KOMPAS.com - Gereja Blenduk adalah gereja tertua di Jawa Tengah yang menjadi bangunan bersejarah sarat dengan benda-benda berusia lebih dari 200 tahun.
Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Immanuel Semarang tersebut berada di Jalan Letjen Suprapto Nomor 32 Semarang, tepatnya berada di kasawan Kota Lama Semarang.
Pada tahun 1705, kawasan tersebut sempat menjadi pusat Pemerintahaan Kolonial Belanda di Semarang dan dikenal dengan nama Belanda Kecil atau Little Netherland.
Kala itu, Semarang menjadi pelabuhan penting bagi pemerintahan kolonial.
Baca juga: Sejarah Gereja Blenduk, Salah Satu Ikon Kota Lama Semarang
Bangunan gereja yang dikenal dengan nama Gereja Blenduk berawal dari rumah panggung berasitektur Jawa yang didirikan tahun 1753.
Hal tersebut bisa terlihat di inkripsi tulisan yang tertera di salah satu baguan gereja yang berwarna putih polos tersebut.
Lalu pada tahun 1787 hingga 1794, dilakukan perubahan struktur bangunan mengikuti pola arsitektur gereja-gereja Protestan di Eropa.
Baca juga: Gema Kidung Natal Berbahasa Madura di Gereja Sumberpakem Jember
Bangunan utama berbentuk segi delapan atau oktagonal didirikan di atas lahan seluas 400 meter persegi.
Dikutip dari Indonesia.go.id, arsitek dari Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang Moedjiono pernah melakukan penelitian terhadap bangunan bersejarah itu.
Ia mengatakan desain arsitektur oktagonal mencerminkan delapan penjuru mata angin. Terdapat tambahan transep pada empat penjuru yaitu bagian barat, selatan, utara, dan timur.
Transep merupakan bangunan transisi antara bagian luar dan dalam gereja berbentuk bilik atau kamar.
Baca juga: Banyak Jemaat Ikut Misa Natal, Katedral Ambon Sediakan Tenda di Depan Gereja
Keempat transep pada Gereja Immanuel Semarang ini diperuntukkan bagi beberapa pemanfaatan.
Seperti transep barat salah satunya difungsikan sebagai konsistori atau kamar khusus pendeta sebelum memimpin kebaktian.
Tepat di depan kamar pada transep barat ini terdapat mimbar khotbah terbuat dari kayu jati berbentuk oktagonal setinggi 5 meter.
Pada mimbar khotbah ini juga terdapat sebuah Alkitab terbitan 1748.
Sementara Transep timur difungsikan sebagai akses menuju balkon jemaat dengan tambahan anak tangga.
Baca juga: Misa di Gereja Katedral Semarang Terapkan Prokes Ketat, Jemaat Diberi Kartu Khusus
Alat musik orgel dari era Renaisans ini terdiri dari ratusan tabung besi beragam ukuran berwarna perak dan merupakan organ pipa yang didesain oleh P Farwangler dan Hummer, seniman orgel asal Belanda.
Ada juga sebuah tangga besi tempa berulir warna hitam dengan motif ukiran yang dibawa langsung dari pabriknya di Den Haag Belanda menjadi akses menuju ruang orgel.
Baca juga: Pemuda Muslim Jaga Ibadah Natal Sejumlah Gereja di Ambon
Transep terakhir, yaitu bagian selatan dengan desain memanjang digunakan sebagai akses jemaat memasuki ruang kebaktian.
Pada transep selatan ini juga dibangun pintu masuk utama dengan maksud untuk menghindari terpaan sinar matahari langsung dari arah timur.
Moedjiono menjelaskan, jika dilihat dari udara, maka denah gereja akan membentuk pola seperti salib Yunani dengan ruang kebaktian sebagai titik sentral dari transep.
Baca juga: Gereja Kotabaru Yogyakarta Larang Umat Bawa Tas Ransel Saat Misa Natal
Buku itu menyebutkan bahwa desain Gereja Immanuel Semarang terinspirasi pada Gereja St Paul di London karya Sir Christopher Wren.
Kala itu, di masa tahun 1894-1895 Pemerintah Kolonial Belanda menugaskan dua arsitek mereka, yakni HPA de Wilde dan W Westmaas, untuk merenovasi bangunan gereja.
Kedua arsitek menambahkan struktur baru berupa menara kembar yang dilengkapi jam besar di masing-masing menara.
Baca juga: Ridwan Kamil Salurkan Kredit Mesra untuk Jemaat Gereja Jelang Misa Natal
Pada pucuk menara dibuat rumah-rumahan untuk menempatkan lonceng besar buatan pabrik JW Steegler tahun 1703. Menara kembar ini mengapit bangunan utama.
Saat itu, Gereja Immanuel dikenal dengan nama Koepel Kerk (Gereja Kembar) dan Hervorm de Kerk (Gereja Dibangun Ulang).
Wilde dan Westmaas juga menambahkan struktur teras pintu masuk utama dengan kanopi beton mengapit menara kembar. Kanopi setinggi 10 meter tadi disangga oleh empat pilar besar.
Mereka juga membangun kubah terbuat dari perunggu warna kemerah-merahan pada bangunan utama yang ditopang oleh delapan bilah besi besar dan 24 besi berukuran lebih kecil.
Baca juga: Usung Tema Ramah Lingkungan, Ornamen Natal Gereja Kotabaru Dibuat dengan Janur Kuning
Di pucuk kubah dibangun tangkup berbentuk rumah-rumahan dengan atap segi enam. Kubah tadi tampak menggembung dan posisinya memayungi ruang utama gereja.
Bentuk kubah menggembung ini atau mblenduk dalam bahasa Jawa kemudian menjadi ciri khas Gereja Immanuel. Oleh masyarakat setempat rumah ibadah ini kemudian dikenal sebagai Gereja Blenduk.
Mereka tak hanya datang dari seputar Semarang atau Jawa Tengah, tapi dari kota-kota lain di Pulau Jawa.
Tak sekadar beribadah, mereka juga mengagumi peninggalan sejarah yang masih terawat dengan baik di Gereja Blenduk ini.
Selain kehadiran orgel berusia lebih dari 200 tahun setinggi 6 meter, Gereja Blenduk juga memiliki kursi kebaktian yang tak biasa.
Jika umumnya kursi pada gereja berbentuk memanjang dengan meja kayu sebagai sandaran tangan, di rumah ibadah ini tempat duduknya berupa deretan kursi tunggal kayu jati warna cokelat tua dengan sandaran punggung dan dudukan dari anyaman rotan.
Susunan kursi jati ini melingkar dengan kursi berdesain rendah berada di bagian depan dan ukuran lebih tinggi di belakangnya.
Baca juga: Misa Natal di Gereja HKTY Ganjuran, Umat Diimbau Tidak Membawa Tas Besar
Di bagian tengah ruang kebaktian juga terdapat gantungan lampu besar yang diikat ke bagian puncak kubah dengan rantai besi.
Dulunya, gantungan lampu antik bersusun ganda ini bisa dinaikturunkan menggunakan katrol. Sebanyak 16 lampu bohlam listrik telah menggantikan fungsi lilin untuk penerangannya.
Di samping itu, lantai tegel corak hitam, kuning dan putih pada ruang kebaktian juga masih dipertahankan bentuk aslinya.
Baca juga: Misa di Gereja Katedral Semarang Terapkan Prokes Ketat, Jemaat Diberi Kartu Khusus
Ornamen penting lain yang menambah kekaguman jemaat serta pengunjung ketika memasuki bangunan tempo dulu ini adalah ventilasi berupa jendela-jendela lengkung model Romawi kuno dengan susunan kaca patri bergaya gotik.
Jendela-jendela tadi tidak bisa dibuka-tutup.
Untuk menambah keapikan dari gereja dan bangunan bersejarah di sekitarnya, pada 2001 Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang membangun Taman Srigunting, sebuah lahan hijau asri seluas 1 ha tepat di sayap timur bangunan Gereja Blenduk.
Baca juga: Keuskupan Agung Semarang Terapkan Aturan PPKM Level 3 Saat Ibadah Natal
Pemerintah Kota Semarang telah menjadikan Gereja Blenduk sebagai obyek wisata penting di ibu kota Jawa Tengah itu.
Keunikan bentuk bangunan dan nilai sejarah yang terkandung di dalamnya telah mengundang turis domestik dan mancanegara untuk berkunjung terutama di akhir pekan.
Tak hanya itu. Ikatan Arsitek Indonesia Jawa Tengah pun sempat memberi penghargaan pada 2012 untuk kategori bangunan rumah ibadah tempo dulu yang terawat dengan baik.
Ketika berkunjung ke tempat ini jangan lupa untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dengan memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air, serta tetap menjaga jarak untuk mencegah penularan virus Covid-19.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.