Di Kampung Muara Wis, Anca bertugas mengontrol dan menjaga habitat pesut mahakam yang hidup di perairan sekitar kampungnya mereka.
Amanat itu ia dapat dari dari Yayasan Konservasi Pesut, Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI).
RASI menugaskan mengontrol kawasan perairan Sungai Mahakam di sekitaran kampung mereka menggunakan perahu kecil.
“Saya patroli. Kalau ada pesut yang terjerat (rengge) saya evakuasi. Tapi kejadian pesut mati ini memang di luar dugaan. Kita enggak tahu kalau terjerat,” terang dia.
Baca juga: Warga Sebut Melihat Pesut Mahakam Fenomena Langka, Bagaimana Populasinya?
Mengenal Alat Tangkap Tradisional Rengge
Rengge (gilnet) merupakan jaring tangkap tradisional nelayan di Kaltim. Alat ini kerap digunakan nelayan di sekitar perairan Mahakam.
Koordinator TPI Klandasan, Dinas Pangan Pertanian dan Perikanan (DP3) Balikpapan, Hery Seputro menjelaskan rengge biasa terbuat dari benang nilon ukuran sedang.
Para nelayan membentangkan alat itu dalam air di Sungai Mahakam.
Umumnya dipasang melintang ditancapkan pada sebilah bambu sebagai penopang.
Rengge biasa diletakkan di perairan rawa atau sungai searah arus air ataupun sebaliknya. Tujuannya agar ikan-ikan yang melintas tersangkut.
“Pesut ini pakannya ikan juga. Mereka ikut masuk ke rengge itu memburu ikan. Makanya sering terjaring karena mencari makan,” ungkap Heri.
Baca juga: Kandung Logam Berat, Sungai Mahakam Sudah Tak Ramah Bagi Pesut
Begitu (pesut) terlilit, sambung Heri, pesut tak bisa muncul lagi ke permukaan untuk bernapas akhirnya mati.
Menurut Heri, alat tangkap rengge sebetulnya ramah lingkungan.
Hanya saja, tangkapan secara tak sengaja itu yang membahayakan biota lain termasuk pesut.
Karena itu, dia menyarankan para nelayan perlu diberi edukasi untuk bisa melepas pesut dari jeratan rengge jika menemukan tersangkut.