BALI, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memastikan pihaknya mendukung wacana hukuman mati untuk pelaku tindak pidana korupsi.
"Terkait dengan konsep hukuman mati, kami KPK dan segenap seluruh anak bangsa yakin bahwa para pelaku korupsi itu harus dilakukan hukuman mati," kata Firli
"Tapi ingat negara kita negara adalah negara hukum. Konsekuensinya adalah hukum menjadi panglima," lanjut Firli di Polda Bali, Rabu (24/11/2021).
Baca juga: UMK Karangasem Bali Hanya Naik Rp 1, Jadi Rp 2.555.470
Firli menyebutkan, untuk merealisasikan wacana hukuman mati bagi para koruptor tersebut perlu adanya revisi UU Tipikor.
"Bahkan saya pernah menyampaikan perlu dibuat pasal tersendiri sehingga 30 tindak pidana korupsi (tipikor) bisa dikenakan hukuman hari ini," kata dia.
Selama ini, lanjut Firli, hukuman mati hanya diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU 31 Tahun 1999.
Salah satu syarat hukuman mati bisa dilakukan adalah tipikor yang dilakukan dalam keadaan bencana maupun dalam keadaan tertentu.
"Tetapi pasal 2 ayat 1 ini bisa dikenakan tehadap pelaku korupsi kalau dia melakukan tipokir pasal 2 ayat 1," tuturnya.
Baca juga: Dimakan Api Cemburu, Pria di Bali Telanjangi dan Seret Sang Istri ke Rumah Pria Lain
Sebelumnya, wacana hukuman mati untuk koruptor juga disampaikan oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
Bahkan ia mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati dalam penuntutan perkara dugaan tindak pidana korupsi.
Burhanuddin merujuk pada perkara-perkara korupsi besar yang ditangani Kejagung, seperti perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabari yang menimbulkan kerugian keuangan negara yang besar.
Baca juga: Ada Oknum Nakal Modus Sewa Kendaraan di Bali, Cek Kendaraan Dahulu
"Jaksa Agung sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati guna memberikan rasa keadilan dalam penuntutan perkara dimaksud. Tentu penerapannya harus tetap memperhatikan hukum positif yang berlaku serta nilai-nilai hak asasi manusia (HAM)," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangannya, Kamis (28/10/2021) lalu.
Menurut Leonard, selain karena menimbulkan kerugian keuangan negara, Jaksa Agung mempertimbangkan dampak luas yang diakibatkan perkara korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.