Omah gentheeng saponono
Cagak pilar kapuren putih
Abot entheng lakonono
Ati susah bakale pulih
(Rumah genteng sapukan / tiang pilar dicat putih // Berat ringan lakukan / hati susah bakal pulih//)
2. Wangsalan
Wangsalan merupakan rangkaian kata yang digunakan untuk menyampaikan pesan secara simbolik. Wangsalan berisi kalimat tebak-tebakan, namun jawabannya tersandikan dalam kode-kode kata.
Wangsalan bisa berupa satu kalimat, bisa juga berupa tembang yang terdiri dari dua bait.
Baca juga: Kesaktian Kebudayaan Indonesia
Berikut beberapa contoh wangsalan:
Roning mlinjo, sampun sayah nyuwun ngaso (roning mlinjo: so-dadi ngaso)
Jenang gula, kowe aja lali (Jenang gula: glali-dadi aja lali)
Kembang jambu, kemaruk nduwe dolanan anyar
(Kembang jambu: karuk-dadi kemaruk)
3. Purwakanthi
Purwankanthi adalah majas yang berupa ulangan bunyi awal pada kata yang berurutan. Purwakanthi banyak ditemukan dalam puisi Jawa.
Purwakanthi terbagi dalam tiga jenis, yaitu guru swara, guru sastra, dan lumaksita.
Contoh purwakanthi:
Ana bungah, ana susah iku wis lumrah (ada senang, ada susah itu sudah biasa)
Becik ketitik, ala ketara (baik dan buruk akan terlihat)
Ana awan, ana pangan (ada awan, pasti ada makanan)
Baca juga: Pasangan Aksara Jawa, Contoh Penggunaan, dan Aturan Penulisan
4. Cangkriman
Sama seperti wangsalan, cangkriman juga merupakan susunan kalimat yang berupa tebak-tebakan. Hanya saja, cangkriman tidak menyertakan kode jawaban sehingga harus ditebak oleh pendengar.
Contoh cangkriman:
Ana gajah numpak becak, ketok apane? - ketok mbujuke (ada gajah naik becak, kelihatan apanya? - kelihatan bohongnya)
Dikethok malah duwur, apa? - celana (dipotong malah tinggi, apa? - celana)
Sumber:
Buku Kawruh Basa Jawa, Angger Maulana dan Abi Tofani
Buku Telaah Kesusastaan Jawa Modern, Suripan Sadi Hutomo (1975)
blasemarang.kemenag.go.id