Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli: Mud Volcano di Kesongo Menjadi Ciri Bersemayamnya Minyak dan Gas

Kompas.com - 30/08/2020, 21:53 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

BLORA, KOMPAS.com - Ahli Geologi, Handoko Teguh Wibowo, menyampaikan, keberadaan gunung lumpur (mud volcano) di Kesongo, Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, mengindikasikan jika di lokasi tersebut bersemayam minyak dan gas.

Adapun lokasi gunung lumpur jamak ditemui di Kabupaten Grobogan, Blora, Rembang dan beberapa kabupaten di Jatim (zona kendeng).

Sementara di Indonesia mud volcano eruption yang masih sering dijadikan bahan perbincangan berlokasi di Sidoarjo, Jawa Timur.

Meski demikian, Dosen Teknik Geologi dan Pertambangan Institut Teknologi Adhitama Surabaya ini menyebut, mud volcano di Blora berbeda dengan di Sidoarjo.

Baca juga: Semburan Gas Campur Lumpur di Blora adalah Mud Volcano, Pernah Terjadi pada 2013

 

Mud volcano di Sidoarjo bersuhu 100 derajat celcius, sedangkan mud volcano di Kesongo mengikuti suhu kamar berkisar 30 derajat celcius hingga 32 derajat celcius.

"Mud volcano menjadi ciri minyak dan gas. Mud volcano selalu berasosiasi dengan keberadaan migas baik di bawah atau di sekitarnya. Hal ini bisa kita lihat di sebelah barat Kesongo ada lapangan migas produktif, lapangan gabus milik Pertamina," kata Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Jatim ini, saat dihubungi Kompas.com, melalui ponsel, Minggu (30/8/2020).

Mud volcano, sambung dia, adalah ekspresi dari massa lumpur bercampur gas yang keluar ke permukaan dengan bentuk morfologinya yang bermacam-macam.

Ada yang datar, ada yang menyerupai tumpeng atau bahkan ada yang berbentuk kubangan. 

Sedangkan massa lumpur bercampur gas yang belum keluar sering disebut mud diapir (kubah lumpur) berbentuk lancip ke atas, dan ini merupakan embrio gunung lumpur yang suatu ketika bisa muncul ke permukaan menjadi mud volcano.

Dengan kata lain, ada potensi positif keberadaan gas yang kandungan atau kapasitas besar-kecilnya tergantung dimensi dan geometri mud diapir.

"Sedangkan negatifnya adalah ada kerawanan terhadap kondisi ini seperti tekanan berlebih (overpressure) di area mud diapir atau di gunung lumpurnya," kata Handoko.

Menurut Handoko, gas yang menyembur di lumpur Kesongo mengandung gas hidrogen sulfida (H25) yang bersifat racun pada kadar tertentu.

Sehingga sudah pasti manusia atau hewan akan keracunan jika menghirupnya.

Meski bersifat racun, sambung dia, jika diolah sedemikian rupa bisa dimanfaatkan.

Jenis minyak dan gas, kata dia, serupa atau sama persis dengan yang dieksploitasi perusahaan migas. 

"Hal ini biasa terjadi dieksploitasi migas, selalu muncul gas H2S di dalam proses pengambilannya dan selalu ada tim monitoring gas H2S di dekat lubang bor. Wujudnya gas alam yang diproduksi oleh perusahaan migas. Setelah diproses, kegunaannya seperti suplai gas industri untuk pembakaran, PLTG, disalurkan ke masyarakat berupa jaringan gas alam kota lewat pipanisasi dan sebagainya," kata jebolan (S1) Jurusan Teknik Geologi UGM dan (S2) Marine Geology and Geophysic, Oregon State University, USA ini.

Baca juga: Ruko Elektronik Terbakar di Surabaya, 5 Penghuninya Tewas Terjebak

Handoko menuturkan, gas alam yang terkubur di kawasan Kesongo diperkirakan bersemayam di kedalaman di bawah 1.000 meter.

"Kalau di area Kesongo di bawah 1.000 meter sudah ada gas alamnya, jauh lebih dalam dari gas rawa, tapi bertekanan besar. Tapi, tidak menutup kemungkinan dangkal juga. Untuk contoh kasus eksploitasi masif di area gunung lumpur adalah di Republik Azerbaijan yang pengeboran persis di area mud volcano dan menghasilkan migas yang besar," pungkas Handoko.

Kepala Dinas Kepemudaan, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Blora, Slamet Pamudji, mengatakan, pemerintah masih belum bisa berspekulasi untuk pengembangan dan pemanfaatan kawasan Kesongo yang memiliki dua sisi potensi.

Positifnya menjadi ciri keberadaan migas serta menjadi geowisata dan laboratorium alam. Namun, ada bahaya yang muncul jika tiba-tiba erupsi.

"Kami lihat perkembangannya. Ini bukan aset Pemkab Blora melainkan kawasan perhutani dan tentunya harus menjalin kerja sama," kata Slamet.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com