Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merajut Serat Pohon Pisang Menjadi Barang Ekspor Bernilai

Kompas.com - 15/10/2020, 11:46 WIB
Aji YK Putra,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

PALEMBANG, KOMPAS.com - Sejak 2010, Djunaidi (71) telah mengolah pohon pisang Abaka menjadi barang bernilai tinggi.

Serat yang terdapat dalam pohon pisang dibuat menjadi berbagai produk kerajinan tangan seperti taplak meja dan karpet.

Bahkan, produk CV Natural yang dikelola oleh Djunaidi ini telah menembus pasar luar negeri, seperti Amerika Serikat, Belanda, Inggris, Thailand dan lain sebagainya.

Baca juga: Video Viral, Seorang Perempuan Nyinyir dan Melawan Saat Razia Masker

Setelah pesanan yang masuk begitu banyak, Djunaidi mulai mengerjakan 200 orang pegawai untuk membuat berbagai produk.

Menurut Djunaidi, karpet dan taplak meja yang dihasilkan itu dibuat tanpa bantuan mesin.

Semuanya dirajut satu per satu dengan alat sederhana yang ia buat sendiri.

Begitu juga dengan pewarnaan karpet. Semuanya menggunakan bahan alami, sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.

"Pengerjaan satu produk bisa memakan waktu satu bulan. Karena dibuat dengan manual tanpa mesin, itu biar hasilnya rapih, pasar luar juga lebih ketat mereka lebih memilih bahan yang ramah lingkungan," kata Djunaidi kepada Kompas.com, Kamis (15/10/2020).

Baca juga: Cerita 24 Anak Panti Asuhan Bergantian Belajar Online Pakai 2 Ponsel

Djunaidi mengatakan, bahan baku pohon pisang Abaka itu ia impor dari Filipina.

Sebab, serat yang dihasilkan bisa mencapai panjang hingga 4 meter.

Berbeda dibandingkan serat pohon pisang Abaka di Indonesia yang hanya memiliki panjang 1,5 meter.

"Pernah saya coba menanam sendiri pohon pisang Abaka dengan bibit dari Filipina, hasilnya juga tidak bagus, karena kontur tanah di sini beda dengan di Filipina. Akhirnya diputuskan impor saja ke sana," ujar Djunaidi.

 

Terdampak pandemi

Sebelum pandemi Covid-19, tiap bulan Djunaidi mampu mengekspor satu kontainer karpet dan taplak meja ke sejumlah negara besar.

Namun, saat ini ia hanya mampu setengahnya saja, karena di beberapa negara masih membatasi ekspor barang dari luar negeri.

"Kalau penurunan order barang sekarang sekitar 40 persen semenjak pandemi, karena permintaan sekarang sepi," kata dia.

Baca juga: Kisah Para Pedagang Kecil Bangkit Melalui Dana Bank Wakaf Mikro Setelah Terpuruk karena Covid-19

Penurunan omzet yang merosot jauh membuat Djunaidi memutar otak agar tetap mempekerjakan 200 orang pegawai yang rata-rata adalah ibu rumah tangga di sekitar pabrik.

Djunaidi pun memangkas jam lembur dan hanya bekerja lima hari dalam sepekan.

Hal itu dilakukan agar ia bisa tetap mempertahankan para pekerjanya tanpa melakukan pemecatan.

"Sekarang pemasukan hanya impasan saja, semua pegawai sudah mengerti kondisi ini," kata Djunaidi.

Saat ini, ia berharap peran dari pemerintah untuk kembali mempromosikan produk yang dihasilkan dari pohon pisang itu, agar pasar penjualan kembali stabil.

"Harapannya sekarang hanya minta bantu promosi di luar, mengenalkan produk Indonesia. Kalau tidak begitu, kita susah jual barang ke luar," kata Djunaidi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com