Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gempa Bumi Terlama Selama 32 Tahun Ada di Sumatera, Picu Tsunami Tahun 1861 Sepanjang 500 Km

Kompas.com - 04/06/2021, 07:27 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Gempa bumi dahsyat menggucang Sumatera pada Februari 1861, memicu tsunami yang memporak-porandakan kawasan pantai barat sepanjang 500 kilometer.

Ribuan orang diperkirakan meninggal dunia.

Kini, para pakar meyakini gempa dengan kekuatan 8,5 Magnitudo itu bukan peristiwa alam tunggal.

Gempa ini meruapakan akhir dari gempa bumi paling lama yang pernah diketahui manusia.

Baca juga: Potensi Tsunami di Laut Selatan Jatim, Pakar Geologi ITS Minta Pemerintah Sosialisasi Rumus 20-20-20

Disebut terlama karena sebelum gempa pada 1861 tersebut, terjadi gempa di bawah permukaan yang berlangsung selama 32 tahun, fenomena alam yang dikenal dengan slow-slip.

Kejadian alam seperti ini bisa berlangsung dalam hitungan hari, bulan atau tahun.

Namun dalam catatan para ahli, tak ada yang terjadi selama 32 tahun, seperti yan terjadi di Sumatera pada abad ke-19. Hal tersebut diungkakan tim pakar di Nanyang Technological University's Earth Observatory of Singapore.

Kajian mereka soal gempa terlama ini dimuat di jurnal Nature Geoscience.

Baca juga: Soal Potensi Tsunami 29 Meter di Laut Selatan, BPBD Jatim: Warga Sudah Dibekali Mitigasi Bencana

Studi baru ini diharapkan dapat membantu para ilmuwan saat ini untuk mewaspadai gempa berbahaya dengan lebih efektif, ungkap laman Scientific American.

Seperti gempa-gempa yang mengguncang permukaan bumi, gempa tipe slow-slip itu terjadi ketika dua segmen kerak bumi bergerak satu sama lain.

Beberapa patahan yang terkait dengan gempa slow slip itu kini dipantau dengan instrumen-instrumen seismik teknologi GPS.

Namun, melacak pergerakan itu pada beberapa patahan tertentu -- terutama sebelum tahun 1990-an, ketika GPS belum tersedia secara luas-- sangatlah sulit.

Baca juga: Potensi Tsunami di Selatan Jawa, Banyuwangi Punya EWS hingga Rajin Sosialisasi Mitigasi Bencana

Beberapa gempa slow-slip belakangan ini yang dipelajari para ilmuwan berlangsung selama berjam-jam, berhari-hari, atau berminggu-minggu, hanya sedikit yang sampai beberapa tahun.

Keberadaan gempa slow-slip selama puluhan tahun itu "mengungkapkan bahwa zona subduksi ternyata lebih beragam dari yang diperkirakan," kata Kevin Furlong, ilmuwan geo saintifik dari Universitas Pennsylvania State, yang tidak terlibat dalam penelitian terbaru itu, seperti yang dikutip oleh Scientifc American.

Zona subduksi adalah daerah di mana kerak samudera meluncur di bawah kerak benua.

Baca juga: Cerita Tsunami 13 Meter di Banyuwangi pada 1994 yang Telan 200 Korban Jiwa...

Terungkap dari terumbu karang

Ilustrasi terumbu karang (coral reefs) Ilustrasi terumbu karang (coral reefs)
Di dekat Simeulue, pulau Provinsi Aceh di lepas pantai Sumatera, pola pertumbuhan terumbu karang di sana menandakan pergerakan naik-turun di sepanjang patahan yang terkait gempa 1861, dan ini membuka tinjauan langka ke masa lalu.

Terumbu karang tidak dapat tumbuh bila terpapar udara. Sehingga saat permukaan laut setempat berubah akibat pergerakan tektonik, perubahan itu dapat terlihat dalam pertumbuhan kerangka karang, ungkap Rishav Mallick, mahasiswa program doktoral di Universitas Teknologi Nanyang di Singapura sekaligus salah satu peneliti studi baru tersebut.

Baca juga: Hasil Kajian BMKG, Potensi Terburuk Tsunami di Pantai Selatan Jatim Setinggi 29 Meter, Genangan 22 Meter

Penelitian tersebut dipublikasikan Mei 2021 di jurnal Nature Geoscience.

Terumbu karang di laut Simeulue itu hampir setiap tahun mengalami pergerakan vertikal pada patahan selama tahun 1738 hingga 1861.

Terumbu karang itu mengungkapkan bahwa Simeulue pernah terendam atau tenggelam selama 90 tahun dengan tingkat penurunan satu atau dua milimeter setiap tahun, yang konsisten dengan gerakan latar belakang patahan.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Gempa dan Tsunami Jawa Timur, 222 Orang Tewas

Namun sekitar tahun 1829, tiba-tiba permukaannya turun lima hingga tujuh kali lebih cepat - bahkan sampai satu sentimenter selama beberapa tahun, ungkap Mallick. Ini menandakan bahwa patahan itu telah mulai mengalami proses gempa slow-slip.

"Itu adalah perubahan yang sangat tajam," ujarnya. Penurunan yang begitu cepat itu terus berlangsung hingga gempa besar 1861.

Studi itu menyoroti kompleksitas zona-zona subduksi, ungkap Furlong.

Baca juga: Potensi Tsunami Jawa Timur 29 Meter, Ini Cara Mitigasi Bencana Tsunami

Untuk sekian lama, dia mencatat, "asumsinya adalah bahwa, di antara gempa-gempa besar, sistemnya sederhana": dua bagian kerak saling mengunci di patahan, membangun ketegangan sampai retak dan terlepas dengan guncangan.

Gempa-gempa slow slip memperumit gambaran itu, karena bisa saja menjadi pemicu bagi getaran yang lebih besar dan dapat dideteksi dengan menghilangkan tekanan pada satu bagian patahan tetapi menambah ketegangan pada bagian yang berdekatan, kata Mallick.

"Ini seperti serangkaian pegas," jelasnya. "Jadi, jika satu melepaskan, yang lain harus menanggung bebannya."

Baca juga: Gempa M 5,1 Guncang Melonguane Sulut, Tak Berpotensi Tsunami

Gempa dan tsunami 2004 didahului slow-slip

Diorama Tsunami Aceh di Museum Tsunami Aceh.Dok. Kemenparekraf Diorama Tsunami Aceh di Museum Tsunami Aceh.
Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004 yang menewaskan lebih dari 220.000 orang didahului oleh gempa slow-slip selama beberapa tahun di Kepulauan Andaman, kata Mallick.

Namun, slow slip itu tidak dapat membantu untuk memprediksi gempa yang lebih besar karena durasi prosesnya sangat variatif.

Tidak ada patahan-patahan yang dimonitor oleh GPS selama 32 tahun berturut-turut, sehingga pemantauan modern mungkin tidak menangkap kejadian yang berlangsung lama seperti slow slip di Indonesia di abad ke-19.

Baca juga: Bisakah Kita Berselancar di Atas Tsunami?

Lagipula tidak semua patahan dapat dipantau dengan baik. Hal ini terutama berlaku pada patahan subduksi di bawah laut, yang memerlukan pemantauan dasar laut khusus ketimbang hanya dengan GPS.

Jika gerakan slow-slip terlewatkan, peneliti mungkin salah mengkalkulasi regangan pada suatu patahan — dan seberapa kuat gempa yang berpotensi dihasilkan oleh patahan tersebut.

"Begitu kita bisa lebih baik dalam memantau wilayah yang terkunci, kita bisa lebih baik juga dalam menentukan besarnya gempa yang bisa terjadi," kata Furlong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Raih Gelar Doktor, Walkot Semarang Lulus dengan Predikat Summa Cum Laude

Raih Gelar Doktor, Walkot Semarang Lulus dengan Predikat Summa Cum Laude

Regional
Gibran Sebut Prabowo Rangkul Tokoh di Luar Koalisi Pilpres 2024

Gibran Sebut Prabowo Rangkul Tokoh di Luar Koalisi Pilpres 2024

Regional
Sosok Supriyanto Pembunuh Kekasih di Wonogiri, Residivis Kasus Pembunuhan dan KDRT

Sosok Supriyanto Pembunuh Kekasih di Wonogiri, Residivis Kasus Pembunuhan dan KDRT

Regional
Dorong Pemberdayaan Keluarga, Pj Ketua TP-PKK Sumsel Lantik Ketua Pembina Posyandu Kabupaten dan Kota Se-Sumsel

Dorong Pemberdayaan Keluarga, Pj Ketua TP-PKK Sumsel Lantik Ketua Pembina Posyandu Kabupaten dan Kota Se-Sumsel

Kilas Daerah
Di Hadapan Mendagri Tito, Pj Agus Fatoni Sebut Capaian Ekonomi di Sumsel Sudah Baik

Di Hadapan Mendagri Tito, Pj Agus Fatoni Sebut Capaian Ekonomi di Sumsel Sudah Baik

Regional
Bea Cukai Yogyakarta Berikan Izin Tambah Lokasi Usaha ke Produsen Tembakau Iris

Bea Cukai Yogyakarta Berikan Izin Tambah Lokasi Usaha ke Produsen Tembakau Iris

Regional
Blusukan ke Rusun Muara Baru, Gibran: Salah Satu Tempat yang Paling Padat

Blusukan ke Rusun Muara Baru, Gibran: Salah Satu Tempat yang Paling Padat

Regional
Pura-pura Servis Jam, Pasutri di Semarang Sikat HP Samsung S23 Ultra

Pura-pura Servis Jam, Pasutri di Semarang Sikat HP Samsung S23 Ultra

Regional
4 Kapal Ikan di Cilacap Terbakar, Kerugian Capai Miliaran Rupiah

4 Kapal Ikan di Cilacap Terbakar, Kerugian Capai Miliaran Rupiah

Regional
3.617 Wajib Pajak Magelang Gratis PBB, Berikut Syaratnya

3.617 Wajib Pajak Magelang Gratis PBB, Berikut Syaratnya

Regional
Saat Doa Ibu Mengiringi Pratama Arhan Bertanding...

Saat Doa Ibu Mengiringi Pratama Arhan Bertanding...

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Tengah Malam Berawan

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Tengah Malam Berawan

Regional
Viral Keluhan Soal Kenaikan UKT Unsoed, Mahasiswa Merasa Ditodong

Viral Keluhan Soal Kenaikan UKT Unsoed, Mahasiswa Merasa Ditodong

Regional
Utang Pelanggan PDAM Magelang Capai Rp 150 Juta, Banyak Rumah Kosong

Utang Pelanggan PDAM Magelang Capai Rp 150 Juta, Banyak Rumah Kosong

Regional
Kronologi Pembunuhan Karyawan Toko di Sukoharjo, Korban Dicekik dengan Sabuk dan Dipukul Batu

Kronologi Pembunuhan Karyawan Toko di Sukoharjo, Korban Dicekik dengan Sabuk dan Dipukul Batu

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com