“Sebenarnya sudah mudah lewat online. Namun, tetap saja kita harus ambil sendiri kan buku bank dan kartu ATM-nya. Ini lebih mudah. Dibanding saya harus antre di bawah tenda dari pagi hingga siang untuk migrasi,” kata Muammar.
Muammar masuk kategori orang pertama yang memilih migrasi nomor rekening.
Ayah dua anak ini sadar benar keperluan bisnisnya untuk digitalisasi.
“Jadi saya cukup pakai BSI mobile saja. Semua bisa saya atur lewat aplikasi, sampai bayar zakat pun bisa lewat aplikasi ahahahah,” katanya.
Dalam sepekan, Muammar minimal tiga atau empat kali menggunakan layanan BSI mobile.
Itu karena dia membeli semua keperluan bisnis bengkel mobil tuanya lewat aplikasi digital tersebut.
“Jadi tak terlalu merepotkan sebenarnya. Hanya saja, masyarakat kita mungkin belum terbiasa kalau migrasi harus lewat digital. Ini kan soal keyakinan aman atau tidak. Kalau saya, yakin saja, BSI mobile aman dan buktinya aman benar,” terangnya.
Dia membeli sparepart aneka mobil tua dari Medan, Surabaya hingga Jakarta. Pembayaran lewat digital.
“Barang sampai kita kirim uangnya. Sudah aman saja,” katanya.
Muammar juga menyakini penggunaan bank syariah sesuai ajaran Islam. Transaksi murni tanpa riba.
“Syariah di ujung jari lah,” katanya.
Walau begitu, Muammar tetap mengingatkan agar BSI terus meningkatkan layanan mesin ATM di Aceh.
“Harus disadari, BSI itu lahir dari ide orang Aceh yang melarang bank konvensional seluruhnya. Jadi, BSI harus prioritaskan layanan syariah ini di Aceh dulu baru di provinsi lain. Karena di sini tok syariah, taka da konvensional,” katanya.
Memang di awal-awal mesin ATM milik BSI kerap bermasalah. Bahkan, Ketua Ombudsman Perwakilan Aceh Taqwaddin dan Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengkomplain layanan mesin ATM itu.
Keluhannya beragam, mulai sistem eror dan tidak tersedia uang di ATM.