KLATEN, KOMPAS.com - Alfian Fahrul Nabila (18), pelajar salah satu SMK di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah harus mengalami nasib tragis.
Kedua tangannya terpaksa harus diamputasi setelah tersetrum aliran listrik saat memasang jaringan WiFi dalam praktik kerja lapangan (PKL).
Peristiwa memilukan itu dialami Alfian, panggilan akrabnya setahun lalu tepatnya pada 9 Maret 2020. Pada waktu kejadian Alfian masih duduk di bangku kelas XI.
Baca juga: Rencana Belajar Tatap Muka, Guru Prioritas Vaksin Tahap Kedua di Gunungkidul
Alfian bersama temannya akan memasang jaringan WiFi di salah satu rumah warga di Desa Pasung, Kecamatan Wedi.
Alfian tidak kuat menahan pipa tiang antena jaringan WiFi yang akan dia pasang karena naik genteng sendiri.
Sedangkan temannya masih berada di bawah. Pipa antena WiFi itu terjatuh dan mengenai kabel listrik.
"Saya mau naik ke genteng naikkan pipa. Pipanya tidak kuat saya pegang terus ambruk ke kabel listrik dan kesetrum. Kan pipa buat tiang antena WiFinya itu," kata Alfian ketika ditemui di rumahnya Dusun Dalem, Desa Sawit, Kecamatan Gantiwarno, Klaten, Rabu (3/3/2021).
Alfian sempat tidak sadarkan diri selama semalam. Pagi harinya setelah sadar, Alfian sudah berada di rumah sakit.
Alfian merasa kedua tangannya kaku dan tidak bisa digerakkan.
"Saya tidak sadarkan diri satu malam. Pagi sadar itu tangan sudah tidak bisa digerakkan. Kaku semua," ujar siswa kelas XII jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ).
Menurut keterangan dokter semua jaringan sel pada tangannya yang luka bakar karena kesetrum mati. Jalan satu-satunya adalah harus diamputasi.
"Itu diberitahu dokter nanti alternatif terakhir kalau tidak bisa diselamatkan harus diamputasi. Karena jaringan ini sudah mati semua tidak bisa berkembang," kata Alfian.
Alfian dirawat di rumah sakit selama 1,5 bulan dan harus menjalani enam kali operasi. Operasi pertama dilakukan untuk pembukaan jaringan.
Kemudian operasi kedua pembersihan tangan kanan yang terbakar. Setelah itu operasi amputasi pada bagian tangan kanan.
Operasi selanjutnya adalah pembersihan pada bagian tangan kiri yang terbakar.
Kemudian operasi amputasi dilanjutkan pada tangan kiri dan terakhir operasi amputasi untuk cangkok kulit.
"Operasi amputasi awalnya tangan kanan dulu. Setelah dua minggu kemudian operasi amputasi dilanjutkan tangan kiri," ungkap remaja kelahiran 1 Januari 2003.
Baca juga: Sabtu, Peletakan Batu Pertama Pembangunan Masjid Hadiah untuk Jokowi dari Pangeran Abu Dhabi
Setelah kedua tangannya diamputasi, Alfian mengatakan dirinya takut keluar rumah karena malu. Sesekali keluar hanya berada di depan rumah.
Dia pun harus memakai selimut untuk menutupi agar kedua tangannya yang diamputasi tersebut tidak terlihat orang lain.
"Setelah pulang dari rumah sakit tidak berani keluar rumah. Kalau ada tamu hanya mengintip dari jendela rumah," Alfian.
Alfian mengungkap sehari sebelum kejadian dirinya merasa gelisah. Bahkan dirinya tidur sampai mengigau.
"Malam hari itu kayak enggak enak rasanya. Katanya ibu saya malam itu tidurnya nangis," kata dia.
Lebih lanjut, dirinya tetap melanjutkan sekolah meski kedua tangannya diamputasi. Saat ini pembelajaran sekolah dilaksanakan secara daring karena masih pandemi Covid-19.
"Mengerjakan tugas pakai laptop dengan kaki. Menggunakan HP (handphone) juga dengan kaki," ungkap anak pertama pasangan Wagimin (55) dan Tri Ismani (54).
Sementara itu, paman Alfian, Purwanto (50) menambahkan mental Alfian mulai bangkit kembali setelah mengikuti rehab medik.
"Mentalnya naik kan antara dua sampai tiga minggu ini. Kemarin kan rehab medik. Dari rekomendasi dokter sudah bisa dipasangi tangan palsu (bionik)," ungkap Purwanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.