KOMPAS.com - NA (33) seorang ibu rumah tangga di Kulon Progo membuat laporan palsu ke polisi.
Ia mengaku dirampok pada Jumat (16/102/20) di sebuah jalan tanjakan di Pedukuhan Cerme, Kapanewon Panjatan, Kulon Progo.
Saat dirampok, NA mengaku kehilangan uanga tunai Ro 140 juta, cincin emas 5,5 gram, SIM, KTP, kartu BPJS, surat nikah dan ATM.
Untuk meyakinkan petugas, ia membawa saksi palsu dan menunjukkan tas selempang yang robek.
Baca juga: Hindari Tagihan Utang, IRT Mengaku Dirampok, Hilang Rp 140 Juta dan Cincin Emas
NA mengaku ia membuat laporan palsu untuk menghindari kejaran orang yang hendak menagih utang sebesar Rp 63 juta.
“Terpaksa. Belum lunas semua, kurangnya Rp 63 juta. Dipakai untuk sehari-hari,” kata NA.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kasubag Humas Polres Kulon Progo Iptu I Nengah Jeffry. Ia mengatakan NA mengaku menjadi korban perampokan dan kehilangan uang tunai Rp 140 juta.
Baca juga: 137.600 Warga Kulon Progo Diprioritaskan Menerima Vaksin Covid-19
Namun saat olah TKP, polisi tidak menemukan ada aksi perampokan di wilayah tersebut.
“Pelaku berpura-pura menjadi korban perampokan atau jambret di jalan tanjakan Gunung Sutorini, Cerme, Panjatan,” kata Jeffry dalam keterangan pers, Selasa (8/12/2020).
NA ditangkap polisi pada 24 Oktober 2020. Namun dia ditangkap bukan karena laporan palsu, namun karena kasus penipuan.
Baca juga: Ini Mayoritas Usia Pasien Covid-19 yang Meninggal di Kulon Progo
Ia dilaporkan ke polisi oleh DW (42) pada 17 Oktober 2020 tak lama setelah NA membuat laporan palsu.
Kasus tersebut berawal saat NA menjual dua bidang tanah ke DW warga Karangrejo, Karangwuni, Wates pada Maret 2019. Ternyata tanah tersebut belum sah milik NA.
Padahal DW sudah memberikan uang Rp 74 juta pada NA untuk balik nama. Ternyata balik nama tak bisa dilakukan karena tanah tersebut belum sah milih NS.
Terkait kasus penipuan, polisi mengamankan barang bukti berupa lima lembar bukti transfer dari DW ke NA dan satu bundel rekening koran riwayat transfer dari DW pada NA.