"Jadi, cerita dari karya tersebut waktu itu Pak S Sudjojono dipesan Pak Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin 1973 dalam rangka peresmian museum sejarah Jakarta untuk membuat karya Sultan Agung," kata Santy.
Ketika S Sudjojono membuat karya tersebut melakukan riset ke Belanda, Jakarta dan Solo. S Sudjojono selalu membuat sketsa.
Tetapi sketsa untuk karya Sultan Agung ini paling banyak dan risetnya paling mendalam.
Termasuk di antaranya ketentuan dari tim Provinsi DKI Jakarta agar Sudjojono membagi lukisan ini menjadi tiga panel yang melukiskan tiga adegan yang menggambarkan kebesaran Sultan Agung, pertempuran Mataram melawan Belanda dan JP Coen.
"Datanya harus akurat. Jadi, dia dikasih buku macam-macam, harus datang ke Solo, penggambaran Sultan Agung harus benar, tata cara kasultanan harus benar tentu dia harus tahu cerita sejarahnya tidak boleh salah. Dia riset ke Belanda juga kebetulan Pak Sudjojono diundang pameran ke Belanda, jadi sekalian. Karena materi yang dia dapat kebanyakan dari Belanda," ungkap dia.
Riset yang dilakukan S Sudjojono untuk karya Sultan Agung di Belanda berlangsung selama tiga bulan. S Sudjojono kemudian membuat 38 sketsa studi.
"Sesudah itu dia membuat karyanya tujuh bulan. Dia juga sempat dibilang oleh tim Jakarta coba ke Solo karena harus mempelajari Sultan Agung tata cara semua keraton dan segala macam. Jadi, dia ke Solo beberapa hari," kata Santy.
Baca juga: Tanggul Anak Sungai Bengawan Solo Jebol, Ratusan Hektar Pertanian Warga di Bojonegoro Terendam
Pameran Mukti Negeriku! Perjuangan Sultan Agung melalui Goresan S Sudjojono diselanggarakan di Tumurun Private Museum sebagai napak tilas.
Selain dalam rangka Kemerdekaan, kerjaan Mataram setelah wafatnya Sultan Agung terpecah menjadi empat kerajaan salah satunya Kasunanan Surakarta.
"Jadi, Pak Iwan (Pendiri Tumurun Private Museum) juga bilang ini anggap saja kembalinya Sultan Agung ke Solo. Kita pilih judul mukti negeriku itu mukti artinya jayalah negeriku. Karena kita melihat Sultan Agung dan Sudjojono dua-duanya pencipta Indonesia. Jadi nasionalis dua-duanya," kata Santy.
S Sudjojono yang dijuluki Bapak Seni Lukis Indonesia ini melahirkan sebuah rumusan perihal “jiwa kethok” atau jiwa tampak atau seni jiwa ini, mampu berikan pelajaran bagi generasi pelukis Indonesia saat ini.
"Kalau Sultan Agung jelas dia pejuang. Soalnya Mataram sangat maju di bawah kepemimpinannya beliau. Dia itu raja ketiga tapi ekonominya sangat maju, terus ekspansi wilayahnya juga sangat luas sampai ke luar Jawa," kata dia.
Santy mengungkap workshop sketch S Sudjojono sangat penting karena seniman baru terlihat karyanya bagus kalau sketsanya bagus.
"Kebetulan pameran kita ini fokusnya sketsa ke-38 dan tentang lukisan itu. Maksudnya untuk generasi muda bagaimana mereka merespons sketsa mereka melihat Sudjojono terus mereka respons dengan relevansi sekarang. Bagaimana mereka menangkap pesan dari pameran ini," kata Santy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.