-orang Jawa menyebutnya cabya atau cabe jawa," kata Fadly.

Produk perdagangan cabai jawa adalah untai yang dikeringkan, berguna sebagai bumbu masak dan berkhasiat untuk pengobatan. Khasiat inilah yang membuat cabai jawa diminati pasar luar negeri.

Kepala Kampung Wonosari Sukadi mengatakan, kondisi geografis kampung Wonosari dekat dengan irigasi. Sehingga, pertanian padi menjadi pendapatan utama penduduk.

"Namun ada beberapa lokasi yang cukup tinggi yang tidak bisa dialiri air," kata Sukadi usai Bimbingan Teknis Ekspor Rempah-rempah yang ditaja Balai Karantina Pertanian Lampung di balai desa setempat, Senin (3/14/2022).

Dari beberapa konsultasi, Sukadi pun mengusulkan kepada warga agar menanam cabai jawa tersebut. Alasannya pangsa pasar cabai jawa sudah ada.

"Cabai jawa ini bukan untuk bahan masakan, tapi untuk jamu. Nah, pedagang jamu ini banyak dan juga butuh banyak pasokan," kata Sukadi.

Dari yang awalnya hanya 10 batang pohon cabai jawa untuk uji coba, kini lebih dari 3.000 batang.

Bimbingan teknis ekspor cabai jawa yang ditaja Balai Karantina Pertanian Lampung di Kampung Wonosari, Lampung Tengah.KOMPAS.COM/TRI PURNA JAYA Bimbingan teknis ekspor cabai jawa yang ditaja Balai Karantina Pertanian Lampung di Kampung Wonosari, Lampung Tengah.

"Jumlah penduduk di kampung ini sekitar 500 KK, 90 persennya kini juga bertani cabai jawa. Jadi sekitar 450 KK petani cabai jawa," kata Sukadi.

Nilai jual cabai jawa kering di pasaran cukup menggiurkan, yakni Rp 50.000 untuk satu kilogramnya. Selain itu, dalam setahun petani bisa memanen sebanyak tiga kali.

"(Pendapatan) tambahannya malah lebih bagus dibanding penghasilan utama," kata Sukadi.

Kepala Bagian Ekspor PT Aman Jaya Bambang Sutejo mengatakan, pangsa pasar cabai jawa ini sangat besar di luar negeri, khusus di Asia Timur dan Timur Tengah.

"Negara peminat cabai jawa ini antara lain China, Arab Saudi, hingga India," kata Bambang.

Bambang mengatakan, permintaan cabai jawa ini sangat banyak mencapai hingga 2 juta kilogram per periode.

"Bahkan kami selaku eksportir sampai kewalahan, permintaan banyak namun barangnya sedikit," kata Bambang.

Di pasar dunia, kata Bambang, cabai jawa ini diminati karena reputasinya sebagai bahan rempah-rempah untuk konsumsi kesehatan.

Namun, untuk bisa diterima oleh pasar luar negeri ini perlu diperhatikan sejumlah persyaratan, mulai dari penanaman hingga pengemasan.

"Misalnya pakai pestisida, ini bisa ditolak karena ekspor ke luar negeri komoditas harus bebas dari campur tangan bahan kimia," kata Bambang.

Ilustrasi cabai jawaSHUTTERSTOCK/WASANAJAI Ilustrasi cabai jawa

Kepala Balai Karantina Pertanian Lampung Moh Jumadh menerangkan, ekspor tidak hanya bisa dilakukan oleh eksportir partai besar, tetapi juga langsung dari petani.

"Tidak perlu banyak-banyak, sekilo, dua kilogram, tiga kilogram pun bisa dilakukan sekarang. Sudah mudah, dengan digital marketing yang pangsa pasarnya langsung ke luar negeri," kata Jumadh.

Sebagai keterjaminan ekspor ini diterima oleh masyarakat internasional, Jumadh menambahkan, kualitas harus tersertifikasi.

"Kita sertifikasi kualitas calon ekspor itu, agar tetap terjamin diterima di negara tujuan," kata Jumadh.

Baca juga: Perdagangan Sisik Trenggiling Rp 1,4 Miliar Digagalkan Polda Lampung

Cabai jawa atau cabe jamu adalah salah satu tanaman herbal yang memiliki khasiat untuk kesehatan.

Kandungan senyawa di dalamnya mampu mengatasi gangguan lambung, sakit gigi, batuk, asam urat, darah rendah, serta mampu menghangatkan dan mengurangi rasa sakit pada tubuh.

Adapun senyawa tersebut berupa piperin, asam palmitik, asam tetrahidropiperik, piperidin, minyak atsiri, dan sesamin.

Saat ini cabai jawa asal Provinsi Lampung menjadi salah satu hasil pertanian yang cukup diminati di pasar ekspor.

Dalam program Iqfast (Indonesia Quarantine Full Automation System) Badan Karantina Pertanian (Barantan) di Karantina Pertanian Lampung, tercatat frekuensi ekspor cabe jawa di Provinsi Lampung tahun 2019, 2020, dan 2021 berturut-turut 9, 33, dan 6 kali.

Sedangkan volume ekspornya tahun 2019 sebesar 48,312 ton, tahun 2020 sebesar 459,034 ton, dan tahun 2021 sebesar 50,170 ton.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Napak Tilas 2 Abad Traktat London, BI Pamerkan Uang Kuno

Napak Tilas 2 Abad Traktat London, BI Pamerkan Uang Kuno

Regional
2 Pembeli Cula Badak Taman Nasional Ujung Kulon Ditangkap

2 Pembeli Cula Badak Taman Nasional Ujung Kulon Ditangkap

Regional
Aniaya 2 'Debt Collector', Aiptu FN Sudah Jadi Tersangka

Aniaya 2 "Debt Collector", Aiptu FN Sudah Jadi Tersangka

Regional
Kunci di Balik Kegigihaan Ernando Ari, Ada Doa Ibu yang Tak Pernah Padam

Kunci di Balik Kegigihaan Ernando Ari, Ada Doa Ibu yang Tak Pernah Padam

Regional
Karyawan Warung Bakso di Semarang Perkosa Rekan Kerjanya, Pelaku: Saya Nafsu

Karyawan Warung Bakso di Semarang Perkosa Rekan Kerjanya, Pelaku: Saya Nafsu

Regional
Cerita Pilu Kasus Adik Aniaya Kakak di Klaten, Ibu yang Sakit Stroke Tak Tahu Anaknya Tewas

Cerita Pilu Kasus Adik Aniaya Kakak di Klaten, Ibu yang Sakit Stroke Tak Tahu Anaknya Tewas

Regional
Tolak Kenaikan UKT, Ratusan Mahasiswa Unsoed Geruduk Rektorat

Tolak Kenaikan UKT, Ratusan Mahasiswa Unsoed Geruduk Rektorat

Regional
Tanggapan RSUD Ulin Banjarmasin Usai Dilaporkan atas Kasus Malapraktik

Tanggapan RSUD Ulin Banjarmasin Usai Dilaporkan atas Kasus Malapraktik

Regional
Soal Iuran Dana Pariwisata di Tiket Pesawat, Sandiaga Uno: Tak Akan Ada Tindak Lanjut

Soal Iuran Dana Pariwisata di Tiket Pesawat, Sandiaga Uno: Tak Akan Ada Tindak Lanjut

Regional
Perjuangan Reni Obati Putrinya Positif DBD hingga Meninggal Dunia, Panas Tinggi Capai 45 Derajat

Perjuangan Reni Obati Putrinya Positif DBD hingga Meninggal Dunia, Panas Tinggi Capai 45 Derajat

Regional
Kronologi Terbakarnya 4 Kapal Ikan di Cilacap, 1 ABK Tewas

Kronologi Terbakarnya 4 Kapal Ikan di Cilacap, 1 ABK Tewas

Regional
3 Pemuda Ditangkap Polisi Saat Asyik Main Judi 'Online' di Warung Kopi

3 Pemuda Ditangkap Polisi Saat Asyik Main Judi "Online" di Warung Kopi

Regional
Kronologi Suami di Demak Ajak Adik Bunuh Pria yang Lecehkan Istrinya

Kronologi Suami di Demak Ajak Adik Bunuh Pria yang Lecehkan Istrinya

Regional
Aceh Utara Terima 562 Formasi ASN pada 2024

Aceh Utara Terima 562 Formasi ASN pada 2024

Regional
Jalan Raya di Bandung Barat Tertimbun Longsor, Lalu Lintas Bandung-Purwakarta Tersendat

Jalan Raya di Bandung Barat Tertimbun Longsor, Lalu Lintas Bandung-Purwakarta Tersendat

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com