Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

15 Tahun Lumpur Lapindo, Bagaimana Kejelasan Nasib Korban Bencana?

Kompas.com - 31/05/2021, 21:46 WIB
Ghinan Salman,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

Sumber Kompas.id

 

Namun, hingga saat ini, korban terdampak bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo merasa kebijakan pemerintah pusat itu hanya sebuah gimik semata.

Marcus Johny Rany selaku Pengurus Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPKLL) mengatakan, saat ini ada 31 pelaku usaha yang menjadi korban semburan Lumpur Lapindo.

Menurut dia, permasalahan mengenai ganti rugi ini cukup sederhana jika pemerintah konsisten dengan aturan hukum.

"Sebetulnya masalah ini simpel saja, kalau pemerintah konsisten sama hukum, secara hukum dari Mahkamah Agung sudah menyatakan PT Lapindo Brantas tidak bersalah, sesuatu kesengajaan, dan dicabut, dengan sendirinya dia tidak perlu tanggung jawab lagi. Kenapa masih dipaksakan tanggung jawab?" kata Johny, saat dikonfirmasi, Senin (31/5/2021).

Karena itu, dalam masalah ini pemerintah harus hadir untuk menyelesaikan masalah ini.

"Soal bagaimana pemerintah menyelesaikan, bisa ditalangi dulu atau paksa Lapindo untuk membayar, itu urusan pemerintah," ujar dia.

Baca juga: Briptu Mario Sanoy Gugur Jaga Markas Sendirian, Kapolda Papua Evaluasi, Minimal 5 Orang di Pos

Namun, pada kenyataannya, pemerintah dinilai tidak bisa menyelesaikan masalah ganti rugi tersebut.

Sebab, pemerintah sendiri juga tidak bisa memaksa PT Lapindo Brantas karena secara hukum perusahaan tersebut tidak bersalah.

"Satu pihak meminta PT Lapindo Brantas harus bayar ganti rugi, di sisi lain, PT Lapindo Brantas lepas dari hukum," ucap dia.

Ia pun meminta pemerintah pusat memperhatikan nasib korban Lumpur Lapindo yang belum mendapatkan ganti rugi.

Pada awalnya, kata Johny, 31 pengusaha yang tergabung dalam GPKLL dijanjikan mendapatkan ganti rugi dengan sistem business to business atau B to B oleh PT Lapindo Brantas.

Sistem B to B itu ditawarkan kepada para yang tergabung di GPKLL. Sebagian pengusaha menerima dan sebagian lagi menolak karena tanahnya ditawar dengan harga murah.

Sistem B to B itu sendiri, kata Johny, tanah yang seharusnya memiliki harga 1 juta per meter, ditawar menjadi Rp 200.000-Rp 300.000.

Pengusaha yang bersedia akan diberikan uang muka sebesar 20 persen. Perjanjian tersebut berlaku selama dua tahun.

Jika PT Lapindo Brantas tidak bisa merealisasikan, perjanjian otomatis batal demi hukum.

"Tapi, setelah itu, macet. Semuanya gagal bayar dan perjanjian itu batal demi hukum. Sertifikat sebagian sudah diambil kembali," kata Johny.

Johny mengaku, tidak mengetahui jumlah pasti pelaku usaha yang menjadi korban semburan Lumpur Lapindo.

Namun, pengusaha yang tergabung di GPKLL, jumlahnya terdapat 31 pengusaha dengan jumlah total kerugian mencapai Rp 800 miliar.

Selama 15 tahun mereka telah menunggu kejelasan mengenai ganti rugi tersebut, namun hingga kini pemerintah tidak hadir untuk menyelesaikan ini karena pembayaran ganti rugi belum juga terealisasi.

"Bagi kami, korban, kami kan duluan kena. Sekarang kalau dilihat dari luar peta area terdampak yang belum kena lumpur sudah dibayar. Sedangkan kami yang duluan kena lumpur kira-kira sebagai manusia perasaannya gimana, kami 15 tahun digituin itu," kata Johny.

"Sedangkan pemerintah sendiri memakai tanah kami untuk tanggul tanpa sewa, tanpa ganti rugi, itu kan lucu," imbuh Johny.

Sebagai korban, Johny hanya bisa berharap pemerintah bisa segera menyelesaikan masalah tersebut.

Mengenai siapa yang harus bertanggung jawab dan membayar kerugian akibat semburan Lumpur Lapindo, ia menyerahkan semuanya kepada pemerintah.

"Kalau pemerintah bilang PT Lapindo Brantas yang tanggung jawab, ya sudah PT Lapindo Brantas yang tanggung jawab. Tapi, pemerintah harus kawal. Sedang di putusan MK nomor 83/PUU-XI/2013 itu jelas, bahwa pemerintah kan harus hadir dan menyelesaikan masalah ini," tutur dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Wilayah Lumajang

Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Wilayah Lumajang

Regional
Wilayah Rawan Banjir Kiriman Malaysia Jadi Sasaran TMMD, Kodim 0911/NNK Siapkan Lahan Pangan

Wilayah Rawan Banjir Kiriman Malaysia Jadi Sasaran TMMD, Kodim 0911/NNK Siapkan Lahan Pangan

Regional
6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

Regional
Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Regional
Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Regional
Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Regional
Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Regional
Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Regional
Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Regional
Polisi Tangkap Preman yang Acak-acak Salon Kecantikan di Serang Banten

Polisi Tangkap Preman yang Acak-acak Salon Kecantikan di Serang Banten

Regional
Rumah Pembunuh Pelajar SMK Diserang Puluhan Massa Bersenjata Parang

Rumah Pembunuh Pelajar SMK Diserang Puluhan Massa Bersenjata Parang

Regional
Maju Bakal Calon Wakil Wali Kota Semarang, Ade Bhakti Mendaftar ke PDI-P

Maju Bakal Calon Wakil Wali Kota Semarang, Ade Bhakti Mendaftar ke PDI-P

Regional
Teka-teki Pria Ditemukan Terikat dan Berlumpur di Semarang, Korban Belum Sadarkan Diri

Teka-teki Pria Ditemukan Terikat dan Berlumpur di Semarang, Korban Belum Sadarkan Diri

Regional
Menikah Lagi, Pria di Sumsel Luka Bakar Disiram Air Keras oleh Istrinya

Menikah Lagi, Pria di Sumsel Luka Bakar Disiram Air Keras oleh Istrinya

Regional
Duduk Perkara Rektor Unri Laporkan Mahasiswa yang Kritik Soal UKT

Duduk Perkara Rektor Unri Laporkan Mahasiswa yang Kritik Soal UKT

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com