"Kami sering teriakkan ini, rumah-rumah masyarakat terancam hilang, tanah kami termakan ombak. Ini bukan masalah Nunukan saja, tapi ini berkaitan dengan eksistensi Pulau Sebatik," katanya.
Teriakkan dan keluhan yang seakan terus saja kandas, kemudian mengakibatkan krisis kepercayaan terhadap para pemangku kebijakan dan wakil rakyat.
Bagaimana mungkin, sebuah peristiwa yang mengakibatkan bencana di batas NKRI seolah hanya dianggap angin lalu dan bukan perkara urgent.
"Itu kenapa kami mengatakan tidak percaya dengan lembaga pemerintah termasuk DPRD. Ini bukan baru kami suarakan, ini musibah yang akan menjadikan batas Negara bergeser dan itu mengancam kedaulatan Negara,’’ujar anggota aliansi lain, Muhammad Yasir.
Menjawab kritikan tersebut, Wakil Ketua DPRD Nunukan Saleh, tak membantah jika masalah penambangan ilegal terjadi cukup lama.
DPRD Nunukan melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama eksekutif dan warga Sebatik pada Selasa (8/6/2021), sepakat menghentikan penambangan pasir ilegal.
"Silakan Pemkab Nunukan pasang plang besar di sana berisi larangan dan dasar hukum. Supaya masyarakat tahu ada perkara yang tidak main-main di laut itu. Silakan aparat menegakkan hukum sebagai shock therapy dan edukasi," kata Saleh.
Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Nunukan Rustam mengatakan, ada pergeseran wilayah pantai Sebatik sekitar 60 sampai 70 meter.
"Hitungan kami dari visual drone dan pemetaan, imbasnya lebih dari 1 hektar. Kalau melihat peta citra satelit, perbandingan tahun 2018 dengan 2020 garis pantainya bergeser cukup signifikan," kata Rustam.
Menurut Rustam, tidak ada upaya lain yang lebih efektif selain menghentikan aktivitas penambangan pasir pantai yang memang tidak berizin tersebut.
Selain itu, butuh adanya pembangunan tanggul pemecah ombak sebagai langkah menciptakan lumpur di pesisir pantai, yang nantinya menjadi media untuk ditumbuhi mangrove dan menetralisir abrasi yang terjadi.
"Kita semua melihat sendiri ada kuburan di lokasi penambangan yang hilang terkikis air laut, bahkan tidak sedikit rumah warga rusak. Sekarang laut di sana kehilangan massa pasir, sehingga hempasan ombak jauh lebih kuat dan lebih merusak," katanya.
Merujuk data yang dicatat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nunukan, aktivitas penambangan ilegal berimbas bergesernya garis pantai sepanjang 5 sampai 6 meter setiap tahunnya.
Hasil penelusuran dan penghitungan terakhir petugas BPBD Nunukan pada Februari 2020, tercatat ada sekitar 969 hektar sepanjang pantai di Sebatik yang tergerus abrasi.
Ada 4 kecamatan di Pulau Sebatik yang terdampak, masing masing Kecamatan Sebatik Timur dengan luasan 120 hektar, Kecamatan Sebatik Induk seluas 357 hektar, Kecamatan Sebatik Barat seluas 416 hektar, dan Kecamatan Sebatik Utara seluas 76 hektar.
Kerusakan yang terjadi dari empat lokasi ini yaitu sebanyak 14 unit rumah, satu bangunan posyandu, satu mushala, beberapa titik jalan desa, dan satu jembatan pos Marinir rusak parah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.