Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sedih 3 Anak Yatim Piatu, Ibu Meninggal, 4 Hari Kemudian Bapak Meninggal

Kompas.com - 30/09/2020, 06:11 WIB
Zakarias Demon Daton,
Khairina

Tim Redaksi

 

SAMARINDA, KOMPAS.com – Kondisi tiga anak yatim piatu di Samarinda, Kalimantan Timur, memprihatinkan.

Ketiganya tinggal di sebuah rumah kayu ukuran kira-kira 5 x 10 meter.

Bangunan ini cukup tua, peninggalan orangtua mereka.

Dinding rumah sudah mulai lapuk. Sebagian sudah terlepas dari ikatan yang dipaku. Dapur nyaris roboh.

Ruang tengah sempit. Beralaskan karpet kumal. Dipenuhi tumpukan pakaian dan barang-barang lain.

Baca juga: Kisah Sedih 5 Anak di Jombang, Ibu Diisolasi dan Ayah Telah Meninggal, Hanya Dibekali Rp 500.000

Tiga bersaudara ini, Mauliddin Noor (20), Muhammad Luthfi (17) dan Nurul Azkiya (11).

Mereka ditinggalkan kedua orangtua, Sirajuddin (58) dan Jumiati (43) 10 bulan lalu.

Ibu meninggal 14 Desember 2019. Selang 4 hari kemudian, 19 Desember Bapak juga meninggal,” kisah Mauliddin saat ditemui Kompas.com di kediamannya RT 34 Kelurahan Sidodami, Kecamatan Samarinda Ulu, Senin (28/9/2020).

Pasangan Sirajuddin dan Jumiati meninggal karena sakit. Jumiati mengidap komplikasi, lalu disusul Sirajuddin meninggal karena sakit paru.

“Ibu sakitnya baru-baru saja. Kalau Bapak sakit jantungnya sudah lama sejak 2012,” kenang Mauliddin.

Sejak kepergian kedua orangtuanya itu ketiga bersudara ini awalnya tinggal sendirian di rumah tua itu.

Mauliddin sudah lulus SMA. Ia sempat kerja jadi sales namun pandemi ia berhenti.

Sementara, dua adiknya, Muh Luthfi masih duduk di bangku kelas tiga SMP dan Nurul kelas 5 SD.

“Karena kami sendirian, kami panggil Kai (kakek) dan nenek tinggal sama kami. Biar jadi orangtua kami. Ada yang membimbing kami,” ungkap Mauliddin.

Baca juga: Kisah Sedih Dimas, Bocah 12 Tahun dengan Bobot 10 Kg: Lahir Prematur 5 Bulan, Ibu Meninggal karena Kanker Serviks

Awalnya, sang kakek Misran (62) dan istri Ernawati (56) menetap di Sangkulirang. Sebuah kecamatan di Kabupaten Kutai Timur. Kira-kira 200 kilometer dari Kota Samarinda.

Prihatin dengan kondisi cucunya, pasangan usia senja ini akhirnya memutuskan ke Samarinda tinggal bersama ketiga cucunya.

“Kalau nenek (istri) tetap di sini. Tapi saya bolak-balik karena ada kebun di Sangkulirang enggak ada yang urus,” ucap Misran.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka hanya berharap penghasilan dari sang kakek mengurus kebun. Kadang juga jadi nelayan.

Penghasilan dari situ untuk menghidupi ketiga cucunya.

Untuk kebutuhan sekolah, Mauliddin berusaha mencari pekerjaan dan mengurus beasiswa agar adik-adik sekolah gratis.

“Saya selalu usahakan cari beasiswa. Tapi sejauh ini belum dapat. Kalau dapat info saya selalu usaha,” tutur Mauliddin.

Di tengah pandemi ini, Mauliddin kadang jualan online untuk menghidupi kebutuhan adik-adiknya.

“Bantu-bantu kakek dan adik-adik,” kata dia.


Dapat program Bedah Rumah

Ketua RT 34 Kelurahan Sidodami, Kecamatan Samarinda Ulu, Dony Irawan mengatakan sejak awal keluarga tersebut memang hidup susah.

Apalagi, di saat kedua orangtua mereka sakit. Nyaris tak ada topangan ekonomi keluarga.

Kondisi rumah juga memprihatinkan.

“Saya dapat info dari kelurahan. Ada program bedah rumah dari Kementrian PUPR. Saya usulkan salah satu rumah mereka. Sekarang lagi pengerjaan sekitar 60 persen,” kata dia.

Sebelum jatuh sakit dan meninggal, ayahnya, kata Dony, sempat kerja di Pertamina.

Hanya dirinya tak tahu status pekerjaannya. Sejak sakit sudah tak lagi bekerja.

“Ibunya sakit meninggal, 4 hari kemudian, ayahnya meninggal. Kehidupan mereka memang susah,” tutup Ketua RT.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com