Ia tak peduli dengan terik matahari yang menyengat siang itu. Amaq Bengkok bangkit dari tempat duduknya. Ia terlihat hendak memindahkan ternak sapi ke lahan berumput lainnya.
Kepada Kompas.com, ia bercerita jika siang hari, cuaca sangat panas. Sedangkan malam hari, ia kerap kedinginan.
Apalagi dinding rumah yang mereka tempati berlubang karena termakan usia. Mereka bertahan karena belum menerima ganti rugi akan tanah yang sudah digunakan untuk Sirkuit Mandalika.
“Hujannya baru turun sekali, kalau siang panas sekali, dan malam dingin, lihat rumah itu rupanya, tapi mau tidak mau harus tinggal di sini karena belum dibayar,” kata Amaq Bengkok.
Yamin, istri Amaq Bengkok, bercerita bahwa ia yang mengantar anaknya, Desi, ke sekolah. Ia melakukan hal itu karena suaminya tak bisa mengendarai sepeda motor.
Untuk menuju sekolah anaknya, Yamin harus melewati terowongan sirkuit MotoGP Mandalika. Tak jarang ia harus berhenti jika berpapasan dengan truk pengangkut material.
"Kalau ada truk di depan kita, berhenti dulu, baru kalau sudah lewat, kita lanjutkan perjalanan," kata Yamin sambil tersenyum mengenang kebiasaannya.
Baca juga: Mandalika, Legenda Sang Putri dan Kisah Mereka yang Bertahan di Sekitar Sirkuit MotoGp
Seperti suaminya, Yamin tak tahu sampai kapan bertahan di kawasan tersebut. Namun, ia memastikan akan tetap bersama suaminya hingga tanah miliknya dibayar oleh ITDC.
"Bagaimana karena ini belum dibayar, ya harus tinggal di sini, sampai menunggu dibayar," kata Yamin.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Idham Khalid | Editor : Dheri Agriesta)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.