KOMPAS.com - Mikat Albar Ipaenin, selaku kuasa hukum Muhamad Syahrul Wadjo, seorang mahasiswa korban penculikan di Ambon menemukan adanya kejanggalan dalam proses rekonstruksi yang dilakukan pihak kepolisian.
Pasalnya, korban tidak diberikan izin mendapat pendampingan hukum saat proses rekonstruksi berlangsung.
"Ini kejanggalannya, harusnya sesuai prosedur kuasa hukum harus ikut mendampingi," kata Mikat kepada wartawan di halaman Mapolres Pulau Ambon, Kamis (3//9/2020).
Menurutnya, alasan polisi menolak kuasa hukum untuk mendampingi korban juga tidak jelas dan berubah-ubah.
Baca juga: Kapolda Maluku Perintahkan Bentuk Tim Khusus Usut Kasus Penculikan Mahasiswa
Awalnya, dianggap karena tidak ada surat kuasa. Sementara itu setelah surat kuasa dipenuhi, polisi juga tetap menolaknya.
"Surat kuasa itu melalui lisan juga tidak apa-apa, tapi polisi tidak mau. Sekarang kita sudah siapkan surat kuasa, mereka juga tidak mau kita mendampingi korban termasuk menemuinya," ungkapnya.
"Saya tidak mau berkesimpulan tapi ini memang agak janggal," tambahnya.
Seperti diketahui, seorang mahasiswa Universitas Pattimura Ambon bernama Muhamad Syahrul Wadjo menjadi korban penculikan pada Rabu (2/9/2020) malam.
Korban diculik menggunakan mobil oleh sekelompok orang tak dikenal usai melakukan aksi demonstrasi di Kantor Gubernur Maluku.
Setelah dilaporkan kepada polisi, pada Kamis (3/9/2020) pagi sekitar pukul 06.00 WIT, korban dilepaskan. Selama diculik itu, korban mengaku sempat mendapat penganiayaan.
Saat ini, korban dan sejumlah rekannya sedang menjalani pemeriksaan oleh pihak kepolisian.