Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Sebut Banjir Bandang di Puncak Bogor Bisa Terulang, Ini Penyebabnya

Kompas.com - 28/01/2021, 08:31 WIB
Afdhalul Ikhsan,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

KABUPATEN BOGOR, KOMPAS.com - Pakar tata ruang dari Institut Pertanian Bogor (IPB University) Ernan Rustiadi mengungkapkan bahwa banjir bandang di kawasan Puncak Bogor, Jawa Barat, bisa terulang kembali.

Sebab, menurut dia, kejadian serupa pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya pada musim hujan.

"Pada waktu banjir itu, terjadi empat kali dalam sehari, di lokasi kejadian yang berada di area PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. Yang paling terdampak adalah Kampung Blok C dan Rawa Dulang," kata Ernan dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (27/1/2021).

Baca juga: Kebakaran di RS Sentra Medika Cibinong Padam, Vaksin Dipastikan Aman

Menurut Ernan, tim IPB University telah melakukan kunjungan khusus untuk menelaah terkait banjir tersebut pada 21-23 Januari 2021.

Tim dari Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W), sudah sejak 2014 melakukan kajian dan pedampingan terkait aspek tata ruang dan kawasan di Puncak Bogor.  

Pada kunjungan tersebut, tim dari bidang Geomorfologi dan Kebencanaan menyimpulkan bahwa secara geomorfologis, Kampung Blok C dan Rawa Dulang berada di bawah area cekungan (sub-daerah aliran sungai/DAS) yang dominan berlereng curam.

“Tanahnya juga berbahan induk vulkanik (piroklastik dan lava) di mana material asal piroklastik yang sifatnya lepas, bersifat mudah bergerak/longsor sehingga longsoran dapat membendung sungai," kata Ernan.

Baca juga: PGI dan PGPI Sumbar Sebut Persoalan Wajib Jilbab Hanya Kesalahpahaman, Bukan Intoleransi

Sementara itu, akumulasi air sungai dapat menjebol bendungan air yang menyebabkan banjir bandang.

"Beberapa area di sekitarnya juga memiliki kecenderungan pergerakan tanah yang aktif,” kata dia.

Ernan yang juga Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University ini mengatakan bahwa di daerah tersebut banyak tanah yang tidak stabil.

Secara alami, ada wilayah yang rawan longsor dan menjadi potensi bencana selanjutnya.

“Peluang munculnya longsor kemungkinan terjadi jika tidak ada upaya untuk mencegahnya,” ujar Ernan.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan drone, kearifan lokal berupa rumpun bambu di sepanjang sungai ternyata mampu membelokkan banjir bandang.

Rumpun bambu ini sangat efektif memperkuat dinding-dinding anak Sungai Ciliwung.

“Jadi kami rekomendasikan agar dilakukan penanaman bambu di sepanjang DAS untuk mengurangi dampak banjir bandang yang kemungkinan terjadi di masa yang akan datang, terutama di musim hujan yang ekstrem,” ucap dia.

 

Solusi jangka pendek dan panjang

Ernan menyampaikan rekomendasi jangka pendek berupa mencegah/membatasi aktivitas permukiman dan wisata di area terdampak, khususnya hingga berakhirnya masa puncak musim hujan.

Selain itu, perlu juga melakukan monitoring harian menggunakan teknologi pemantauan jarak jauh (teknologi drone dan lain-lain) di area-area rawan longsor semasa musim hujan.

Untuk rekomendasi jangka menengah dan panjang, perlu dibangun sistem pemantauan rutin terpadu dan teknologi informasi-komunikasi di kawasan rawan longsor.

Baca juga: Akhyar Nasution: Saya Akan Pecahkan Rekor, Jadi Wali Kota Tak Sampai Seminggu

Kemudian, perlu disediakan area-area tangkapan air dan sistem sempadan sungai yang memadai untuk mengantisipasi dan menampung potensi banjir-banjir bandang alami.

Berikutnya perlu menata ulang kembali area permukiman dan wisata di sekitar area Kampung Blok C, Rawa Dulang dan sekitarnya, berbasis pertimbangan geomorfologis dan daya dukung lahan.

Kemudian mengembangkan sistem proteksi/penghalang buatan dan biologi (rumpun bambu dan lain-lain).

Membuat kalender aktivitas wisata dan warga yang mempertimbangkan musim dan perlu juga tata kelola pengendalian tata ruang dan pertanahan berbasis teknologi informasi, serta kelembagaan koordinasi lintas para pihak.

“Rekomendasi di atas secara umum berlaku untuk area sekitarnya dengan pertimbangan karakteristik geomorfologis masing-masing. Rekomendasi ini sudah kami disampaikan kepada kawan-kawan di PTPN VIII. Tentunya ini juga jadi masukan bagi Kementerian Agraria dan Tata Ruang terkait pengendalian tata ruang,” kata Ernan.

Pemantauan LSM

Sementara itu, dari penelusuran dan analisis Forest Watch Indonesia (FWI) dalam rentang waktu periode 2000 sampai 2016, DAS Ciliwung mengalami kehilangan hutan seluas 66 kali Kebun Raya Bogor atau sekitar 5.700 hektar hutan alam hilang di kawasan Puncak Bogor.

Kondisi itu, kini hanya menyisakan 3,407.15 hektar atau sekitar 8,91 persen hutan alam dari total luas hulu DAS Ciliwung. 

Pengampanye FWI Anggi Putra Prayoga mengungkapkan, kasus kehilangan hutan alam di daerah tangkapan air hulu DAS Ciliwung disebabkan oleh adanya alih fungsi hutan menjadi perkebunan, ladang, permukiman, dan semak belukar.

Adapun di antaranya, seluas 879,81 hektar atau 6,02 persen kawasan hutan lindung di wilayah Puncak berubah fungsi menjadi perkebunan.

Kemudian yang juga beralih fungsi, menjamurnya kawasan hunian seperti vila, hotel, dan resort yakni seluas 321,69 hektar atau 2,20 persen.

"Jadi memang signifikan perubahan tutupan hutan. Nah itu yang harusnya dievaluasi, kemudian melihat kebijakan yang ada itu ya disesuaikan dengan yang tadi hilang itu. Jadi dikembalikan lagi fungsinya, yang awalnya hutan, kita hutankan lagi," ucap Anggi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (21/1/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com