Salin Artikel

Mengikuti Jejak S Sudjojono Lewat Workshop Sketsa "Sketch Like Sudjojono" di Tumurun Private Museum

SOLO, KOMPAS.com - Workshop sketsa bertajuk “Sketch Like Sudjojono” kolaborasi antara Tumurun Private Museum, S. Sudjojono Center dan Bentara Budaya diselenggarakan di Tumurun Private Museum Solo, Jawa Tengah.

Putri Sudjojono sekaligus perwakilan dari S Sudjojono Center, Maya Sudjojono mengatakan, workshop ini untuk menyampaikan kepada generasi muda seorang S Sudjojono pada saat mendapat order dari DKI Jakarta tahun 1974 serius menanganinya dan detail.

S Sudjojono melakukan riset di Indonesia dan Belanda serta Solo.

Sehingga karya dalam proses pembuatan lukisan yang dituangkannya dalam ke-38 sketsa studi tidak ada yang mengarang.

"Jadi, dalam pertempuran Sultan Agung dengan Jan Pieterszoon Coen Pak S Sudjojono itu punya segala alasan untuk sebagai orang Indonesia memihak ya. Tetapi, sebagai seniman tidak mau. Dan di situ Pak S Sudjojono adalah orang yang sangat nasionalis sehingga kalau kita lihat lukisannya 3 x 10 meter, beliau menggambarkan bagaimana posisinya Sultan Agung sebagai raja yang luar biasa. Sehingga ditulisan S Sudjojono bagaimana Sultan Agung itu punya karisma kalau dia menoleh itu seperti singa," kata Maya, dalam Workshop sketsa "Sketch Like S Sudjojono di Tumurun Private Museum, Minggu (23/1/2022).

Dalam lukisan itu juga, S Sudjojono menggambarkan Sultan Agung mengirimkan Kiai Rangga untuk bernegosiasi, diplomasi dengan JP Coen.

Mereka sudah berbicara dengan sikap yang sama derajatnya. Padahal, pada zaman itu masih kolonialisme.

"Itu yang S Sudjojono ingin sampaikan bahwa bangsa kita itu sederajat dengan bangsa asing. Tapi, kita harus punya harga diri, tapi juga lebih baik berperang, tapi lebih baik berembug satu kali dari pada berperang," ungkap dia.

"Dan dilukisan ini S Sudjojono tidak ada darah satupun, padahal ini pertempuran luar biasa kalau dilihat dari pelajaran sejarah," lanjut dia.

Jevi Alba, seorang sketcher yang tergabung dalam Komunitas Solo Sketcher dan Komunitas Cat Air (KOLCAI) Solo mengatakan, seorang seniman harus memiliki sketsa yang kuat seperti yang dilakukan oleh S Sudjojono.

"Sketsa itu sangat berimbas besar seperti kekaryaan. Paling tidak pelukis atau seniman atau desiner harus mempunyai sketsa yang kuat. Karena beliau (S Sudjojono) melakukan riset sketsanya memang luar biasa sekali," kata dia.

Selama ini, banyak pelukis dan seniman yang cenderung langsung menuangkan ekspresinya ke media kanvas. Mereka sedikit sekali yang melakukan riset.

"Jadi, untuk bahan riset, bahan data itu sangat minim sekali. Karena ada anggapan sketsa itu adalah bisa dikatakan karya yang berdiri sendiri atau sebagai seni terapan. Pak S Sudjojono ini kan melakukan riset-risetnya untuk dituangkan atau diekspresikan ke media kanvas. Jadi, hasil akhir sketsa akan nyambung ke media kanvas," kata dia.

Mengenai alasan S Sudjojono sebagai rujukan dalam workshop sketsa, kata Jevi, S Sudjojono melakukan riset sampai ke Belanda demi sebuah karya yang monumental.

Pihaknya berharap melalui kegiatan tersebut generasi pelukis Indonesia lebih banyak mengekspresikan sketsa sebelum menuangkannya ke media kanvas.

Sehingga memunculkan "Sudjojono-Sudjojono" berikutnya.

"Sketsanya melalui riset tidak asal-asalan. Ada riset ada data itu lebih monumental," ungkap dia.

Lebih lanjut, workshop sketsa "Sketch Like Sudjojono" diikuti sekitar 30 peserta dari berbagai kalangan.

Mereka membuat sketsa lukisan karya S Sudjojono dengan menggunakan media kertas dan pensil.

Salah satu peserta workshop, Dea Amanda (21) mengatakan, alasan mengikuti workshop untuk menambah pengetahuan.

"Menurut aku workshop kaya gini banyak manfaatnya. Soalnya bisa dapat pengetahuan juga. Karena setiap skatcher punya style masing-masing, jadi kita bisa brandinglah. Kita bisa ambil baiknya buat evaluasi sketsa kita," ungkap dia.

Mahasiswi semester lima jurusan Arsitektur UMS Solo itu menambahkan, tertarik dengan hasil sketsa S Sudjojono karena detail.

"Goresan teknik dia menggaris dan style sketsanya itu cukup menarik sih. Jadi, ciri khas juga," kata dia.

Kurator Pameran Mukti Negeriku! Perjuangan Sultan Agung melalui Goresan S Sudjojono, Santy Saptari mengatakan, pameran Mukti Negeriku! Perjuangan Sultan Agung melalui Goresan S Sudjojono dimulai pada 28 Agustus 2021 dan berlangsung 28 Februari 2022.

Pameran ini fokus menampilkan karya Sultan Agung dan ke-38 sketsa.

"Jadi, cerita dari karya tersebut waktu itu Pak S Sudjojono dipesan Pak Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin 1973 dalam rangka peresmian museum sejarah Jakarta untuk membuat karya Sultan Agung," kata Santy.

Ketika S Sudjojono membuat karya tersebut melakukan riset ke Belanda, Jakarta dan Solo. S Sudjojono selalu membuat sketsa.

Tetapi sketsa untuk karya Sultan Agung ini paling banyak dan risetnya paling mendalam.

Termasuk di antaranya ketentuan dari tim Provinsi DKI Jakarta agar Sudjojono membagi lukisan ini menjadi tiga panel yang melukiskan tiga adegan yang menggambarkan kebesaran Sultan Agung, pertempuran Mataram melawan Belanda dan JP Coen.

"Datanya harus akurat. Jadi, dia dikasih buku macam-macam, harus datang ke Solo, penggambaran Sultan Agung harus benar, tata cara kasultanan harus benar tentu dia harus tahu cerita sejarahnya tidak boleh salah. Dia riset ke Belanda juga kebetulan Pak Sudjojono diundang pameran ke Belanda, jadi sekalian. Karena materi yang dia dapat kebanyakan dari Belanda," ungkap dia.

Riset yang dilakukan S Sudjojono untuk karya Sultan Agung di Belanda berlangsung selama tiga bulan. S Sudjojono kemudian membuat 38 sketsa studi.

"Sesudah itu dia membuat karyanya tujuh bulan. Dia juga sempat dibilang oleh tim Jakarta coba ke Solo karena harus mempelajari Sultan Agung tata cara semua keraton dan segala macam. Jadi, dia ke Solo beberapa hari," kata Santy.

Pameran Mukti Negeriku! Perjuangan Sultan Agung melalui Goresan S Sudjojono diselanggarakan di Tumurun Private Museum sebagai napak tilas.

Selain dalam rangka Kemerdekaan, kerjaan Mataram setelah wafatnya Sultan Agung terpecah menjadi empat kerajaan salah satunya Kasunanan Surakarta.

"Jadi, Pak Iwan (Pendiri Tumurun Private Museum) juga bilang ini anggap saja kembalinya Sultan Agung ke Solo. Kita pilih judul mukti negeriku itu mukti artinya jayalah negeriku. Karena kita melihat Sultan Agung dan Sudjojono dua-duanya pencipta Indonesia. Jadi nasionalis dua-duanya," kata Santy.

S Sudjojono yang dijuluki Bapak Seni Lukis Indonesia ini melahirkan sebuah rumusan perihal “jiwa kethok” atau jiwa tampak atau seni jiwa ini, mampu berikan pelajaran bagi generasi pelukis Indonesia saat ini.

"Kalau Sultan Agung jelas dia pejuang. Soalnya Mataram sangat maju di bawah kepemimpinannya beliau. Dia itu raja ketiga tapi ekonominya sangat maju, terus ekspansi wilayahnya juga sangat luas sampai ke luar Jawa," kata dia.

Santy mengungkap workshop sketch S Sudjojono sangat penting karena seniman baru terlihat karyanya bagus kalau sketsanya bagus.

"Kebetulan pameran kita ini fokusnya sketsa ke-38 dan tentang lukisan itu. Maksudnya untuk generasi muda bagaimana mereka merespons sketsa mereka melihat Sudjojono terus mereka respons dengan relevansi sekarang. Bagaimana mereka menangkap pesan dari pameran ini," kata Santy.

https://regional.kompas.com/read/2022/01/24/053121778/mengikuti-jejak-s-sudjojono-lewat-workshop-sketsa-sketch-like-sudjojono-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke