"Tapi, hasil musyawarah kemarin hanya Rp 106 juta. Saya mempertanyakan selisih Rp 356 juta ini dikemanakan? Itu kurang transparan dari pihak appraisal," sebutnya.
Dia pun membandingkan harga nanas tahun 2019 satu tanaman Rp 100.000. Namun, pada 2021 terakhir hanya dihargai sekitar Rp 14.000.
"Perbedaannya sangat signifikan. Harusnya setiap tahun harga nanas naik karena biaya perawatannya naik, saya punya hitung-hitungnya," ucapnya.
Menjawab keluhan warga ini, Kepala Balai Wilayah Sungai Sulawesi I, I Komang Sudana, mengatakan, Bendungan Lolak ini dibangun, di samping sebagai fungsi irigasi, juga akan dijadikan penyediaan air baku dan pengendalian banjir.
"Nantinya juga bisa dikembangkan obyek wisata di sana," kata I Komang.
Bendungan ini total kebutuhan lahan 255,8 hektar, dam yang sudah dibayarkan 253,79 hektar terdiri dari 151 bidang.
"Nilai yang sudah dibayarkan sebesar Rp 32,8 miliar. Itu pembayaran dan prosesnya dari 2013-2021. Terdapat enam bidang yang masih proses dan ada juga yang konsinyasi," ungkap I Komang.
Dijelaskannya, proses pengadaan tanah di Bendungan Lolak dilaksanakan sudah cukup lama, yakni 2012 dengan berbagai tahapan. Pengadaan tanah yang prosesnya sebelum 2012 itu menggunakan panitia sembilan.
"Secara garis besar kami Balai Wilayah Sungai di bawah Kementerian PUPR sebagai pemohon terhadap pengadaan tanah ini. Pemohon artinya prakarsa terhadap pembangunan bendungan ini," sebutnya.
Dijelaskannya, pengadaan tanah ini diawali dengan studi Land Acquisition and Resetlement Action Plan (LARAP). Studi LARAP ini kemudian dibuat dokumen perencanaan.
Selanjutnya diusulkan kepada gubernur atau bupati untuk ditetapkan penetapan lokasi (Penlok). Setelah penlok itu ada, masuk proses persiapan sosialiasi dan musyawarah. Dengan dilakukan proses itu, diterbitkanlah penlok.
"Penlok inilah yang menjadi dasar awal untuk kita melakukan pengadaan tanah. Dengan diterbitkannya penlok ini maka panitia sembilan itulah yang melakukan pelaksanaan tanahnya. Kalau mengacu UU 2 Tahun 2012 maka adanya panitia pelaksana pengadaan tanah (P2T) yang diketuai oleh Kepala BPN," tuturnya.
Penlok dari Gubernur ini diserahkan kepada Kanwil BPN, selanjutnya mendelegasikan atau menugaskan P2T sesuai dengan lokasi tempat pembangunan tersebut.
Lalu, P2T melakukan pengadaan tanah. Ada dua satgas di situ, yakni satgas A dan B yang melakukan pendataan terhadap tanah dan apa-apa yang ada di atas bidang tanah tersebut. Juga melakukan pengukuran bidang tanahnya.
"Setelah dilakukan itu, hasilnya dimusyawarahkan kepada masyarakat. Diumumkan 14 hari, kalau ada komplain segala macam diberikan kesempatan di situ," jelasnya.
I Komang menyebutkan, tahun 2012 ada proses menggunakan UU 2 tahun 2012, di mana penilaiannya itu mungkin berbeda.
"2012 ada jasa penilai appraisal. Mereka yang melakukan penilaian. Kami sendiri tidak bisa ikut masuk ke dalamnya. P2T inilah yang melakukan itu, hasilnya itu diserahkan ke appraisal untuk menentukan nilai.
Selanjutnya dengan hasil yang sudah diumumkan dan dimusyawarahkan dan diberi nilai, maka panitia sembilan atau P2T itu menyampaikan hasil pendataan tanah tersebut yang namanya data hasil validasi data.
"Itulah yang menjadi dasar kami sebagai pemohon untuk melakukan proses pembayaran. Kalau selama itu belum ada atau belum jelas informasinya, kami juga belum bisa memproses," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.