Salin Artikel

Ganti Rugi Tanah Seharga Sebungkus Mi Instan, Warga di Lokasi Bendungan Lolak Mengadu ke DPRD

MANADO, KOMPAS.com - Pembebasan lahan masih jadi aspek yang belum rampung dalam proyek Bendungan Lolak di Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.

Padahal, bendungan tersebut ditargetkan rampung akhir tahun 2021 ini.

Organisasi masyarakat (ormas) Merah Putih bersama puluhan warga Desa Pindol yang menjadi lokasi pembangunan proyek tersebut mengadu ke DPRD Sulut, Senin (22/11/2021).

Ajis Paputungan, warga Desa Pindol, mengaku, harga tanah miliknya hanya dihitung Rp 3.500 per meter persegi.

"Cuma harga mi instan satu bungkus," curhat Ajis saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama DPRD Sulut, Balai Wilayah Sungai Sulawesi I, dan pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov), di Ruang Paripurna Kantor DPRD Sulut.

Sebelumnya, Ajis mematok harga tanahnya per meter Rp 100.000 pada tahun 2013.

"Tapi, dalam rapat-rapat pemerintah tidak mau menerima harga tersebut. Mereka tetap menghitung Rp 3.500 per meter persegi," ujarnya.

Dirinya mengaku bukan tidak mendukung pembangunan Bendungan Lolak, tetapi pemerintah juga harus peduli kepada rakyat.

"Kata mereka kalau saya tidak mau terima harga tanah ini maka uang tanah itu akan dititip ke pengadilan. Kalau tidak ambil maka uang tersebut dikembalikan ke kas negara," sebut Ajis.

Kata Ajis, karena dirinya orang bodoh dan penakut, terpaksa harus mengiyakan harga tanahnya Rp 3.500 per meter persegi.

Hal serupa diungkapkan Deysi Makalala, warga setempat. Deysi mengatakan, lokasi tanahnya yang dijadikan perkebunan nanas juga terdampak, di mana lokasi tersebut dijadikan pembangunan jalan provinsi.

"Lokasi pembangunan saat ini sudah di pinggir perkebunan saya," katanya.

Deysi mengatakan, dia adalah salah satu orang yang tidak menyetujui penilaian dari tim appraisal (penilai) terkait ganti untung perkebunan nanas miliknya.

Jumlah tanaman nanas yang ditanamnya sebanyak 30.887 pohon. Mengacu pada harga pembebasan lahan 2020-2021m obyek yang ada di atas lahannya itu dihitung Rp 40.992 per tanaman.

Jadi, kalau dikalikan dengan jumlah tanaman nanas yang ditanam harusnya Deysi akan mendapatkan Rp 463 juta.

"Tapi, hasil musyawarah kemarin hanya Rp 106 juta. Saya mempertanyakan selisih Rp 356 juta ini dikemanakan? Itu kurang transparan dari pihak appraisal," sebutnya.

Dia pun membandingkan harga nanas tahun 2019 satu tanaman Rp 100.000. Namun, pada 2021 terakhir hanya dihargai sekitar Rp 14.000.

"Perbedaannya sangat signifikan. Harusnya setiap tahun harga nanas naik karena biaya perawatannya naik, saya punya hitung-hitungnya," ucapnya.

Penjelasan Kepala BWSS I

Menjawab keluhan warga ini, Kepala Balai Wilayah Sungai Sulawesi I, I Komang Sudana, mengatakan, Bendungan Lolak ini dibangun, di samping sebagai fungsi irigasi, juga akan dijadikan penyediaan air baku dan pengendalian banjir.

"Nantinya juga bisa dikembangkan obyek wisata di sana," kata I Komang.

Bendungan ini total kebutuhan lahan 255,8 hektar, dam yang sudah dibayarkan 253,79 hektar terdiri dari 151 bidang.

"Nilai yang sudah dibayarkan sebesar Rp 32,8 miliar. Itu pembayaran dan prosesnya dari 2013-2021. Terdapat enam bidang yang masih proses dan ada juga yang konsinyasi," ungkap I Komang.

Dijelaskannya, proses pengadaan tanah di Bendungan Lolak dilaksanakan sudah cukup lama, yakni 2012 dengan berbagai tahapan. Pengadaan tanah yang prosesnya sebelum 2012 itu menggunakan panitia sembilan.

"Secara garis besar kami Balai Wilayah Sungai di bawah Kementerian PUPR sebagai pemohon terhadap pengadaan tanah ini. Pemohon artinya prakarsa terhadap pembangunan bendungan ini," sebutnya.

Dijelaskannya, pengadaan tanah ini diawali dengan studi Land Acquisition and Resetlement Action Plan (LARAP). Studi LARAP ini kemudian dibuat dokumen perencanaan.

Selanjutnya diusulkan kepada gubernur atau bupati untuk ditetapkan penetapan lokasi (Penlok). Setelah penlok itu ada, masuk proses persiapan sosialiasi dan musyawarah. Dengan dilakukan proses itu, diterbitkanlah penlok.

"Penlok inilah yang menjadi dasar awal untuk kita melakukan pengadaan tanah. Dengan diterbitkannya penlok ini maka panitia sembilan itulah yang melakukan pelaksanaan tanahnya. Kalau mengacu UU 2 Tahun 2012 maka adanya panitia pelaksana pengadaan tanah (P2T) yang diketuai oleh Kepala BPN," tuturnya.

Penlok dari Gubernur ini diserahkan kepada Kanwil BPN, selanjutnya mendelegasikan atau menugaskan P2T sesuai dengan lokasi tempat pembangunan tersebut.

Lalu, P2T melakukan pengadaan tanah. Ada dua satgas di situ, yakni satgas A dan B yang melakukan pendataan terhadap tanah dan apa-apa yang ada di atas bidang tanah tersebut. Juga melakukan pengukuran bidang tanahnya.

"Setelah dilakukan itu, hasilnya dimusyawarahkan kepada masyarakat. Diumumkan 14 hari, kalau ada komplain segala macam diberikan kesempatan di situ," jelasnya.

I Komang menyebutkan, tahun 2012 ada proses menggunakan UU 2 tahun 2012, di mana penilaiannya itu mungkin berbeda.

"2012 ada jasa penilai appraisal. Mereka yang melakukan penilaian. Kami sendiri tidak bisa ikut masuk ke dalamnya. P2T inilah yang melakukan itu, hasilnya itu diserahkan ke appraisal untuk menentukan nilai.

Selanjutnya dengan hasil yang sudah diumumkan dan dimusyawarahkan dan diberi nilai, maka panitia sembilan atau P2T itu menyampaikan hasil pendataan tanah tersebut yang namanya data hasil validasi data.

"Itulah yang menjadi dasar kami sebagai pemohon untuk melakukan proses pembayaran. Kalau selama itu belum ada atau belum jelas informasinya, kami juga belum bisa memproses," tandasnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/11/23/054757478/ganti-rugi-tanah-seharga-sebungkus-mi-instan-warga-di-lokasi-bendungan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke