Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabar Viral, Bayi Meninggal Diduga akibat Konsumsi Obat Dosis Tinggi

Kompas.com - 29/08/2020, 09:36 WIB
Hamim,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

BOJONEGORO, KOMPAS.com - Bayi berusia 5 bulan berinisial RSV di Kecamatan Purwosari, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, meninggal dunia karena diduga mengonsumsi obat dosis tinggi.

Kabar kematian bayi yang diduga akibat obat keras tersebut menjadi viral di media sosial Twitter.

Akun @AllayyaBie yang mengaku sebagai tante si bayi menuliskan sebuah kalimat, "PUSKESMAS PURWOSARI KEMBALI MENELAN KORBAN" yang diunggah pada Rabu (27/8/2020) pukul 08.36 WIB.

Baca juga: Cerita di Balik Wagub Kaltim Jawab Soal Matematika SMA lewat Memo

Akun tersebut menceritakan, awalnya pada Minggu (23/8/2020) pagi, kondisi tubuh keponakannya RSV mengalami demam dan diare.

"Minggu 23 Agustus 2020, pagi sekitar jam 07.00 badannya agak anget jadi cuma disibin. Setelah minum, tiba-tiba mencret, karena terlalu sering jadi dibuatkan kunir sama mamanya buat menghangatkan perut," tulis akun tersebut.

Pada siang hari, kesehatan bayi RSV terus menurun dan kondisi tubuhnya terlihat sudah sangat lemas.

Pada sore hari, pihak keluarga membawa RSV periksa ke bidan.

Setelah diperiksa, kemudian sang bidan memberikan resep obat sirup Paracetamol, sirup Cotrimoxazola, dan Inamid (Loperamid) 2 miligram.

Pihak keluarga dan akun @AllayyaBie mengaku awam dan tidak paham soal bahaya obat (Inamid) bagi bayi berusia 5 bulan.

"Dikira Mamanya, obat enggak ada reaksi, karena malah semakin panas. Suhu badan semakin tinggi, lemas, dan sering pup," tulis akun @AllayyaBie.

Baca juga: PKS Pertimbangkan Opsi Abstain di Pilkada Solo 2020, Ini Alasannya

Pihak keluarga merasa sangat jengkel dan sakit hati karena tidak tahu dosis obat yang diberikan oleh sang bidan.

Menurut akun tersebut, dokter pun marah saat tahu obat itu diberikan kepada bayi RSV.

Bahkan, dosis obat itu pun berbahaya untuk orang dewasa. Menurut akun tersebut, dokter yang sempat memeriksa menolak untuk dibayar jasanya.

"Kita baru tahu bahwa obat itu tidak dianjurkan buat dede karena dosisnya terlalu tinggi, bahkan obat tersebut sudah merusak otak dan syaraf dede sehingga pembulu darah pas dibawa ke RS Aisyah BJN telah pecah. Keadaan sudah sangat buruk hingga tidak bisa ditolong," tulis @AllayyaBie.

Hingga malam hari, ternyata kondisi bayi RSV tak kunjung membaik.

 

Pelayanan puskesmas yang dinilai buruk

Tanpa pikir panjang, pihak keluarga membawanya ke puskesmas untuk mendapatkan pertolongan dan tindakan medis.

Sayangnya, setibanya di puskesmas, pihak keluarga justru mendapati respons dan sikap perawat yang tidak sesuai harapan.

"Salam pertama enggak dijawab meski ada orang di dalam, salam kedua masih enggak dijawab, terlihat ada yang makan, ada yang main HP. Salam ketiga, keempat dan kelima ada perawat yang tanya," tulis akun @AllayyaBie.

Kemudian, oleh perawat yang menanyakan keperluannya tersebut, keluarga diarahkan agar menuju ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Puskesmas Purwosari.

Saat di IGD, pihak keluarga tidak menjumpai orang atau petugas medis sama sekali.

Di tengah kepanikan yang mereka alami, tiba-tiba muncul petugas medis dan melakukan pemeriksaan suhu badan sambil menanyakan keluhan si bayi.

Mirisnya, usai memeriksa bayi, petugas medis justru menyarankan untuk dibawa pulang karena dianggap kondisi RSV masih normal dan resep obat dari bidan yang diminum belum bereaksi.

"Pulang dulu ya bu, balik lagi kalau matanya cekung, bibirnya biru dan mencret 7 kali lagi," tulis @AllayyaBie menirukan ucapan petugas medis Puskesmas Purwosari.

Dengan menahan rasa kecewa, pihak keluarga langsung bergegas membawa RSV kembali pulang sambil menangis karena tidak mendapatkan pertolongan medis sesuai yang diharapkan.

Pembuluh darah pecah

Tak tega melihat kondisi keponakannya yang terus melemah, malam itu juga sekitar pukul 22.00 WIB, sang pemilik akun bersama kakaknya membawa bayi itu ke RS PKU Muhammadiyah agar mendapatkan pertolongan medis.

Tiba di RS PKU Muhammadiyah, bayi tersebut langsung mendapatkan tindakan medis dari dokter jaga dan dipasang cairan infus.

Pihak keluarga pun menangis saat mendapatkan penjelasan dan informasi dari dokter tentang kondisi RSV yang sudah kritis.

"Mbak, kalau matanya udah cekung gini udah bahaya," kata dokter, seperti ditulis @AllayyaBie.

Setelah mendapatkan tindakan medis dari dokter di RS PKU Muhammadiyah, kondisi RSV terlihat mulai membaik dan tersisa diare yang masih belum reda.

Namun, keesokan harinya, pada Senin (24/8/2020) pagi, kondisi bayi memburuk. Napasnya mulai sesak dan harus dibantu pakai oksigen.

 

Dokter di RS PKU Muhammadiyah kemudian menyarankan untuk dirujuk ke RS Aisyiyah Bojonegoro.

Saat di IGD RS Aisyiyah Bojonegoro, RSV diketahui mengalami pecah pembuluh darah.

Bayi itu langsung ditangani oleh tiga dokter sekaligus. Ketiga dokter secara bergantian memompa jantung bayi.

Namun, tiga dokter yang berjuang dengan segala kemampuannya untuk menyelamatkan nyawa bayi harus pasrah. Sekitar pukul 12.00 WIB, nyawa bayi RSV sudah tidak bisa tertolong dan dinyatakan meninggal dunia.

"Innalillahi wainnailahi rojiun, aku, kakak dan semua keluarga hanya bisa nangis dan menyesal, karena enggak percaya hal itu terjadi pada dek Sheva, kita meminta dokter melakukan sekali lagi, dokter menunduk tanpa menatap," tulis akun tersebut.

Dinas Kesehatan meminta maaf

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro Ani Pudjiningrum secara langsung mendatangi rumah keluarga pasien untuk menyampaikan turut berdukacita.

Mewakili Dinas Kesehatan dan Pemkab Bojonegoro, Ani Pudjiningrum menyampaikan permintaan maaf apabila memang ada pelayanan tenaga kesahatan yang dirasa kurang maksimal.

Ani menyampaikan, keluhan keluarga pasien yang viral di media sosial tentunya akan menjadi evaluasi bagi Dinas Kesehatan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

"Ini sebagai bahan kami untuk berbenah meningkatkan pelayanan, memperbaiki diri mulai bidan praktik swasta, perawat praktik swasta, dokter praktik swasta, puskesmas, dan rumah sakit di seluruh jajaran untuk memperbaiki diri," kata Ani saat dihubungi Kompas.com, Jumat (28/8/2020).

Saat ini, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro juga sedang melakukan investigasi untuk memastikan kronologi yang sebenarnya.

"Ini kami sedang menyusun kronologinya dan juga untuk membuat langkah-langkah selanjutnya yang diperlukan," kata Ani.

Terkait sikap perawat yang dianggap abai dan lamban merespons, Ani berjanji akan memberikan sanksi sesuai peraturan yang ada.

"Sekali lagi, kasus ini harus menjadi pembelajaran semuanya, bukan hanya puskesmas dan bidan saja, tetapi semuanya harus berkaca pada kasus ini," tutur Ani.

Selain itu, dia juga membantah terkait adanya dugaan pemberian resep obat yang berdosis tinggi oleh bidan yang memeriksanya.

"Belum ke situ, dan tidak seperti itu juga," kata Ani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com