Meski seluruh aset miliknya yang bernilai ratusan juta bahkan miliaran rupiah masuk Malaysia, ia dengan mantab memilih Indonesia.
Raya mengaku ikhlas jika memang seluruh harta miliknya masuk Malaysia. ia hanya meminta pemerintah Indonesia memberikan ganti untung supaya bisa pindah ke lokasi lain dan memulai usaha baru di tempat tersebut.
‘’Saya merasa punya ikatan batin dengan Indonesia. Saya lahir 17 Agustus 1950, tepat saat orang menyanyikan Indonesia Raya. Makanya setiap lagu itu dinyanyikan saya menangis, saya tidak mau tinggalkan Indonesia,’’ujar Raya yang tiba tiba saja bercucuran air mata.
Raya adalah nama pemberian orang tuanya sejak kecil. Nama itu mengingatkan dia akan sejarah kemerdekaan Republik Indonesia.
Setiap usaha yang dirintisnya selalu diberi nama Suraya, yang berarti orang yang lahir untuk Indonesia Raya.
Aset Raya tidak sedikit. Ada rumah pribadi dengan luas 9 x 17 meter, toko kelontong seluas 7 x6 meter, sarang burung wallet seluas 4 x 20 meter, dan kontrakan 13 pintu.
‘’Banyak yang menyuruh sekalian saja masuk Malaysia, jawaban saya tetap tidak. Walau itu semua aset saya tidak ada yang lain, saya lebih memilih pindah kalau memang di situ milik Malaysia. Saya yakin negara tidak akan menyakiti rakyatnya,’’kata Raya.
Belum ada kejelasan nasib tanah warga perbatasan
Awalnya, Kecamatan Sebatik Utara mencatatkan ada 43 warga yang tanahnya masuk wilayah Malaysia.
Ada sawah, kebun, dan bangunan. Bahkan jalanan menuju kantor kecamatan Sebatik Utara adalah wilayah Malaysia.
Akibatnya, masyarakat Sebatik Utara bahkan harus lewat Malaysia jika ingin ke kantor kecamatan.
Camat Sebatik Utara Zulkifli mengaku belum tahu berapa luasan lahan yang masuk Malaysia.
‘’Kemarin dari 43 warga yang mengaku memiliki lahan yang sekarang masuk Malaysia, kita verifikasi tinggal 28 orang. Mereka bersertifikat BPN, tapi untuk luasan, kami tidak berwenang mengukur. Jadi kami belum berani menyebut berapa luasan yang masuk Malaysia,’’katanya.
Sementara itu, Wamen Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Surya Tjandra mengatakan, kasus yang terjadi di Pulau Sebatik baru pertama terjadi di Indonesia.