Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Ponten, Toilet Umum Pertama di Solo pada Masa Kolonial

Kompas.com - 07/02/2021, 08:00 WIB
Pythag Kurniati

Editor

KOMPAS.com- Bangunan berusia 84 tahun itu masih tampak kokoh berdiri.

Hanya saja, dinding-dinding bangunan itu telah tampak termakan usia.

Ponten, demikian bangunan yang terletak di Kelurahan Kestalan, Kecamatan Banjarsari, Solo itu sering disebut.

Siapa sangka, ponten menyimpan sejarah berdirinya toilet atau tempat mandi, cuci dan kakus (MCK) pertama di Solo pada masa kolonial.

Baca juga: Kisah-kisah Suami Istri Meninggal Bersama karena Covid-19, Hanya Terpaut Beberapa Jam dan Pengurus Jenazah Tertular

Menelusur sisi-sisi ponten

Salah satu ruang di bangunan ponten. Terdapat jamban dan bak penampung air. (Kompas.com/Pythag) Salah satu ruang di bangunan ponten. Terdapat jamban dan bak penampung air. (Kompas.com/Pythag)
Tampak dari depan, bangunan bercat putih ini memiliki tembok setinggi tiga meter dengan dua akses kecil di sisi kanan dan kiri.

Meski sempit, akses celah bisa menembus hingga ke bagian belakang.

Di keempat sudut ponten terdapat bilik kecil untuk tempat buang air dan mandi.

Dalam satu bilik dibagi menjadi dua tempat buang air dengan sekat tembok satu meter. Terdapat satu bak air dan sebuah jamban.

Kemudian terlihat pula beberapa pancuran untuk mandi dengan tempat duduk yang menyatu dengan lantai.

Meski tertutup tembok, sama sekali tak ada daun pintu di setiap bilik-biliknya. Yang menarik, bangunan ini langsung beratapkan langit.

Baca juga: Kasat Narkoba Dinonaktifkan, Pengunggah Dijerat UU ITE, Ini Fakta Video Viral Kasat Narkoba Lagi Tinggi

 

Bnagunan ponten yang merupakan monumen toilet pertama di solo pada masa kolonial Bnagunan ponten yang merupakan monumen toilet pertama di solo pada masa kolonial
Berangkat dari kegundahan hati sang pemimpin

Menurut sejarawan yang juga merupakan Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko, ponten menjadi titik awal revolusi sanitasi warga, khususnya di Jawa dan Solo.

Bangunan tersebut berangkat dari kegundahan hati Mangkunegara VII melihat rakyatnya yang minim kesadaran dalam hal mandi, cuci dan kakus.

"Dalam proses kepemimpinan, Mangkunegara VII ini, seringkali mider projo (berkeliling wilayah). Mangkunegara VII naik kuda menyapa masyarakat hingga melihat drainase, kalen (parit), sungai," kata Heri.

"Saat berada di wilayah Kestalan, beliau tahu ternyata masyarakat menggunakan air sungai untuk berbagai keperluan. Mangkunegara VII prihatin, kok, ada rakyatnya seperti ini," lanjut dia.

Mangkunegara VII dengan kemajuan intelektualnya pun menyadari jika banyak rakyatnya saat itu yang mengalami sakit akibat kurang menjaga kebersihan.

Baca juga: Batu Meteorit Hendak Dijual Munjilah, Ahli: Sebaiknya Diberikan ke Negara

Meramu sebuah bangunan dengan pengalaman dan relasi di Belanda

Ilustrasi Belanda - Jalur yang bisa dilintasi oleh para pesepeda di Amsterdam.SHUTTERSTOCK Ilustrasi Belanda - Jalur yang bisa dilintasi oleh para pesepeda di Amsterdam.
Kegelisahan tersebut kemudian diramu dengan pengalamannya sepulang dari Negeri Kincir Angin.

"Itu awal mulanya Mangkunegara pulang dari Belanda kemudian punya pemikiran, intelektualnya tertempa, melihat taman kota di Belanda seperti apa," tutur Heri.

Mangkunegara VII kemudian menggandeng arsitektur kenamaan berdarah Belanda Thomas Karsten untuk merancang sebuah tempat dengan misi revolusi sanitasi bagi rakyatnya.

Thomas Karsten pun membangun bangunan yang kini kerap disebut sebagai ponten dengan akulturasi gaya bangunan.

Tak heran, dari luar ponten berbentuk menyerupai candi.

"Dia punya modal intelektual, jaringan relasi dengan Thomas Karsten dan yang tak bisa dipungkiri adalah persediaan dana. Mangkunegara VII sangat kaya sekali," kata dia.

Baca juga: Fakta Lepasnya 2 Harimau Sinka Zoo Singkawang, Tewaskan Pawang, Bermula Kandang Longsor

Penyebutan ponten

Ponten dibangun pada tahun 1936. Bangunan berumur 84 tahun itu kini telah ditetapkan sebagai cagar budaya.

Nama ponten yang kini populer di kalangan masyarakat Solo mulanya diambil dari Bahasa Belanda, fontein yang berarti air mancur.

Namun Heri menyebut, dalam sebuah arsip di Pura Mangkunegaran, bangunan itu disebut sebagai baalpat.

"Dalam sebuah arsip yang di Mangkunegaran, sebutan saat itu bukan ponten tapi baalpat intinya seperti monumen kamar mandi bukan monumen mati tapi itu dipakai," ujar dia.

Baca juga: Lagu Terpesona yang Jadi Yel TNI-Polri Ternyata Diciptakan 25 Tahun yang Lalu, Ini Ceritanya

Revolusi sanitasi

Ilustrasi toiletShutterstock Ilustrasi toilet
Semenjak bangunan berdiri, sejarah mencatat, mulai terjadi perubahan kebiasaan masyarakat.

Mereka yang mulanya mandi hingga buang air di sungai, beralih menggunakan ponten.

Tak hanya itu, masyarakat juga mulai mengenal ruang privasi dengan dibangunnya bangunan bersekat-sekat untuk mandi, cuci dan kakus.

"Poin menarik, masyarakat yang mulanya gebyar-gebyur tak ada kerahasiaan saat ponten muncul mulai mengenal rasa malu. Privasinya terjaga," tutur dia.

"Ponten ini merupakan terobosan Mangkunegara VII mengenai masalah kebersihan dan kesehatan," tutup Heri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com