Salin Artikel

Bertahan di Kawasan Sirkuit Mandalika, Amaq Bengkok: Mau Tidak Mau Harus Tinggal di Sini karena Belum Dibayar...

Padahal, beberapa minggu lagi digelar perhelatan Asia Talent Cup (ATC) di Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, pada 12-14 November.

Lalu, disusul dengan gelaran World Super Bike (WSBK) pada 19-21 November.

Amaq Bengkok dan sejumlah warga memilih bertahan karena masih bersengketa dengan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) selaku pengembang kawasan Mandalika.

Tinggal bersama keluarga di gubuk sederhana

Amaq Bengkok tinggal di rumahnya bersama sang istri, Yamin, dan anaknya yang masih duduk di SD, Desi.

Rumah sederhana mereka berada sekitar 100 meter dari proyek Sirkuit Mandalika.

Tempat tinggal Amaq Bengko dan keluarganya terlihat reyot dengan pintu seng dan atap dari ilalang kering yang mulai lapuk.

Rumah itu merupakan bekas gusuran yang diterima karena tanahnya digusur untuk pembangunan Sirkuit Mandalika.

“Ini sudah rumah kita, pintunya dari seng kadang-kadang ayam itu masuk,” kata Amaq Bengkok tersenyum sambil menutup pintu rumahnya, Minggu (24/10/2021).

Siang itu, di bawah pohon asam, Amaq Bengkok sedang merajut jaring yang rusak karena terumbu karang.

Tangannya cekatan merajut jaring yang biasa dipakai melaut itu.

Dari tempat ia duduk, terlihat jelas sebuah bukit dengan logo bertuliskan MGPA, singkatan dari Mandalika Grand Prix Association.

Ia mengaku tak pernah sekali pun menjual tanah tersebut. Ia dan keluarga menanami tanah warisan dengan kacang-kacangan dan umbi-umbian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dengan berjalannya waktu, tanah milik Amaq Bengkok diklaim telah dijual dan sebagian sudah terpakai mejadi lintasan sirkuit.

Ia pun tergusur dan pindah menempati sisa tanah yang berada di luar pagar.

Amaq Bengkok mengaku pernah bertemu pihak ITDC. Dari mereka, ia mendapat jawaban, tanah tersebut pernah dijual seseorang.

Keluarga Amaq Bengkok telah menunjuk pengacara untuk membantunya mengugat ITDC. Namun, Pengadilan Negeri Praya menyatakan bahwa Amaq Bengkok kalah dalam sengketa dengan ITDC.

Walaupun kalah, kuasa hukum Amaq Bengkok, Zabur, mengaku telah melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat.

Ia juga akan melayangkan protes karena ITDC membangun di atas lahan yang masih dalam proses hukum.

“Kita tidak tidak memberikan izin kalau tidak ada titik temu penyelesaiannya, tidak boleh ITDC melanjutkan pembangunannya, karena masih ada sengketa, ini putusannya belum inkrah,” kata Zabur dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Minggu.

Walau kasus itu dalam proses hukum, Zabur berharap perkara itu bisa diselesaikan secara perdamaian.

“Biarpun masih berlanjut, kita harap sebenarnya dapat diselesaikan melalui jalur perdamaian, tidak ada yang disulitkan dalam hal ini menempuh jalur yang terbaik,” kata Zabur.

VP Corporate Secretary ITDC I Made Agus Dwiatmika menjelaskan, ITDC selalu mengikuti prosedur hukum dalam mengambil kebijakan dan keputusan.

Menurutnya, lahan berstatus hak pengelolaan lahan (HPL) sudah selesai dibebaskan meski beberapa warga masih menempati tanah tersebut.

"ITDC dalam setiap kegiatannya selalu mengikuti aturan dan ketentuan hukum yang berlaku. Selain itu, seluruh lahan yang masuk dalam HPL atas nama ITDC telah berstatus clear and clean, tetapi sebagian masih dihuni warga," kata Agus dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (21/8/2021).

ITDC juga mengedepankan tindakan humanis kepda warga yang masih menempati lahan dengan status HPL atas nama ITDC.

"ITDC selalu mengedepankan pendekatan humanis dan sosial sehingga sangat menghindari proses 'gusur' atau 'pindah paksa' terhadap masyarakat," kata Agus.

Ia tak peduli dengan terik matahari yang menyengat siang itu. Amaq Bengkok bangkit dari tempat duduknya. Ia terlihat hendak memindahkan ternak sapi ke lahan berumput lainnya.

Kepada Kompas.com, ia bercerita jika siang hari, cuaca sangat panas. Sedangkan malam hari, ia kerap kedinginan.

Apalagi dinding rumah yang mereka tempati berlubang karena termakan usia. Mereka bertahan karena belum menerima ganti rugi akan tanah yang sudah digunakan untuk Sirkuit Mandalika.

“Hujannya baru turun sekali, kalau siang panas sekali, dan malam dingin, lihat rumah itu rupanya, tapi mau tidak mau harus tinggal di sini karena belum dibayar,” kata Amaq Bengkok.

Yamin, istri Amaq Bengkok, bercerita bahwa ia yang mengantar anaknya, Desi, ke sekolah. Ia melakukan hal itu karena suaminya tak bisa mengendarai sepeda motor.

Untuk menuju sekolah anaknya, Yamin harus melewati terowongan sirkuit MotoGP Mandalika. Tak jarang ia harus berhenti jika berpapasan dengan truk pengangkut material.

"Kalau ada truk di depan kita, berhenti dulu, baru kalau sudah lewat, kita lanjutkan perjalanan," kata Yamin sambil tersenyum mengenang kebiasaannya.

Seperti suaminya, Yamin tak tahu sampai kapan bertahan di kawasan tersebut. Namun, ia memastikan akan tetap bersama suaminya hingga tanah miliknya dibayar oleh ITDC.

"Bagaimana karena ini belum dibayar, ya harus tinggal di sini, sampai menunggu dibayar," kata Yamin.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Idham Khalid | Editor : Dheri Agriesta)

https://regional.kompas.com/read/2021/10/27/130300178/bertahan-di-kawasan-sirkuit-mandalika-amaq-bengkok-mau-tidak-mau-harus

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke