Peninggalan Portugis di Tanah Kaili adalah berupa bentuk dan model pakaian. Sampai sekarang, model dan bentuk pakaian masyarakat Kaili yang berdomisili di wilayah bekas Kerajaan Kulawi (80 km dari Kota Palu) memiliki persamaan dengan pakaian Portugis.
Selain itu masyarakat Kaili mendapat kunjungan dari bangsa Melayu Tua dan menetap di pedalaman. Mereka melakukan perkawinan dengan penduduk setempat.
Sampai sekarang, keturunannya memiliki kulit bersih dan memiliki selera makan berbeda dengan penduduk asli.
Pada masa penjajahan, Belanda pertama kali datang ke Palu pada masa Raja Maili (Mangge Risa).
Dalam perang Kayumalue, Raja Maili terbunuh oleh Belanda dan jenazahnya di bawa ke Palu. Rajai Maili digantikan oleh Raja Jodjokodi. Pada 1 Mei 1888, Raja Jodjokodi menandatangi perjanjian pendek dengan Pemerintah Hindia Belanda.
Selain itu, Pemerintah Hindia Belanda juga mengadakan perjanjian dengan raj-raja lain.
Baca juga: Orkestra OCAS Spanyol Pukau Masyarakat Kota Palu
Pada akhirnya, pada 1863 sampai 1908, kerajaan-kerajaan di Tanah Kaili telah dikuasi Belanda dengan cara perjanjian, baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Belanda melaksanakan misi perdagangan yang bersifat monopoli serta politik yang bersifat mengadu domba. Raja-raja di Tanah Kaili memiliki kekuasaan terbatas dalam mengurus rumah tangganya sendiri.
Setelah kerajaan dikuasai Hindia Belanda dibuat perjanjian Lange Kontrak yang kemudian berubah menjadi Korte Verklaring. Sampai wilayah Palu menjadi daerah administratif pada 25 Februari 1940.
Kota Palu termasuk Afdeling (setingkat kabupaten) Donggala yang kemudian terbagi menjadi lebih kecil menjadi Onder Afdeling (setingkat kawedanan) Palu dengan ibu kotanya Palu. Wilayah ini meliputi Landschap Palu yang mencakup distrik Palu Timur, Palu Tengah, dan Palu Barat.
Masa pergerakan nasional di Palu ditandai dengan berdirinya organisasi Serikat Islam (SI). Organisasi ini berdiri pada tahun 1917 di bawah kepemimpinan Yoto Dg Pawindu DS yang mendapat sambutan dari masyarakat.
Baca juga: Apa Itu Fenomena Likuifaksi?
Balanda menganggap SI sebagai ancaman, maka mereka mendirikan organisasi tandingan dengan menghasut Raja Palu, Parampasi. Raja Palu membentuk Persatuan Raja Palu dan aparatnya.
Namun, pengaruh SI semakin meluas hingga kerajaan Dolo dan mendapatkan dukungan dari Raja Dolo Datu Pamusu.
Pada masa pendudukan Jepang di Kota Donggala dan Palu, peranan raja-raja hanya sekedar pembantu pemerintah Jepang. Para raja diperalat untuk mengerahkan tenaga rakyat untuk bekerja demi penyediaan perbekalan perang.
Setelah kemerdekaan, pertumbuhan Kota Palu semakin meningkat. Dimana, masyarakat berhasrat untuk lebih maju dari masa penjajahan dengan tekad membangun daerahnya.