Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dianggap Timbulkan Perpecahan, AWK Kembali Didemo

Kompas.com - 03/11/2020, 17:04 WIB
Kontributor Banyuwangi, Imam Rosidin,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

DENPASAR, KOMPAS.com - Massa yang mengatasnamakan Forum Komunikasi Taksu Bali melakukan unjuk rasa di kantor DPD RI Perwakilan Bali, di Jalan Cok Agung Tresna, Renon, Denpasar, Selasa (3/11/2020) siang.

Mereka mengecam keras pernyataan-pernyataan anggota DPD RI Dapil Bali, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedastraputra atau kerap disapa AWK.

Ketua Forum Komunikasi Taksu Bali I Ketut Wisna mengatakan, pernyataan AWK telah menimbulkan kegaduhan dan bisa menyebabkan konflik sosial.

"Melihat dinamika sosial masyarakat akhir-akhir ini, akibat tindakan dan pernyataan AWK menimbulkan kegaduhan," kata Wisna, di sela-sela demo, Selasa.

Baca juga: Kasus AWK, Anggota DPD RI yang Dianggap Lecehkan Kepercayaan Warga Bali, Mengaku Telah Baca Kitab Suci

Adapun pernyataan sikap dalan aksi kali yakni mengutuk dan mengecam keras pernyataan AWK bahwa hubungan seks bebas di kalangan pelajar diperbolehkan asal pakai kondom.

Lalu, mengecam pernyataan AWK yang dianggap menghina dan melecehkan simbol agama Hindu Bali yakni menyebutnya sebagai makhluk suci dan bukan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Kemudian, menyatakan mosi tidak percaya kepada AWK karena pernyatannya di publik tidak sesuai tupoksinya sebagai anggota DPD RI komite 1 bidang pemerintahan, politik, hukum, HAM, pemukiman, dan pertanahan.

"Kami menuntut badan kehormatan DPD RI segera memproses sesuai kode etik," kata dia.

Lalu meminta pihak kepolisian mengusut kasus-kasus AWK yang dilaporkan oleh warga.

Tuntutan lainnya yakni meminta PHDI mencabut pengayoman terhadap aliran Hare Krisna.

Menurutnya, AWK terafiliasi dengan Hare Krisna yang sudah dilarang oleh negara berdasarkan keputusan Kejaksaan Agung.

Terakhir sepakat dengan pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa ekspresi kebebasan yang mencederai kesucian agama harus dihentikan.

Ia menambahkan, aksi ini diikuti 44 elemen dari seluruh Bali.

Aksi serupa juga dilakukan di Klungkung, Bali dengan poin tuntutan yang sama.

Menanggapi aksi tersebut, AWK menghargai aksi tersebut sebagai bagian dari demokrasi.

"Tidak masalah, saya selaku penjaga konstitusi menganggap hal yang wajar. Kepada tuntutan itu ya silahkan saja namanya aspirasi," kata AWK, saat dihubungi.

Terkait ada mosi tidak percaya, ia menyerahkannya kepada mekanisme dan Undang-Undang yang berlaku.

Soal tuntutan mencabut pengayoman Hare Krisna, AWK menyarankan tuntutannya diarahkan ke Kementerian Hukum, Kementerian Agama dan PHDI pusat, di Jakarta.

AWK menambahkan, menyampaikan soal agama merupakan hak setiap orang.

Meski mengaku bukan pendeta dan ahli agama, namun ia merasa mempunyai kewajiban untuk mencerahkan masyarakat.

Baca juga: Ini Penjelasan AWK Terkait Tudingan Lecehkan Kepercayaan Warga Bali

"Saya kan orang yang memang mengetahui tentang hal ini. Di satu sisi kan saya sebagai tokoh Hindu, saya membikin organisasi Hindu, jadi buat saya apa yang salah," kata dia.

AWK juga menyinggung terkait kecaman soal pernyataan-pernyataannya di sebuah video soal seks bebas dan simbol Agama Hindu.

Menurutnya, video tersebut sudah ada sejak 2017 silam yang kemudian kembali digoreng oleh kompetitor politiknya.

"Yang simbol itu tahun 2017 yang sengaja digoreng kompetitor yang kebetulan kalah di pemilu dan ini adalah aksi yang kesekian kalinya," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com