Salin Artikel

Rengge, Alat Tangkap Nelayan di Kaltim yang Jadi Penyebab Tertinggi Kematian Pesut

Dia baru datang dari Kota Bangun mengikuti proses pemakaman keluarganya yang meninggal pada pagi harinya.

Tiba di rumah, pria dengan sapaan Anca itu baru saja merebahkan badannya di kursi, tiba-tiba datang Gedi.

Tetangga rumahnya itu menyampaikan informasi menemukan pesut mahakam mati di Teluk Soda usai mencari pakan sapi.

Tanpa pikir panjang, Anca siap-siap bergegas menuju lokasi ditemani Gedi dan Ramli.

Ketiganya menggunakan perahu kecil menuju lokasi pesut mati di perairan Sungai Mahakam tepat kawasan perbatasan Kampung Muara Wis dan Sebemban.

“Tiba di lokasi saya turun (menyelam) lihat ekornya terjerat rengge,” ungkap Anca saat dihubungi Kompas.com, Selasa (15/9/2020).

Pesut tak lagi berdaya ketika terjerat rengge.

Hewan mamalia air tawar yang dilindungi ini tak bisa bernapas. Alat bernapas menggunakan paru-paru membuat pesut harus muncul ke permukaan untuk hirup oksigen.

Anca bersama dua rekannya itu membawa bangkai pesut mati itu ke Kampung Muara Wis.

Dari fisik bangkai usianya pesut mati ditaksir remaja, jenis kelamin jantan dengan panjang 145 sentimeter.

Dari Muara Wis, Anca membawa bangkai pesut itu ke Kota Bangun setelah diminta tim dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim.

“Katanya mereka mau teliti dulu. Saya bawa ke sana. Setelah itu kami kubur di Kota Bangun,” tutur dia.

Amanat itu ia dapat dari dari Yayasan Konservasi Pesut, Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI).

RASI menugaskan mengontrol kawasan perairan Sungai Mahakam di sekitaran kampung mereka menggunakan perahu kecil.

“Saya patroli. Kalau ada pesut yang terjerat (rengge) saya evakuasi. Tapi kejadian pesut mati ini memang di luar dugaan. Kita enggak tahu kalau terjerat,” terang dia.

Mengenal Alat Tangkap Tradisional Rengge

Rengge (gilnet) merupakan jaring tangkap tradisional nelayan di Kaltim. Alat ini kerap digunakan nelayan di sekitar perairan Mahakam.

Koordinator TPI Klandasan, Dinas Pangan Pertanian dan Perikanan (DP3) Balikpapan, Hery Seputro menjelaskan rengge biasa terbuat dari benang nilon ukuran sedang.

Para nelayan membentangkan alat itu dalam air di Sungai Mahakam.

Umumnya dipasang melintang ditancapkan pada sebilah bambu sebagai penopang.

Rengge biasa diletakkan di perairan rawa atau sungai searah arus air ataupun sebaliknya. Tujuannya agar ikan-ikan yang melintas tersangkut.

“Pesut ini pakannya ikan juga. Mereka ikut masuk ke rengge itu memburu ikan. Makanya sering terjaring karena mencari makan,” ungkap Heri.

Begitu (pesut) terlilit, sambung Heri, pesut tak bisa muncul lagi ke permukaan untuk bernapas akhirnya mati.

Menurut Heri, alat tangkap rengge sebetulnya ramah lingkungan.

Hanya saja, tangkapan secara tak sengaja itu yang membahayakan biota lain termasuk pesut.

Karena itu, dia menyarankan para nelayan perlu diberi edukasi untuk bisa melepas pesut dari jeratan rengge jika menemukan tersangkut.


Perairan di sepanjang perkampungan Muara Wis dan sekitarnya terpasang kurang lebih tujuh rengge oleh nelayan setempat.

Anca bertugas mengontrol rengge-rengge tersebut.

“Kalau ada (pesut) yang terjaring saya lepas,” kata dia.

Menurut Anca, perairan di sekitar kampungnya hidup sekitar 10 ekor pesut mahakam.

“Mereka (pesut) sering gerombolan ke hulu, ke hilir. Biasanya pagi dan sore. Bulan lalu (Agustus) kami ketemu tiga kali sekitar 10 ekor,” terang Anca.

Anca menyebut baru satu kali pesut terjerat rengge nelayan dan mati di perairan sekitarnya kampungnya.

“Sebelumnya tak pernah ada,” tutup dia.

Jadi Penyebab Kematian Tertinggi

Hasil identifikasi RASI penyebab kematian pesut di Sungai Mahakam beragam.

Hanya, sekitar 66 persen di antaranya mati terjerat rengge. Rengge jadi penyebab tertinggi.

Faktor lainnya tertabrak kapal sekitar 10 persen, diduga kena racun limbah sekitar 4 persen, dan lain-lain seperti terjebak daerah dangkal, proses kelahiran hingga kena setrum ikan hanya di bawah 3 persen.

“Saat ini jumlah pesut yang masih hidup di DAS Sungai Mahakam diperkiraan berkisar 80 – 81 ekor,” ungkap Peneliti RASI, Danielle Kreb.

Angka tersebut menurut Danielle terus merosot setiap tahunnya karena mati.

2018 merupakan tahun terburuk dalam 20 tahun terakhir dengan total pesut mati terbanyak yakni 11 ekor.

Pada 2019 ditemukan lima ekor lagi mati.

Total kematian sejak 1995 hingga Juni 2019 ditaksir mencapai 103 ekor dengan rata-rata 4 ekor setiap tahunnya.


Edukasi Nelayan

Anca mengaku sudah berkali-kali memberi pemahaman nelayan setempat terkait ancaman penggunaan rengge bagi pesut mahakam.

Namun, edukasi tersebut jarang diindahkan.

“Karena alat itu sudah turun temurun kita pakai tangkap ikan di sungai. Jadi memang agak susah,” kata dia.

Karena itu pihaknya mengajarkan cara melepas pesut jika terjerat rengge.

“Jadi siapapun nelayan yang lihat pesut terjerat dia bisa bantu selamatkan,” tutur dia.

Selain edukasi, kata Anca, RASI juga memasang alat khusus di setiap rengge nelayan. Pesut akan menjauh dari rengge ketika melihat alat tersebut.

https://regional.kompas.com/read/2020/09/16/12533421/rengge-alat-tangkap-nelayan-di-kaltim-yang-jadi-penyebab-tertinggi-kematian

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke