Menurut Ibrahim, para kepala sekolah ingin menjadi guru biasa karena tidak nyaman mengelola dana BOS.
Sebab mereka mengaku diperas hingga puluhan juta rupiah.
"Alasan mengundurkan diri, karena mereka mengaku merasa terganggu dan tidak nyaman mengelola dana bos. Sementara mereka mengelola dana bos kan tidak banyak. Ada yang dapat Rp 56 juta, Rp 53 juta dan ada Rp 200 juta per tahun," kata Ibrahim.
Meski surat pengunduran diri para kepala sekolah sudah resmi diserahkan, keputusan tetap menunggu Bupati Inhu.
Setelah diselidiki, ternyata ada dugaan keterlibatan tiga orang dari kejaksaan yang terlibat pemerasan.
Mereka adalah Kepala Kejari Inhu, Hayin Suhikto dan dua orang anak buahnya, Ostar Alpansari mantan Kepala Seksi Pidana Khusus, dan Febri mantan Kepala Sub Seksi.
Baca juga: Abaikan Saran Ganjar, Wali Kota Tegal Tetap Tak Mau Cabut Laporan, Polisi Segera Panggil Saksi
Proses penyelidikan berlanjut hingga proses persidangan di PN Pekanbaru.
"Menyatakan terdakwa Hayin Suhikto terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Menghukum terdakwa dengan pidana 5 tahun penjara, dipotong masa tahanan," ujar Hakim Saut Maruli saat membacakan amar putusan.
Hayin Suhikto dianggap melanggar Pasal 23 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 421 KUHP.
Sedangkan Ostar dan Febri yang merupakan anak buah Hayin saat itu dihukum 4 tahun penjara karena terbukti terlibat pemerasan 64 kepala sekolah tersebut.
Baca juga: Penjaga Minum Obat Maag dan Ketiduran, Tak Tahu 4 Narapidana Kabur dari Rutan