Catur menjelaskan, umumnya di Ketapang, batu kecubung itu berwarna ungu. Ada yang ungu tua dan ungu muda. Warna ungu di batu kecubung seperti bunga lavender.
Di samping itu, ada ada kecubung teh, kecubung cincau dan kecubung solar. Kemudian kecubung kuning, yang terbagi menjadi dua, yakni kuning extra joss dan kuning bensin. Lalu ada kecubung putih kristal dan kecubung kopi hitam.
“Penamaan ini umumnya menunjukkan warga batu tersebut. Seperti misalnya kecubung cincau itu warnanya hitam bening seperti cincau,” jelas Catur.
Selain itu, ada yang namanya kecubung antik, seperti misalnya berupa ada bunga karang di dalam batu, ada platina, ada kepingan berwarna kuning atau merah.
Ada pula kecubung motif, corak batunta setelah diasah seperti mirip gambar kucing, pohon, dan lain-lain.
Kemudian ada kecubung rambut atau bulu. Warna bulunya bisa merah, putih, dan hitam.
“Warna kecubung sebenarnya dipakai menyesuaikan barang atau benda yang sering kita lihat. Contoh kecubung ungu kencana. Warnanya mirip bunga kencana,” tutup Catur.
Profil Catur
Catur Setiawan adalah salah satu pengasah batu asal Kabupaten Ketapang, Kalbar.
Catur lahir dan tumbuh di keluarga yang menyenangi batu cincin, khususnya jenis kecubung.
Mulai dari ayah, paman, sampai saudara-saudaranya, boleh dibilang pengoleksi sekaligus pengasah batu.
Dia mulai ngasah batu tahun 2012. Awalnya banyak melihat dan belajar dari pamannya.
Saat itu, ingat Catur, pekerjaan mengasah batu cincin memang sudah bisa menghasilkan rupiah. Namun masih tak seberapa. Sebab harga kecubung relatif murah.
Harga pasaran kecubung, baru melonjak pada 2014. Saat itu, banyak yang seperti ‘gila batu’. Kemana-mana orang mencari batu.
Batu kecubung booming, dengan harga ‘bagus’ praktis hanya bertahan lebih kurang 2 tahun atau sampai 2016.