Menunda mudik tidak akan menafikan nilai silaturahmi kita kepada keluarga dan juga tidak akan memberangus nilai budaya bangsa yang sudah mengakar, sebagai simbol kebersamaan kita.
Justru sebaliknya, menunda mudik pada waktu sekarang ini merupakan ikhtiar diri untuk meminimalisasi dampak buruk dari budaya itu sendiri di tengah wabah penyakit yang sedang menyandera dunia.
Dengan menekan keinginan sementara (immediate benefit) kita, akan menghindari risiko penularan penyakit pada sanak dan keluarga di kampung halaman. Upaya itu juga akan membantu memutus mata rantai penyebaran wabah.
Oleh karenanya, guna menggapai asa kemenangan atas wabah yang tak berkesudahan, penting bagi masyarakat untuk melakukan reorientasi terhadap makna, persepsi serta keyakinan mengenai kesengsaraan akibat wabah untuk mengakhiri dilema sosial berkepanjangan.
Masyarakat harus kompromi dengan pemerintah terkait putusan larangan mudik demi mewujudkan kebaikan bersama (collective interest) di masa mendatang.
Baca juga: Ramadhan, Madrasah Kepribadian untuk Muslim
Demikian juga dengan pemerintah, seiring dengan larangan mudik tersebut perlu upaya edukasi, sosialisasi dan pelibatan publik dalam setiap putusan dan pengawalannya, sehingga terbuka ruang kesadaran dan perubahan perilaku publik.
Selain itu, pemerintah dengan segala instrumen yang melekat juga perlu memahami relung dalam psikologi dan sanubari masyarakat dalam membuat kebijakan terkait penanganan wabah penyakit yang sejauh ini cukup menguras emosi setiap warga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.