Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengungkap Misteri "Besse" Kerangka Perempuan Berusia 7.200 Tahun di Leang Panninge Sulawesi

Kompas.com - 12/09/2021, 06:46 WIB
Rachmawati

Editor

Apakah Bessek generasi seniman lukisan purba?

Di kawasan Karst Maros-Pangkajene Kepulauan, Sulawesi tersimpan ratusan gua yang di dalamnya terdapat jejak-jejak purbakala. Satu di antaranya lukisan gua tertua di dunia ditaksir berusia 45.000 tahun lalu.

Sejauh ini belum ada peninggalan Besse yang menghubungkan bahwa generasinya yang melukis gua-gua di Maros-Pangkep.

Tapi temuan budaya seperti mata panah batu bergerigi [Maros Points] di Leang Paninnge juga ditemukan di gua-gua yang terdapat lukisan purba.

"Ada Maros Points, jadi hampir semua gua yang menyimpan, atau gua ditemukan maros points biasanya punya gambar," kata Iwan.

Baca juga: Lukisan Purbakala Anoa Diburu Ditemukan di Gua Sulawesi Selatan, Dibuat 44.000 Tahun Lalu

Di Leang Panninge sendiri tak ditemukan adanya lukisan purba, tapi kata Iwan, "Boleh jadi lumut itu menghapus atau lumutnya menutupi gambar, atau menghapus, atau mengklotokan."

Sementara itu, Basran Burhan yang ikut dalam proses ekskavasi Leang Panninge mengatakan keberadaan Besse diperkirakan berada di periode sebelum Austronesia [datang], dan setelah Rock Arts [lukisan purba].

"Sampai sekarang belum ada yang menunjukkan, bahwa mereka punya kemampuan untuk melukis. Belum ada lukisan yang ditemukan di periode itu," kata Basran.

Baca juga: Menelusuri Jejak Sejarah di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya

Temuan 4-5 kerangka manusia prasejarah lainnya

Proses analisis di lab arkeologi UnhasDok. Unhas Proses analisis di lab arkeologi Unhas
Tim arkeolog dari Unhas saat ini menyatakan masih menyimpan 4-5 kerangka manusia prasejarah, tapi apakah mereka seniman yang melukis gua purba, generasi Besse atau penjelajah dari Taiwan?

Jawaban itu masih harus disimpan dulu, karena penelitian masih berlanjut.

"Di sekitar itu juga, penelitian di Bontocane [Kab. Bone], daerah Leang-Leang, kita juga dapatkan potongan-potongan rangka manusia. Tapi, yaitu tadi, karena kita keterbatasan anggaran, belum dianalisis di laboratorium," kata Prof Akin.

Baca juga: Tatar Sunda Ternyata Punya Masa Prasejarah, Ini Buktinya

Sejauh ini temuan rangka-rangka tersebut dikatakan "dalam keadaan aman, karena kita sudah tahu bagaimana caranya mengamankan data."

Prof Akin Duli mengatakan biaya yang dikeluarkan untuk satu kerangka manusia, mulai dari tahap survei, ekskavasi hingga penentuan usia dan DNA-nya bisa menghabiskan Rp1 miliar.

Selama ini, hasil temuan-temuan prasejarah khususnya di Sulawesi sangat bergantung dari kerja sama pihak luar seperti Griffith University.

"Dan mungkin teman-teman dari Jerman mulai tertarik, ya kita akan fokus pada analisis-analisis pada rangka manusia," kata Prof Akin.

Baca juga: Bentuk Komunikasi Zaman Prasejarah

Proses penyaringan mencari artefak di Leang PaninngeDok. Unhas Proses penyaringan mencari artefak di Leang Paninnge
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sulawesi Selatan, Laode Muhammad Aksa mengatakan akan bekerja sama dengan pihak luar.

"lebih memudahkan karena mereka yang menentukan umur itu, mereka punya biaya dan akses," katanya.

"Mungkin biaya ada, tapi nanti aksesnya bagaimana?" kata Ako—sapaan Laode Muhammad Aksa bertanya-tanya.

Lagi pula, tambah Ako, pihaknya lebih memprioritaskan pada upaya pelestarian dalam penganggaran.

Seperti Leang Panninge yang saat ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, dan zonasi, sehingga tak bisa sembarangan pembangunan di lakukan di kawasan tersebut.

Baca juga: Bagaimana Alam Mengawetkan Makhluk Prasejarah? Sains Jelaskan

"Lokasi itu sudah terlindungi dengan menempatkan juru pelihara," tambah Ako.

Namun, tambahnya, untuk penelitian lebih lanjut dan mendalam, itu sangat tergantung kebijakan pusat.

"Kami kan tergantung perintah. Perintah artinya, kalau sistem penganggarannya untuk penentuan umur [penelitian], [tapi] karena kita kan orientasinya lebih ke pelestarian."

Dirjen Kebudayaan Kemendikbud-Ristek, Hilmar Farid menyatakan sejauh ini pihaknya fokus terhadap pelestarian. Untuk penelitian dan eksplorasi kata dia, masih bekerja sama dengan luar negeri.

Baca juga: Temuan Arkeolog Ungkap Gunungkidul Sudah Dihuni Manusia sejak Masa Prasejarah

"Karena pengadaan fasilitas itu [laboratorium] memang biayanya tidak kecil, dan kita juga punya problem SDM... SDM ahli untuk periode ini misalnya juga tidak terlalu banyak di Indonesia ini," kata Hilmar Farid kepada BBC News Indonesia.

Saat ini, catatan dari direktorat kebudayaan terdapat 90.000 situs sejarah di Indonesia. Namun baru sekitar 10-15% yang sudah diteliti dengan kaidah-kaidah ilmiah.

Jadi kita masih punya banyak sekali pekerjaan rumah, dan memang ada rencana dari pemerintah untuk membuat pusat konservasi," lanjut Hilmar.

Terlebih lagi di masa pandemi, banyak anggaran yang dialihkan untuk prioritas kesehatan.

"Saat ini memang fokuksnya pada perlindungan. Jadi mengamankan saja terlebih dahulu," kata dia.

Baca juga: Situs Prasejarah Maros Pangkep, Ada Gambar Cadas Theriantropik Tertua di Dunia

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bagi-bagi Dana Koperasi Desa Rp 1,6 Miliar, Wali Nagari dan Bamus di Dharmasraya Jadi Tersangka

Bagi-bagi Dana Koperasi Desa Rp 1,6 Miliar, Wali Nagari dan Bamus di Dharmasraya Jadi Tersangka

Regional
Dramatisnya Laga Indonesia Vs Korsel, Ibu Pratama Arhan Deg-degan, Kerabat Witan Menangis

Dramatisnya Laga Indonesia Vs Korsel, Ibu Pratama Arhan Deg-degan, Kerabat Witan Menangis

Regional
Mantan Caleg di Pontianak Tersangka Mafia Tanah Rp 2,3 Miliar Resmi Ditahan

Mantan Caleg di Pontianak Tersangka Mafia Tanah Rp 2,3 Miliar Resmi Ditahan

Regional
Tetap Jalankan Tugas Wali Kota Solo Sampai Dilantik Jadi Wapres, Gibran: Itu Perintah Pak Presiden Terpilih

Tetap Jalankan Tugas Wali Kota Solo Sampai Dilantik Jadi Wapres, Gibran: Itu Perintah Pak Presiden Terpilih

Regional
Cerita Bocah 15 Tahun di Bengkulu, Diperkosa Kakak dan 'Dijual' Rp 100.000 oleh Ibu ke Pacarnya

Cerita Bocah 15 Tahun di Bengkulu, Diperkosa Kakak dan "Dijual" Rp 100.000 oleh Ibu ke Pacarnya

Regional
Mengenal Agrowisata Petik Buah Girli Ecosystem Farming Milik Adi Latif Mashudi (Bagian 3)

Mengenal Agrowisata Petik Buah Girli Ecosystem Farming Milik Adi Latif Mashudi (Bagian 3)

Regional
Dugaan Malapraktik di Banjarmasin, Anggota Tubuh Terpisah Saat Dilahirkan

Dugaan Malapraktik di Banjarmasin, Anggota Tubuh Terpisah Saat Dilahirkan

Regional
Lewat Explore South Sumatera Expo 2024, Pj Gubernur Fatoni Promosikan Potensi Wisata hingga Seni Budaya Sumsel

Lewat Explore South Sumatera Expo 2024, Pj Gubernur Fatoni Promosikan Potensi Wisata hingga Seni Budaya Sumsel

Regional
Raih Gelar Doktor, Walkot Semarang Lulus dengan Predikat Summa Cum Laude

Raih Gelar Doktor, Walkot Semarang Lulus dengan Predikat Summa Cum Laude

Regional
Gibran Sebut Prabowo Rangkul Tokoh di Luar Koalisi Pilpres 2024

Gibran Sebut Prabowo Rangkul Tokoh di Luar Koalisi Pilpres 2024

Regional
Sosok Supriyanto Pembunuh Kekasih di Wonogiri, Residivis Kasus Pembunuhan dan KDRT

Sosok Supriyanto Pembunuh Kekasih di Wonogiri, Residivis Kasus Pembunuhan dan KDRT

Regional
Dorong Pemberdayaan Keluarga, Pj Ketua TP-PKK Sumsel Lantik Ketua Pembina Posyandu Kabupaten dan Kota Se-Sumsel

Dorong Pemberdayaan Keluarga, Pj Ketua TP-PKK Sumsel Lantik Ketua Pembina Posyandu Kabupaten dan Kota Se-Sumsel

Kilas Daerah
Di Hadapan Mendagri Tito, Pj Agus Fatoni Sebut Capaian Ekonomi di Sumsel Sudah Baik

Di Hadapan Mendagri Tito, Pj Agus Fatoni Sebut Capaian Ekonomi di Sumsel Sudah Baik

Regional
Bea Cukai Yogyakarta Berikan Izin Tambah Lokasi Usaha ke Produsen Tembakau Iris

Bea Cukai Yogyakarta Berikan Izin Tambah Lokasi Usaha ke Produsen Tembakau Iris

Regional
Blusukan ke Rusun Muara Baru, Gibran: Salah Satu Tempat yang Paling Padat

Blusukan ke Rusun Muara Baru, Gibran: Salah Satu Tempat yang Paling Padat

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com