Lambang Kerajaan Majapahit
Interpretasi terhadap masa mulai eksisnya kesenian wayang topeng di Desa Jatiduwur, terus berkembang di kalangan budayawan dan sejarawan.
Beberapa petunjuk pada artefak topeng, gaya pedalangan, maupun karakter musik, serta cerita yang diangkat menjadi dasar menelusuri jejak kesejarahan wayang topeng Jatiduwur dengan Majapahit.
Topeng peninggalan Ki Purwo yang pada masa sebelumnya selalu digunakan dalam pementasan Wayang Topeng Jatiduwur, memiliki ciri khas unik.
Salah satunya, Topeng Jatiduwur memiliki ornamen di dahi bergambar kelopak bunga matahari.
Ornamen kelopak bunga matahari memiliki kemiripan bentuk dengan lambang Kerajaan Majapahit, Surya Majapahit.
Keunikan ornamen pada Topeng Jatiduwur itu membuat beberapa pemerhati seni-budaya dan sejarawan terus melakukan penelusuran jejak kesejarahannya dengan Majapahit.
Menilik pada ornamen yang mirip dengan simbol Surya Majapahit, kesenian Wayang Topeng Jatiduwur diduga sudah ada sejak masa Majapahit.
Menurut Setyo Yanuartuti, Dosen Pendidikan Seni Budaya Universitas Negeri Surabaya, bentuk ornamen itu tidak ditemukan pada topeng lain di Jawa Timur.
Topeng peninggalan Ki Purwo, terdapat ornamen kelopak bunga matahari yang memiliki kemiripan dengan Lambang Surya Majapahit.
"Tapi (Lambang Surya Majapahit) ini interpretasi, karena ada gambar-gambar seperti itu. Karena interpretasi, saya tidak berani menyatakan bahwa Topeng Jatiduwur itu Majapahit," kata Setyo kepada Kompas.com, Selasa (28/9/2021).
Keberadaan ornamen yang memiliki kemiripan dengan lambang Kerajaan Majapahit menjadi bahan penting untuk kajian dan penelitian sejarah eksistensi Wayang Topeng Jatiduwur.
Perempuan yang meraih gelar doktor di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta ini mengaku mendukung upaya berbagai pihak yang tengah menelusuri keterkaitan Wayang Topeng Jatiduwur dengan Majapahit.
Baca juga: Ketika Bupati Jombang Terpukau dengan Tepuk Corona yang Diperagakan Siswa SD
Apalagi, lanjut Setio, selain keunikan pada ornamen topeng, seni pedalangan pada pementasan Wayang Topeng Jatiduwur memiliki karakter pewayangan Trowulan.
"Karakter musik dan pedalangannya mendekati karakter wayang "Cek Dong Trowulanan", arahnya kesana. Makanya, kenapa dikaitkan dengan Majapahit, salah satunya karena alasan ini," tutur dia.
Cerita Panji
Pementasan Wayang Topeng Jatiduwur memiliki dua lakon pakem atau cerita asli, Patah Kuda Narawangsa dan Wiruncana Murca.
Keduanya menampilkan dua tokoh utama, Panji Asmorobangun atau Raden Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji, dengan latar belakang masa kerajaan Daha (Kediri) dan Jenggala.
Alur cerita dalam lakon Patah Kuda Narawangsa, menggambarkan cerita perjuangan dan pengembaraan Dewi Sekartaji, sebelum akhirnya bertemu dengan Panji Asmorobangun.
Adapun alur cerita dalam lakon Wiruncana Murca, menggambarkan kisah Panji untuk memenangkan hati Sekartaji.
Dalam perjalanan cerita kedua Lakon Pakem tersebut, terselip cerita konflik dan perseteruan antara tokoh utama dengan raja dan punggawa dari kerajaan seberang.
Menurut Nasrul Illah, Budayawan asal Jombang, cerita Panji menyebar luas ke wilayah nusantara hingga mancanegara pada masa Majapahit.
Cerita Panji tersebar luas melalui berbagai pertunjukan seni antara lain wayang topeng, seni tari maupun seni pahat dan lukis.
Luasnya wilayah dan pengaruh Majapahit kala itu, mendorong perkembangan cerita Panji hingga ke Madagaskar.