"Kami tetap berjaga. Kami tidak bisa tidur sampai jam 01.30 malam (Minggu dini hari). Saat itu, hujan masih deras. Tiba-tiba lampu mati. Kami kaget. Saya dengar ada gemuruh besar dari atas gunung," kata dia.
Bernadus tak pikir panjang. Ia mengajak istri dan menggendong cucunya, mereka mengungsi ke rumah keluarga.
"Saya pakai payung dan selimuti bayi sambil bergegas ke luar rumah. Sambil berjalan lewat, saya lihat ada lumpur di mata kaki. Air ada di jalan raya. Ketika tiba di rumah keluarga, bunyi gemuruh bertambah besar, dan saya sempat senter rumah," kata dia.
Bernadus tak melupakan pemandangan yang dilihatnya dengan bantuan cahaya dari senter tersebut.
Baca juga: Kapolda Papua: Begitu Tega Kelompok Ini Menembak Guru yang Seharusnya Kita Lindungi
"Saat itu, saya melihat banjir besar menerjang rumah saya. Batu-batu berhamburan di lapangan. Lumpur masuk memenuhi rumah," kata dia.
Bernadus memilih bertahan bersama istri dan cucunya di rumah keluarga tersebut. Mereka terjaga sampai pagi.
Pada Minggu pagi, Bernadus kembali ke rumahnya. Rumah itu nyaris tak berbentuk, sebagian bangunan roboh, bagian kamar hilang beserta isinya.
Rumah itu diepnuhi lumpur padat. Motor GL Max dan Supra X tertanam di dalam lumpur. Sebuah mobil pikap tergeser begitu jauh dari tempatnya.
Sampai saat ini, pikap itu masih tertanam lumpur. Ternak milik Bernadus ikut terbawa banjir.