Wulan mengatakan tertarik menjadi trainer di agen penyalur Maid Online setelah melihat iklan di sosial media, Instagram.
Dalam proses perekrutan, kata Wulan, ia diwawancara dengan posisi sebagai trainer untuk mengajarkan para pembantu tugas-tugas yang harus mereka kerjakan.
Dari wawancara itu, ia juga mengetahui bahwa CEO agen penyalur ini adalah seorang ustaz asal Afrika dan istrinya yang bertindak sebagai manajer, perempuan asal Malaysia, yang disebutkan punya kontak dengan kalangan atas di Negeri Jiran itu.
Dalam waktu kurang dari satu minggu kemudian, ia diterima, walaupun tak punya pengalaman melatih pembantu. Wulan tiba di Malaysia dengan visa turis di penghujung 2019.
Baca juga: Cerita TKW Neti, Hilang di Malaysia Sejak 2001, Ternyata Jadi Pembantu Tanpa Gaji Selama 8 Tahun
Ia kemudian mengaku mendapatkan visa pekerja tanpa harus ke imigrasi dan dengan hanya difoto di tempat kerjanya.
Tujuan suami istri ini memanfaatkan Maid Online, kata Wulan, seperti yang mereka ceritakan sendiri, adalah memperluas bisnis penyalur pembantu rumah tangga ke Singapura, Arab Saudi dan Dubai.
Saat mulai bekerja, Wulan mengerahui jika penyalur ini telah beroperasi mengirimkan pembantu ke Singapura, dengan cara membawa dua orang agar dapat dipilih langsung oleh calon majikan. Mereka memilih Singapura karena membayar lebih banyak.
Tugas utama Wulan adalah memeriksa dan menyita semua dokumen begitu mereka tiba, termasuk paspor, KTP, kartu keluarga, ijazah, uang, telepon seluler, foto keluarga.
Baca juga: 2 Perempuan Ditangkap Saat Akan Berangkatkan TKW Ilegal ke Malaysia
Serta mengambil barang-barang dari dukun seperti tanah diikat kain. Terkadang ada juga benda tajam, yang juga dianggap seperti jimat yang dapat digunakan sebagai pelindung."
Ia juga mejelaskan kepada para calon pembantu tentang pekerjaan mereka dan gaji yang mereka terima yakni berkisar antara RM1.000 sampai RM1.500 (Rp 3,3 juta sampai Rp 5 juta).
Dalam tahap awal itu, mereka juga diberitahu bahwa gaji yang mereka terima akan dipotong RM300 (R p1 juta) pada tiga bulan pertama untuk menutup biaya perjalanan mereka dari Indonesia ke Malaysia.
"Mereka diberitahu tidak diizinkan menelepon keluarga dan diajari cara menjawab saat diwawancara oleh calon majikan," cerita Wulan.
Baca juga: 2 Bulan Terkatung-katung di Taiwan, Jenazah TKW Suprihatin Akhirnya Dikuburkan di Blitar
Izin kerja sementara dan asuransi baru diberikan setelah tiga bulan bekerja dengan seorang majikan.
Namun dalam periode inilah, timbul masalah karena banyak PRT yang melarikan diri.
Wulan mengatakan selama enam bulan di Malaysia, 10 orang PRT telah melarikan diri. Sejumlah di antaranya hanya bertahan dua hari bekerja.
"Contohnya, ada yang butuh PRT, tapi dia tidak tahu harus gendong ibu majikan karena sudah lansia. Ada [majikan] yang bilang rumahnya kecil, ternyata besar sekali, tidak mungkin satu PRT yang bersihin rumah, perlu dua atau tiga PRT tapi majikan tidak mau," cerita Wulan.
Larinya para pekerja ini berakhir dengan kekerasan verbal. "Dikata-katain, kamu bodoh, jelek miskin, jambak rambut, cubit, yang paling kasar digampar, dilempar barang," kata Wulan.
"Kalau bos lihat, sudah diajarin masih salah, lalu dipukul tangan, kekerasan dengan kata-kata tidak pantas, bahkan dia tahu bahasa Indonesia seperti 'anjing, tolol, goblok'," tambah dia.
Baca juga: Gaji Sulikah, TKW Asal Madiun yang Disiksa Majikan di Malaysia, Akhirnya Dibayar
"Pembantu itu menangis karena tidak tahu harus berbuat apa karena bicara pun dimarahin, tidak ada kebebasan untuk menjelaskan," katanya lagi.
Perempuan berusia 20-an ini juga mengatakan ketika dihadapkan pada situasi seperti itu, ia tidak bisa berbuat apapun dan dituntut untuk ikut marah-marah seperti mereka.
Menurutnya di tempat penampungan inilah, para pekerja membuat buku harian untuk menumpahkan perasaaan mereka.