"Sudah semua, cuman memang ada yang belum karena proses administrasinya yang kurang lengkap, karena meninggal. Bukan penolakan, tapi soal administrasi," tuturnya.
Dia mengungkapkan, warga rata-rata bekerja sebagai buruh tani, buruh pabrik, dan buruh harian lepas.
Pemerintah desa, kata dia, juga memberikan arahan kepada warga agar uang ganti rugi digunakan untuk hal yang bermanfaat.
"Kalau dari pemerintah desa memang memberi arahan jangan untuk foya-foya, dan kebetulan memang masyarakat sudah pintar mengelola uang. Kebanyakan digunakan dari tanah kembali ke tanah, untuk beli tanah, membangun rumah dan ada juga yang rencana untuk usaha," bebernya.
Namun demikian, ada juga warga yang menggunakan uang ganti rugi untuk membeli mobil dan sepeda motor.
"Ada yang satu orang beli mobil tiga sekaligus, ada juga yang beli tanah sama membangun (rumah)," tegasnya.
Sementara itu, salah satu warga Pundong III Sumarsih menuturkan, banyak sales yang datang untuk membagikan brosur kendaraan ke warga.
Namun, dirinya dan keluarga memilih menggunakan uang ganti rugi tersebut untuk membeli tanah dan membangun rumah.
"Ya kalau orang kampung dari tanah kembali ke tanah lagi, mobil itu ya orang-orang tertentu yang butuh. Dapatnya berapa, untuk beli tanah, membangun rumah," ucapnya.
Sumarsih mengaku sudah tinggal di Dusun Pundong III kurang lebih 50 tahun.
Sumarsih tidak pernah menyangka jika dusun tempat tinggalnya yang asri, nyaman ditinggali, dan tenang akan menjadi jalan tol.
"Saya tidak pernah menyangka, dulu kan infonya di atas selokan ya. Eh ternyata lewat sini," ungkapnya.
Seperti warga lainnya, tanah dan rumah milik orangtua Sumarsih juga terdampak jalan tol.
Luas tanah yang terdampak sebesar 650 meter persegi termasuk dua bangunan rumah.
"Kenanya 650 meter persegi, dua rumah habis semua. Berapa ya, ya miliaran (dapat uang ganti rugi), tapi tidak sampai Rp 3 miliar," tuturnya.